Eks Pimpinan Kenang Revisi Kilat UU KPK: Tak Ditemui Jokowi dan Tak Diberi Draf

17 Oktober 2020 15:25 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Laode Muhamad Syarif masih ingat betul bagaimana proses kilat revisi UU KPK pada 2019 silam. Sejumlah upaya sudah dilakukan eks Wakil Ketua KPK itu tempuh untuk sekadar tahu isi revisi pun menemui jalan buntu.
ADVERTISEMENT
Revisi pun tak bisa dihentikan. Bahkan UU baru KPK yang bernomor 19 Tahun 2019 ini tepat berusia setahun sejak disahkan.
Syarif bercerita bagaimana ia dan Pimpinan KPK periode 2015-2019 lain berupaya untuk mencari tahu soal revisi ini. Sebab, ia merasa KPK sama sekali tidak pernah dilibatkan.
Salah satu upaya yang dilakukan ialah dengan menemui Presiden Jokowi.
"Kami bersurat pada presiden untuk meminta bertemu menjelaskan sikap agar KPK pada waktu itu tapi sampai diputuskannya UU KPK baru kami tak dapat kesempatan," kata Syarif dalam diskusi “Refleksi Satu Tahun Pengundangan UU KPK Baru: Menakar Putusan Akhir Uji Materi UU KPK” yang digelar ICW, Sabtu (17/10).
Laode M. Syarif saat menggelar konferensi pers terkait penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Upaya lain dilakukan dengan mencoba menemui Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly untuk bisa mendapatkan draf revisi. Namun, upaya itu pun kandas.
ADVERTISEMENT
Yasonna yang juga kader PDIP itu menyarankan KPK bersurat ke Badan Legislasi DPR untuk mendapatkan draf.
"Saya berupaya menghubungi Menkumham dan kami bertemu di kantor beliau. Kami meminta supaya diberikan draf agar kami bisa memberikan masukan tapi pada saat itu juga kami tak mendapatkan draft UU," ujarnya.
"Akhirnya kami menyurat ke DPR dan beliau berjanji waktu itu pimpinan KPK akan diundang pembahasan DPR tapi surat tak dibalas dan tidak ada satupun dari KPK diundang untuk didengarkan pendapatnya," tambahnya.
Syarif menegaskan bahwa hingga pada akhirnya revisi disahkan jadi UU, KPK tidak menerima satu surat resmi perihal itu. Baik surat dari Pemerintah maupun DPR..
"Betul-betul proses tertutup karena KPK tak mengetahui pasal mana yang diubah semuanya yang kami tahu dari media massa," katanya.
ANTARA FOTO/Wahyu Putro Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Eks Ketua KPK Agus Rahardjo pun menceritakan hal yang sama. Dia bahkan menilai pembahasan revisi UU tersebut sama seperti pembahasan Omnibus Law saat ini yang dilakukan. Pembahasan dilakukan cepat dan tertutup oleh pemerintah dan DPR tanpa mengakomodir suara-suara dari pihak lain.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau yang kami alami mirip-mirip dengan yang kemarin kejadian Omnibus kemarin jadi bagaimana kami berjuang bisa menemui para pihak yang melakukan penyusunan itu terutama pemerintah dalam hal ini presiden dan Menkumham," kata Agus.
"Itu sama sekali tak punya kesempatan jadi biasanya ada sesuatu masalah kalau kita mau konsul dengan Pak Jokowi relatif teman-teman ini mudah tapi pada waktu penyusunan UU KPK sama sekali kesempatan itu gak ada," pungkasnya.
Saat ini, UU baru KPK sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi. Agus dan Syarif beserta sejumlah mantan Pimpinan KPK menjadi penggugatnya.
Mereka meminta MK membatalkan UU baru tersebut. Sebab, proses revisi dinilai cacat formil.