DPR Dinilai Belum Pro Pemberantasan Korupsi

26 Oktober 2022 16:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat paripurna DPR ke-5 masa sidang I Periode 2022-2023, Jakarta, Selasa (20/9/2022). Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat paripurna DPR ke-5 masa sidang I Periode 2022-2023, Jakarta, Selasa (20/9/2022). Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
ADVERTISEMENT
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana membeberkan evaluasi kinerja DPR 2019-2022. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, cukup banyak catatan untuk DPR dalam menjalankan fungsinya.
ADVERTISEMENT
"Misalnya dalam fungsi legislasi, ada banyak sekali undang-undang yang sebenarnya dibutuhkan oleh penegak hukum sebagai suplemen penegakan hukum pemberantasan korupsi, tapi sepertinya sengaja dilewatkan oleh DPR atau tidak dibahas apalagi diundangkan," kata Kurnia dalam Evaluasi Kinerja DPR 2019-2022 yang digelar di Kantor ICW, Jakarta, Rabu (26/10).
Kurnia menjelaskan, ICW mencatat dalam 2 isu besar misalnya, isu pertama soal penegakan hukum, isu kedua soal menciptakan pemilu yang berintegritas
"Ada urgensi untuk merevisi undang-undang Tipikor itu tidak diprioritaskan oleh DPR," ucapnya.
"Kalau kepala daerah terlibat kasus korupsi, berdasarkan putusan MK tahun 2019 yang lalu, ada masa jeda 5 tahun. Namun kalau untuk anggota legislatif tidak bisa, karena harus diubah undang-undang dan itu tidak dilakukan oleh DPR," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Dalam aspek pengawasan, Kurnia mengatakan DPR punya kewajiban berdasarkan undang-undang untuk mengawasi kinerja aparat penegak hukum. Dia sempat menyinggung saat Komisi III menggelar RDP dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Sejumlah anggota dewan mengheningkan cipta sebelum memulai rapat Paripurna DPR Ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
"Kita bisa merefer atau melihat kejadian kemarin ketika RDP DPR dengan kepolisian, yang kita harapkan kritik dan saran itu terbangun, justru itu menjadi ajang saling puji memuji antara Komisi III dengan lembaga penegak hukum, begitu pula dengan konteks KPK dan Kejaksaan sama seperti itu," terang Kurnia.
Lebih lanjut, dalam konteks problem integritas anggota dewan, Kurnia menuturkan rendahnya anggota dewan yang melaporkan harta kekayaannya ke KPK.
"Kalau kita merujuk pada catatan di tahun 2021 dari 569 anggota dewan yang wajib Lapor LHKPN baru 330 orang yang memenuhi kewajiban tersebut, kita belum dicek lagi data di tahun 2022, tapi data terakhir itu memperlihatkan bahwa mereka masih mengabaikan untuk menunjukkan kepatuhan LHKPN," ujar Kurnia.
ADVERTISEMENT
Kurnia juga menyinggung tentang munculnya rentetan anggaran janggal yang dilakukan oleh DPR.
"Misalnya yang kami soroti beberapa waktu lalu,adalah penggantian gorden di rumah anggota DPR Kalau itu ada pagu anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 48,75 miliar," kata Kurnia.
Terakhir, Kurnia menuturkan dari ketiga fungsi DPR yang dijalankan, dia menilai DPR belum melakukan kerjanya secara efektif, terutama dalam menopang agenda pemberantasan korupsi.
"Jadi kesimpulan kami, memang dari 3 aspek tersebut baik legislasi pengawasan dan anggaran, ketiga fungsi itu tidak cukup untuk menopang agenda pemberantasan korupsi," tandas dia.