Eks Anggota Geng Klitih di Yogyakarta Ini Taubat dan Sukses Jadi Pramugara

24 Juli 2020 14:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alfarel Wibowo (18). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Alfarel Wibowo (18). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus kenakalan remaja menjadi salah satu momok yang menakutkan bagi para orang tua. Tak terkecuali di Yogyakarta, di kota pelajar ini banyak muncul geng-geng sekolah. Para remaja banyak yang terjerumus ke tawuran dan kekerasan jalanan yang biasa disebut geng klitih. Klitih bermakna asli jalan-jalan santai jadi bergeser maknanya karena kekerasan jalanan ini.
ADVERTISEMENT
Hal ini pula yang dialami Alfarel Wibowo (18), semasa menempuh sekolah di salah satu SMA swasta di Kota Yogya,dia terjerumus dalam lingkaran geng klitih. Lalu bagaimana remaja asal Danurejan, Kota Yogyakarta ini bisa keluar dari pergaulan tak sehat itu?
Ditemui di kediamannya, Arel sapaan akrabnya, bercerita dia adalah anak yang pendiam semasa SMP. Ketika masuk SMA, emosinya ini mulai meledak-ledak. Dia mulai gabung geng sekolahnya dan ikut klitih lantaran pernah jadi korban.
"Saya pertama kali kena klitih awal kelas 1. Saya pakai sweater agar baju sekolah enggak kelihatan. Teman saya ngeyel tetap pakai seragam. Pulang dicegat tiga motor terus waktu itu dicegat untungnya pulang ke rumah nenek saya. Untungnya ada warga. Putar balik. Mereka bawa gir yang kena motor aja, alhamdulillah," kata Arel, Jumat (24/7).
ADVERTISEMENT
Setelah peristiwa itu, Arel kemudian mulai mengenal pergaulan yang lebih luas dan masuk geng sekolah. Mulai saat itu lah dia turut serta dalam aksi klitih. Arel biasanya bertugas menjadi joki, memboncengkan rekannya yang jadi eksekutor.
"Biasanya kalau SMA lain punya acara ada event waktu mereka pulang kita nunggu di spot tertentu. Saya yang bawa motor enggak yang melukai. Jadi korban terus kepingin nyoba," katanya.
Dia menjelaskan biasanya antar-geng ini sudah saling mengincar. Para anggota geng sudah saling paham musuh yang dituju sehingga tidak pernah salah orang.
Alfarel Wibowo (18) bersama keluarganya. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Biasanya saling membalas kalau geng itu," ujarnya.
Kenakalannya ini juga sempat membuatnya harus digiring ke kantor polisi. Saat itu dia terlibat tawuran antar-SMA. Kenakalan-kenakalan itu membuatnya tidak naik kelas. Sehingga harus pindah ke home schooling.
ADVERTISEMENT
"Kelas dua ada sekolah lain ngedrop ke sekolah saya tawuran dan sempat dibawa ke kantor polisi," ujarnya.
Orang tua Arel memutuskan menyekolahkan anaknya ke home scholing agar tidak putus sekolah.

Masuk Geng Klitih karena Broken Home

Eri Subianto (36), bapak tiri Arel menjelaskan anaknya ini merupakan korban broken home ketika berusia 5 tahun. Eri yang menikahi ini ibu Arel pada 2010 lalu merasakan bagaimana kondisi Arel sebagai remaja yang sudah ngeyel terhadap orang tua.
"Seiring sejalannya itu banyak perbedaan yang membuat kami banyak berselisih komunikasi kita jadi sangat jarang mungkin dari itu si anak dia mentalnya terganggu. Merasa korban broken home. Komunikasi jadi jarang," katanya.
Sebagai bapak sambung, Eri merasa perlu banyak penyesuaian. Tak mengherankan kemudian Arel lebih nyaman berada di luar bersama teman-temannya. Dia pun sempat merasa putus asa.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya memaksa anak mengikuti saya, saya tidak bisa. Saya bagaimana caranya menyelami pikiran dia. Sebenarnya yang dia inginkan apa. Itu prosesnya lama," katanya.
Puncaknya saat Arel nekat hendak bunuh diri. Waktu itu Eri lantas membawanya ke kepolisian. Di situlah kemudian emosi Arel mulai bisa diredam. Eri belajar banyak bagaimana memahami si anak ini.
"SMA pernah dia mau mengakhiri hidupnya juga sampai saya bawa ke polres. Lalu ada suatu momen dia ada perubahan-perubahan ke arah positif. Kekuatan doa juga," ujarnya.
"Yang paling utama doa. Jadi ada di masa ketika menjadi orang tua anaknya bagi kami susah diatur. Saya sempat putus asa tapi bundanya menguatkan saya. Di situ saya berpikir saya tidak bisa los. Bagaimanapun dia tetap anak saya," katanya.
ADVERTISEMENT
Kepada para orang tua lain, Eri berpesan agar tidak putus asa menghadapi persoalan seperti ini. Menurutnya banyak orang tua yang los atau melepas anaknya ketika terjerumus kenakalan remaja. Namun, ketika orang tua memilih jalan keras juga itu adalah hal yang salah.
"Saya merasa bahwa mau enggak mau anak ini saya rangkul, saya tidak mau melepas dia. Saya mencoba memahami apa yang dia inginkan. Kalau saya memaksakan kehendak saya dengan keadaan seperti itu mesti bertengkar. Akhirnya pelan-pelan," ujarnya.
Kini setelah delapan bulan menempuh pendidikan pramugara, Arel telah diterima di salah satu maskapai penerbangan. Minggu depan dia mulai berangkat untuk medical check up dan tanda tangan kontrak.
"Ketika mendengar dia diterima di maskapai penerbangan yang luar biasa. Dari 1.500 yang daftar lolos cuma puluhan. Sekarang dia sangat terbuka. Kita sangat enjoy dan nyaman. Kita bisa ngobrol diskusi," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Sosiolog Kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM), Suprapto mengatakan lingkaran setan konsep balas dendam antar-geng pelajar harus diputus agar peristiwa ini tidak terulang kembali. Balas dendam saat ini selalu jadi alasan geng pelajar itu melakukan aksinya.
"Kalau seperti itu, suatu saat kelompoknya korban akan membalas dendam lagi. Ini juga harus ada sosialisasi internalisasi dan institusionalisasi atau peresapan dan penerapan perilaku. Agar balas dendam disudahi karena itu tidak akan berakhir," kata Suprapto kepada kumparan, Rabu (25/9/2019) lalu.
Suprapto menjelaskan, memutus lingkaran setan ini tidak harus dengan membubarkan geng remaja. Jika dibubarkan bisa jadi justru seperti rumput yang dipangkas, akan tumbuh lagi saat hujan. Salah satu jalan yang bisa dilakukan dengan mengidentifikasi keberadaan mereka.
ADVERTISEMENT
"Integrasi antar lembaga sosial dasar, lembaga pendidikan, kemudian lembaga keluarga, lembaga agama, lembaga pemerintah bisa melalui kepolisian aparat terkait bekerjasama melakukan identifikasi terhadap keberadaan mereka," ujarnya.
"Itu bisa diidentifikasi melalui sekolah. Kita juga bisa mewawancarai para siswa itu bisa kok. Sebetulnya kalau geng bisa positif kelompok pelajar kan bagus, saya kira tidak harus bubar kalau bisa diarahkan ke positif saya kira baik," ujarnya.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)