Dubes China soal Krematorium Jenazah COVID-19 Penuh: Petugas Banyak yang Sakit

21 Desember 2022 15:56 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kremasi jenazah COVID-19. Foto: Francis Mascarenhas REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kremasi jenazah COVID-19. Foto: Francis Mascarenhas REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Kang, menepis laporan tentang kapasitas krematorium yang penuh di seluruh China sejak pelonggaran aturan pengendalian COVID-19.
ADVERTISEMENT
Sejumlah media sempat mengabarkan adanya barisan mobil jenazah menuju krematorium-krematorium di seluruh negeri setelah pencabutan kebijakan ketat nol-COVID. Tetapi, tidak ada konfirmasi akan keterkaitan situasi ini dengan infeksi corona.
"Tentang laporan yang disebut tadi ada banyak jenazah terpapar COVID, saran saya adalah lebih baik merujuk kepada laporan Tiongkok yang resmi," tegas Lu melalui penerjemahnya saat konferensi pers di kediamannya di Jakarta pada Rabu (21/12).
"Saya memang sudah memerhatikan ada laporan-laporan terkait. Sudah ada media bisa melihat kondisi itu secara rasional dan ada analisis sendiri. Bukan melainkan hanya lapor secara seleksi," lanjut dia.
Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Kang, saat konferensi pers di kediamannya di Jakarta pada Rabu (21/12). Foto: Jemima Shalimar/kumparan
Walau data resmi sempat tidak melaporkan kasus kematian baru sejak 4 Desember, dua rumah duka di Ibu Kota Beijing mengaku menerima lonjakan permintaan kremasi setiap harinya pada Jumat (16/12).
ADVERTISEMENT
"Lebih dari 10 dari 60 staf kami positif, tetapi kami tidak punya pilihan, akhir-akhir ini sangat sibuk," ujar seorang staf, dikutip dari AFP, Rabu (21/12).
Kondisi semacam ini dilaporkan dari sebuah krematorium di kota berpenduduk 30 juta orang, Chongqing. Begitu pula dengan fasilitas serupa di Distrik Zengcheng di Kota Guangzhou.
Tetapi, pihaknya tidak dapat menentukan apakah lonjakan tersebut berkaitan dengan infeksi COVID-19.
Lu mengindikasikan, penanganan layanan kremasi yang lamban disebabkan oleh banyaknya kasus infeksi corona. Akibatnya, fasilitas yang kekurangan karyawan kesulitan menangani jenazah.
"Karena sekarang banyak kasus positif yang istirahat di rumah, apakah karena hal itu menjadikan tenaga kerja baik di rumah sakit ataupun di industri. Terkait yang kelangkaan SDM mengakibatkan jenazah tidak ditangani dengan cepat, itu harus dibedakan kondisinya," tutur Lu.
ADVERTISEMENT
Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Kang, saat konferensi pers di kediamannya di Jakarta pada Rabu (21/12). Foto: Jemima Shalimar/kumparan
Disadur dari Deutsche Welle, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) China melaporkan 2,722 kasus infeksi corona baru dalam 24 jam terakhir pada Selasa (20/12). Sedangkan kasus kematian akibat corona sejak awal pandemi mencapai 5,242 orang di China.
Mengingat 1,4 miliar keseluruhan populasi China, jumlah tersebut sangat rendah menurut standar global dengan 1,1 juta kematian akibat corona di Amerika Serikat (AS) dan 2,1 juta di Eropa.
"Sejak awal pandemi terjadi hanya ada 5.000 lebih yang meninggal. Itu tercapai di latar belakang yang kami belum mengetahui secara penuh virus tersebut dan ini hasilnya memang tidak mudah didapat," ungkap Lu.
Menyusul protes terbesar yang memukul negara ini dalam beberapa dekade, pemerintah mulai membongkar pembatasan COVID-19 sejak 3 Desember. China menyelaraskan aturannya dengan negara lain di dunia yang sudah mulai hidup berdampingan virus corona.
ADVERTISEMENT
Secara mendadak, China mencabut lockdown dan karantina.
Tes corona massal yang telah berlaku selama bertahun-tahun sebelumnya pun sudah tidak berjalan.
Sejumlah demonstran memegang kertas putih saat menggelar unjuk rasa pembatasan COVID-19 di Beijing, China. Foto: Thomas Peter/REUTERS
Lu mengatakan, keputusan ini dibuat karena risiko infeksi dan kematian akibat corona yang menurun. Selain itu, otoritas terus-menerus memperbaiki fasilitas kesehatan.
Lu menggarisbawahi, China mengembangkan kebijakan yang dapat semaksimal mungkin membatasi infeksi dan kematian akibat corona, serta mengurangi dampak terhadap ekonomi.
Sekarang, warga pun sudah bisa kembali bekerja dari kantor mereka. Kendati demikian, segala perubahan tersebut akan melewati proses sebelum mencapai hasil yang diharapkan.
"Tiongkok sudah dan sedang terus mengubah kebijakannya agar lebih menyesuaikan kondisi di Tiongkok," jelas Lu.
"Bagi negara apa pun, bagi negara Tiongkok yang berbentuk 1,4 miliar orang, kebijakan umum apa pun setelah diambil pasti akan ada satu proses," pungkas dia.
ADVERTISEMENT