news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Eks Bupati Tabanan Jadi Tersangka KPK, Berapa Harta Kekayaannya?

25 Maret 2022 17:58 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka mantan Bupati Tabanan periode 2016-2021 Ni Putu Eka Wiryastuti mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/3/2022).  Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka mantan Bupati Tabanan periode 2016-2021 Ni Putu Eka Wiryastuti mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/3/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
KPK telah menetapkan mantan Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti, sebagai tersangka suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Ni Putu Eka Wiryastuti dikenal sebagai bupati perempuan pertama di Bali. Ia menjabat Bupati Tabanan dua periode, yakni 2010-2015 dan periode 2016-2021.
Wanita kelahiran 21 Desember 1975 adalah putri mantan Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama. Wiryatama merupakan elite PDIP sekaligus juga mantan Bupati Tabanan. Posisi Bupati Tabanan itu kemudian diteruskan Wiryastuti hingga 2021.
Tersangka mantan Bupati Tabanan periode 2016-2021 Ni Putu Eka Wiryastuti (kanan) mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/3/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Sebagai pejabat negara, Wiryastuti termasuk wajib laporan harta kekayaan ke KPK. Berdasarkan situs e-LHKPN KPK, ia terakhir melaporkan harta kekayaan pada 21 Maret 2021. Dalam laporannya, total harta yang dimiliki Wiryastuti mencapai Rp 15.805.196.103.
Rinciannya sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan Ni Putu Eka Wiryastuti sebagai tersangka suap karena diduga memberikan suap terkait pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan tahun 2018.
Ia ditetapkan tersangka bersama eks stafsus mantan Bupati Tabanan, I Dewa Nyoman Wiratmaja; dan mantan Kasi Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, Dirjen Perimbangan Keuangan pada Kemenkeu, Rifa Surya.
Kasus yang menjerat Wiryastuti ini merupakan pengembangan perkara yang menjerat mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman, Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yaya Purnomo.
Yaya merupakan terpidana suap dan gratifikasi terkait pengurusan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) sejumlah daerah. Salah satunya terkait dengan Kabupaten Tabanan, Bali.
Kasus ini berawal ketika Ni Putu Eka Wiryastuti berinisiatif untuk mengajukan DID pada Agustus 2017 dari pemerintah pusat sebesar Rp 65 miliar.
ADVERTISEMENT
Wiryastuti kemudian memerintahkan Wiratmaja untuk menyiapkan administrasi pengajuan DID tersebut. Tak hanya itu, Wiratmaja diperintahkan menemui dan berkomunikasi dengan sejumlah pihak yang dinilai bisa memuluskan DID dimaksud, termasuk berkomunikasi dengan Yaya Purnomo dan Rifa Surya.
Yaya Purnomo di KPK Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Yaya Purnomo dan Rifa Surya diduga kemudian meminta uang sebagai imbal balik pengawalan tersebut. Permintaan fee diduga menggunakan istilah "dana adat istiadat". Fee yang diminta diduga 2,5 persen dari DID yang akan didapat.
Pada akhirnya, realisasi penyerahan uang dilakukan di sebuah hotel di Jakarta. Total uang yang diserahkan diduga sekitar Rp 600 juta dan USD 55.300.
Atas perbuatannya, Ni Putu Eka Wiryastuti dan I Dewa Nyoman Wiratmaja selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Sementara Rifa Surya selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ni Putu Eka Wiryastuti dan I Dewa Nyoman langsung ditahan usai pengumuman status tersangka ini. Sementara Rifa Surya belum ditahan.
Untuk Yaya, ia sudah divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara. Yaya dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) sejumlah daerah.