news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Eks Stafsus Akui Pernah Serahkan Uang dari Pengusaha Benur ke Edhy Prabowo

24 Februari 2021 18:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri Muis (kanan) memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11).  Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri Muis (kanan) memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Sidang kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur menghadirkan saksi bernama Safri Muis. Ia merupakan mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
ADVERTISEMENT
Saat bersaksi, Safri mengaku pernah menyerahkan titipan uang dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP), Suharjito, kepada Edhy. Suharjito merupakan pengusaha yang mendapatkan izin ekspor benur di KKP.
"Saat itu saya bertemu dengan Pak Agus dan Suharjito, saat itu Pak Suharjito menitipkan uang tapi jumlahnya saya tidak tahu. Dia katakan 'titip saja'," kata Safri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/2), seperti dikutip dari Antara. Safri bersaksi melalui "video conference" untuk Suharjito yang didakwa menyuap Edhy senilai Rp 2,14 miliar.
Safri tak tahu jumlah uang yang dititipkan Suharjito untuk Edhy. Ia hanya menyerahkan uang titipan tersebut kepada sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
"Saya tidak tahu jumlahnya lalu saya serahkan kepada Amiril," kata Safri.
Tersangka pihak swasta Amiril Mukminin usai ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan kasus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Safri menyerahkan titipan tersebut setelah bertemu Amiril di depan ruangan kerjanya. Ketika itu, Amiril bertanya apakah ada titipan tidak.
ADVERTISEMENT
"Saya jawab 'Oh ada', langsung saya kasihkan," jawab Safri.
Safri mengaku percaya memberikan uang kepada Amiril karena posisinya sebagai sekretaris pribadi Edhy.
"Saya pikir Amiril sudah tahu, jadi ya sudah saya kasih saja, karena beliau (Suharjito) temannya Pak Menteri ya saya ambil langsung saya sampaikan ke Amiril," ungkap Safri.
"Kalau Amiril bukan sespri Menteri apakah Saudara akan menyerahkan uang itu?" tanya jaksa.
"Tidak," jawab Safri.
"Jadi Saudara menyerahkan uang karena Amiril sespri menteri? melihat jabatan menteri?" tanya jaksa.
"Iya, dan juga karena dia nanya titipan, jadi saya kasih," jawab Safri.
Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Safri mengaku semua uang dari Suharjito sudah diberikan ke Amiril. Selain itu, Safri mengaku pernah menerima SGD 26 ribu dari Suharjito dan Agus.
ADVERTISEMENT
"Ada pertemuan kedua di kantor, Suharjito langsung kasih uang 26 ribu Singapura. Uang itu diberikan saya pikir karena usaha lobsternya sudah lancar jadi hanya ngasih saja ke saya," kata Safri yang menyimpan uang tersebut dan tak diberikan ke Amiril.
Adapun dalam dakwaan disebutkan pada 16 Juni 2020 di Kantor KKP lantai 16, Suharjito dan Agus Kurniyawanto bertemu Safri dengan maksud agar izin budidaya benih lobster PT DPPP dipercepat penerbitannya.
Mantan menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo (tengah) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/1/2021). Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
Dalam pertemuan itu, Suharjito menyerahkan uang kepada Safri sejumlah USD 77 ribu sambil mengatakan "Ini titipan buat Menteri". Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Amiril Mukminin untuk disampaikan kepada Edhy Prabowo.
Selanjutnya pada 8 Oktober 2020 di ruang kerja Safri untuk memenuhi kekurangan uang komitmen terkait perizinan budidaya dan ekspor BBL PT DPPP, Suharjito dan Agus Kurniyawanto memberikan uang sejumlah USD 26.000 kepada Safri.
ADVERTISEMENT

KKP Dapat Jatah Rp 1.500 per Ekor Benur

Dalam kesaksiannya, Safri turut mengungkap jatah KKP sebesar Rp 1.500 per ekor benih lobster yang diekspor. Hal itu diketahui berdasarkan keterangan mantan stafsus Edhy lainnya, Andreau Pribadi.
"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara mengatakan 'Saya tidak tahu jasa kargo ekspor BBL (Benih Bening Lobster) tapi saya tahu dari Andreau bahwa biaya ekspor adalah Rp 1.800 per ekor berdasarkan kesepakatan KKP dengan perusahaan 'forwarder' yaitu PT ACK, di mana KKP mendapat Rp 1.500 per ekor dan PT ACK mendapat Rp 300 per ekor', keterangan ini benar?" tanya jaksa KPK.
"Saya tidak ingat, tapi kalau keterangan BAP saya tetap," jawab Safri.
Tersangka Staf Khusus Menteri KKP Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misata tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/1/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Jaksa pun mencecar siapa yang sebenarnya menerima jatah tersebut. Namun Safri mengaku tidak ingat.
ADVERTISEMENT
"Bagian-bagian itu saya tahu dari Andreau dan dia tidak menjelaskan tapi persetujuan bahwa eksportir sudah setuju dengan menggunakan PT AC," kata Safri.
Sementara berdasarkan surat dakwaan, Edhy diduga membeli bendera perusahaan PT. Aero Citra Kargo (ACK) milik Siswadhi Pranoto Loe melalui Amiril Mukminin.
Amiril Mukminin lalu mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dalam struktur PT ACK.
PT ACK lalu bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI). PT. PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp 350 per ekor benur dan PT. ACK menetapkan biaya sebesar Rp 1.450 per ekor benur. Sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor benur sebesar Rp 1.800 per ekor benur.
Ilustrasi benih lobster. Foto: dok. KKP
Biaya itu diterima PT. ACK dan dibagi seolah-olah dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham sesuai prosentase kepemilikan sahamnya, yaitu Nursan 41,65 persen, Amri 40,65 persen dan Yudi Surya Atmaja 16,7 persen serta PT. Detrans Interkargo sebanyak 1 persen.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan, Nursan meninggal dunia. Sehingga namanya diganti Achmad Bachtiar selaku representasi Edhy Prabowo.
Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli-November 2020 membagikan uang yang diterima perusahaan-perusahaan eksportir lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai dividen yaitu kepada Achmad Bachtian senilai Rp 12,31 miliar, Amri senilai Rp 12,31 miliar, dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp 5,04 miliar.
Uang dari biaya operasional itu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy.