news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ekonomi Rakyat Terpuruk, Politik Uang di Pilkada Berpotensi Meningkat

21 Oktober 2020 16:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Titi Anggraini, menilai potensi politik uang di Pilkada 2020 akan meningkat. Sebab, menurutnya, saat ini, ekonomi masyarakat tengah terpuruk akibat pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Ada potensi meningkatnya politik uang akibat kondisi keterpurukan ekonomi masyarakat. Ini terjadi di ruang yang lebih sempit karena mobilitas pemilih jadi terbatas," papar Titi dalam diskusi publik 'Evaluasi Metode dan Isu Kampanye Pilkada di Masa Pandemi' secara daring, Rabu (21/10).
Menurutnya, pemilih di Pilkada 2020 akan cenderung membuat keputusan tanpa mempertimbangkan program dan gagasan calon. Selain masalah klasik tersebut, Titi juga menilai, pilkada mendatang akan menghadapi tantangan baru lainnya seperti protokol kesehatan COVID-19.
"Sehingga bebannya jadi lebih berat, baik bagi pemilih, penyelenggara, maupun peserta," lanjutnya.
Penyelenggara, kata Titi, cenderung akan lebih fokus pada masalah teknis pemilihan sehingga sosialisasi informasi pemilihan menjadi terbatas atau minim. Hal ini, membuat ruang gerak pengawasan untuk memastikan proses pemilihan yang bebas dan adil menjadi ikut terdampak.
ADVERTISEMENT
"Apalagi, akibat pandemi COVID-19, karakternya berbeda dengan pemilihan (sebelumnya). Di mana saat pandemi, kita lebih dibatasi untuk berkumpul atau berinteraksi dengan banyak orang. Kampanye jadi punya problematika klasik," ungkap Titi.
Titi menjabarkan, misalnya, penegakan hukum atas politik uang belum diberi efek jera, ASN yang berpihak memberikan dampak pada kualitas publik daerah, hingga kampanye dan interaksi masih bersifat satu arah. Selain itu, sosialisasi kotak kosong bagi calon tunggal juga masih menimbulkan polemik.
"Ada kesenjangan informasi antara penyelenggara dan pemilih, padahal esensinya, baik calon tunggal atau kolom kosong boleh dipilih. Namun terkadang, nomenklatur membuat pemilih dirugikan untuk mendapatkan informasi soal kolom kosong," pungkasnya.
****
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
ADVERTISEMENT