Edhy Prabowo Dihukum Membayar Uang Pengganti Rp 10,8 Miliar
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 10,8 miliar oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Pidana itu dijatuhkan karena Edhy Prabowo dinilai terbukti menerima suap terkait izin ekspor benih lobster.
ADVERTISEMENT
"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu, dengan memperhitungkan uang yang sudah dikembalikan oleh terdakwa," kata hakim di PN Jakarta Pusat, Kamis (15/7).
Edhy Prabowo bersama sejumlah anak buahnya diyakini menerima suap sejumlah USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 atau totalnya sekitar Rp 25,75 miliar. Duit itu berasal dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait percepatan pemberian izin budidaya dan ekspor.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai uang-uang tersebut diterima oleh Edhy dari proses yang tidak benar yakni suap saat ia menjabat sebagai menteri sehingga harus dikembalikan.
"Maka sudah sepatutnya terdakwa mengembalikan uang yang diterima tersebut karena diterima secara tidak sah atau melawan hukum," kata hakim dalam pertimbangannya.
Besaran uang pengganti itu merupakan uang yang dinilai terbukti diterima Edhy Prabowo. Adapun total uang tersebut rinciannya yakni Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu (Rp 1.116.010.519 dengan 1 USD = Rp 14,494). Sementara sisa dari total suap dalam perkara ini dinikmati oleh para Terdakwa lainnya.
ADVERTISEMENT
Uang suap itu berasal dari Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) dan para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.
Apabila Edhy tidak mampu membayar uang pengganti itu, maka diganti dengan hukuman 2 tahun penjara. Jumlah uang pengganti ini sama seperti tuntutan jaksa KPK .
Edhy Prabowo dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan penjara. Hakim menilai ia terbukti menerima suap dari sejumlah pembudidaya dan eksportir benih lobster.
Ia terbukti bersalah berdasarkan Pasal 12 huruf a UU Tipikor. Ia dinilai bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo), menerima suap. Totalnya mencapai sekitar Rp 25,75 miliar.
ADVERTISEMENT
Namun dalam vonis ini, ada satu hakim yang berbeda pendapat atau dissenting opinion. Hakim itu adalah Suparman Nyompa. Ia menilai, Edhy tidak terbukti melakukan korupsi dengan Pasal 12 huruf a UU Tipikor. Hakim ini menilai Edhy justru terbukti melanggar Pasal 11 UU Tipikor.
Selain itu, Suparman juga menilai Edhy tidak perlu membayar uang pengganti karena uang yang diterima itu bukan merugikan keuangan negara tetapi diterima dari pihak swasta. Pencabutan hak politik pun dinilai tidak tepat.