Duterte soal Kematian Tersangka Narkoba di Filipina: Saya Tak Akan Minta Maaf
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, sejak Duterte menjabat sebagai presiden pada Juni 2016, lebih dari 6.200 tersangka kasus narkoba meregang nyawa dalam operasi anti-narkoba Filipina.
“Saya tidak akan, tidak akan minta maaf atas kematian-kematian itu. Bunuh saya, penjarakan saya, saya tidak akan pernah minta maaf,” ujar Duterte dalam pidato kenegaraan mingguan, Selasa (4/1).
Aktivis dan kelompok HAM mengungkap, eksekusi terhadap para tersangka kasus narkoba dilakukan dengan ringkas. Namun, kepolisian membela diri dan mengatakan mereka yang dibunuh merupakan orang-orang bersenjata dan menolak untuk ditangkap.
Dalam pidatonya, Duterte menegaskan komitmennya untuk melindungi para penegak hukum Filipina dalam menjalankan misi perang terhadap narkoba. Menurutnya, para polisi harus melawan jika hidupnya terancam.
Pada September 2021, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah menyetujui investigasi resmi atas penindakan Duterte terhadap tersangka kasus narkoba. Namun, pada November 2021, penyelidikan tersebut ditangguhkan.
ADVERTISEMENT
Duterte telah mengeluarkan Filipina dari keanggotaan ICC pada Maret 2018, sebulan setelah salah satu jaksa ICC mengungkapkan penyelidikan awal terhadap perang narkoba Filipina tengah berlangsung.
Sang orang nomor satu Filipina menolak campur tangan internasional terkait masalah penegakan hukum terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Ia menekankan, masalah ini menjadi kewenangan penuh pemerintahannya.
Pada Oktober 2021 lalu, Duterte mengultimatum para pengedar dan pengguna narkoba di Filipina. Ia menegaskan akan membunuh mereka.
"Saya akan mengulangi apa yang telah saya katakan sebelumnya: Jika Anda menghancurkan negara saya dan Anda menghancurkan orang-orang muda dengan memberi mereka obat-obatan, Anda menghancurkan masa depan," ucapnya saat itu.
"Jika kamu menghancurkan negara, aku akan membunuhmu," tutup dia.