Duduk Perkara Kasus Tanah Munjul yang Bikin Anies dan Prasetio Edi Diperiksa KPK

21 September 2021 11:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Gedung Merah Putih KPK, di Jakarta, Selasa (21/9) Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Gedung Merah Putih KPK, di Jakarta, Selasa (21/9) Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menjadi saksi di KPK. Keduanya diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
Anies dan Prasetio memenuhi panggilan penyidik dengan hadir di Gedung KPK, Selasa (21/9).
"Saya berharap nantinya keterangan yang saya berikan akan bisa membantu tugas KPK di dalam menuntaskan persoalan korupsi yang sedang diproses. Jadi saya akan menyampaikan semua yang dibutuhkan semoga itu bermanfaat bagi KPK," kata Anies saat tiba di KPK.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Selasa (21/9). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Lalu, seperti apa duduk perkara kasus tanah yang membuat Anies dan Prasetio turut diperiksa KPK?
Kasus ini terkait dengan pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019. KPK menduga ada korupsi dalam pengadaan tersebut yakni dari pihak Perumda Sarana Jaya dengan PT Adonara Propertindo.
Perumda Pembangunan Sarana Jaya adalah BUMD dengan kegiatan inti sebagai bank tanah dan bisnis properti. Sementara Adonara Propertindo merupakan perusahaan yang bergerak di real estate dan property developer. Perusahaan itu merupakan salah satu pengembang di Indonesia yang membangun beberapa proyek apartemen, vila, hingga kompleks perumahan.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, KPK mengungkap kontruksi perkara ini. Perkara berawal ketika Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar, menawarkan tanah di Munjul ke Sarana Jaya pada Februari 2019.
Tersangka Wadir PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene menggunakan rompi tahanan masuk ke mobil tahanan usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Surat penawaran tanah diajukan atas nama Andyas Geraldo (anak Rudy) dan Anja Runtuwene (Wakil Direktur PT Adonara Propertindo), dengan harga Rp 7,5 juta/m². Padahal, saat itu kepemilikan tanah masih atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Sebulan setelahnya, Anja Runtuwene dan Tommy Adrian (Direktur PT Adonara Propertindo) atas perintah Rudy baru melakukan penawaran tanah ke Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Kedua pihak sepakat lalu menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah Pondok Ranggon seluas 41.921 m² dengan harga Rp 2,5 juta/m².
ADVERTISEMENT
Pada saat itu juga, Rudy menyetujui pembayaran uang muka pertama sebesar Rp 5 miliar kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Direktur PD Sarana Jaya, Yoori C. Pinontoan, saat Groundbreaking rumah DP 0 persen, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (12/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Selanjutnya, Yoory Corneles Pinontoan selaku Direktur utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya memerintahkan stafnya untuk menyiapkan pembayaran 50% pembelian tanah Munjul Pondok Ranggon sebesar Rp 108,99 miliar. Padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory Corneles Pinontoan dari pihak Sarana Jaya dengan Anja Runtuwene yang mengaku sebagai pemilik tanah.
Setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp 108,9 miliar, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah di Munjul Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Lebih dari 70% tanah tersebut masih berada di zona hijau untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen. Berdasarkan kajian Konsultan Jasa Penilai Publik, harga appraisal tanah tersebut hanya Rp 3 juta per meter.
ADVERTISEMENT
Meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp 43,59 miliar kepada Anja Runtuwene di rekening Bank DKI. Sehingga total yang telah dibayarkan sebesar Rp 152,5 miliar. Jumlah tersebut dinilai sebagai kerugian negara.
KPK mencatat ada setidaknya empat poin dugaan penyimpangan dalam pengadaan tanah ini, yakni:
Ada lima tersangka yang sudah dijerat dan ditahan oleh KPK
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, sudah ada beberapa tersangka yang dijerat dan sudah ditahan KPK, yakni:
KPK bahkan menjerat korporasi PT Adonara Propertindo sebagai tersangka.
Ketua KPK, Firli Bahuri. Foto: Humas KPK
Ketua KPK Firli Bahuri sempat mengatakan bahwa Gubernur dan Ketua DPRD DKI dinilai menjadi pihak yang sangat memahami soal anggaran pengadaan lahan tersebut. Sehingga diperlukan keterangan dari pihak-pihak tersebut untuk membuat terang perkara.
"Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI tentu Gubernur DKI sangat memahami, begitu juga dengan DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama," kata Firli.
ADVERTISEMENT
"Pemda DKI mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," sambungnya.