Eks Dirjen Perhubungan Laut Divonis 5 Tahun Penjara

17 Mei 2018 11:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang putusan Antonius Tonny Budiono. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang putusan Antonius Tonny Budiono. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Majelis hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap mantan DirekturJenderal Perhubungan Laut pada Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono. Selain itu Tonny juga harus membayarkan uang denda sebesar Rp 300 juta subsidair 3 bulan penjara dikurangi masa penahanan.
ADVERTISEMENT
"Mengadili, menyatakan terdakwa Antonius Tonny Budiono telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua," ujar hakim ketua Syaifudin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (17/5).
Vonis tersebut dinilai lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Tonny dituntut 7 tahun penjara serta kewajiban membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidair 4 bulan kurungan penjara.
Mejelis hakim menilai Tonny telah terbukti menerima suap Rp 2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan. Suap itu diberikan kepada Tonny melalui Kartu ATM Bank Mandiri yang diberikan Adi Putra.
Suap itu diduga terkait dengan proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016, pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun Tahun Anggaran (TA) 2016 dan pekerjaan pengerukan alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas Semarang TA 2017.
Sidang perdana Adiputra Kurniawan (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang perdana Adiputra Kurniawan (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Perkara ini dimulai ketika Tonny berkenalan dengan Adi Putra pada pertengahan tahun 2015. Ketika itu, Adiputra meminta saran kepada Tonny agar bisa memenangkan tender proyek di lingkungan Ditjen Hubla.
ADVERTISEMENT
Dalam kurun waktu 2016-2017, Tonny pun disebut sering memberikan arahan kepada Adiputra sehingga perusahaannya bisa mendapatkan proyek pengerukan di beberapa tempat. Selain itu, Tonny juga memberikan izin SIKK kepada Adiputra.
Adiputra kemudian membuat beberapa rekening di Bank Mandiri dengan menggunakan KTP palsu atas nama Yongkie Goldwing dan Joko Prabowo. Ia juga disebut membuat 21 rekening atas nama Joko Prabowo dengan tujuan ATM-nya diberikan kepada anggota LSM, wartawan, preman, rekan wanita, serta pejabat pada Kemenhub, termasuk Tonny.
Kartu ATM untuk Tonny kemudian diberikan oleh Adiputra pada bulan Agustus 2016 di Kantor Kementerian Perhubungan.
Setelah pertemuan tersebut, Tonny memberikan SIKK untuk perusahaan milik Adiputra. Di antaranya proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016, pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun Tahun Anggaran (TA) 2016 dan pekerjaan pengerukan alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas Semarang TA 2017.
ADVERTISEMENT
Selama perusahaan Adiputra menggarap proyek tersebut, Tonny mendapat beberapa kali kiriman uang yang jumlahnya mencapai Rp 1,2 miliar. Kiriman uang itu antara lain pada tanggal 16 Agustus 2016 sebesar Rp 300 juta, 13 September 2016 sebesar Rp 300 juta, pada 16 Oktober 2016 sebesar Rp 300 juta dan 7 November 2016 sebesar Rp 300 juta.
Adiputra juga disebut mengirimkan uang Rp 300 juta kepada Tonny, ketika mendapatkan proyek di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Tonny juga disebut menerima sejumlah uang kiriman dari Adiputra terkait penerbitan SIKK. Di antaranya Rp 300 juta dalam penerbitan SIKK untuk PT Indominco Mandiri terkait pengerjaan pengerukan di Bontang Kalimantan Timur, Rp 300 juta dalam penerbitan SIKK untuk PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten terkait pengerjaan pengerukan di Lontar Banten, serta Rp 200 juta dalam penerbitan SIKK terkait pengerjaan di Tanjung Emas Semarang.
Sidang lanjutan Tonny Budiono  (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan Tonny Budiono (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Selain suap, Tonny juga dinilai terbukti menerima gratifikasi yang terdiri dari beberapa mata uang asing serta barang berharga. Nilai gratifikasi yang diterima Tonny lebih dari Rp 20 miliar.
ADVERTISEMENT
Gratifikasi diduga diterima ketika Tonny menjabat staf ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multi Moda dan Keselamatan pada periode 2015-2016, serta pada saat menjabat Dirjen Hubla pada tahun 2016-2017.
Perbuatan Tonny itu dinilai memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 B Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 21 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis antara lain, yang memberatkan yakni, perbuatan Tonny dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pertimbangan yang dianggap meringankan yakni, selama persidangan Tonny berlaku sopan, berterus terang, belum pernah dipidana, dan merasa bersalah.
Atas keputusan hakim tersebut, Tonny mengatakan baik dia maupun kuasa hukumnya tak akan mengajukan banding atas keputusan tersebut. "Saya menerima keputusannya," ujar Tonny.