Epidemiolog Ingatkan Pejabat yang Ikut Terapi Sel Dendritik: Kampanye Negatif

1 Agustus 2021 14:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
ADVERTISEMENT
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengingatkan para pejabat yang mengikuti terapi sel dendritik. Menurut dia, sebelum ada kejelasan terkait kelanjutan uji klinis dan pengawasannya, pemakaian terapi besutan eks Menkes Terawan itu akan jadi kampanye negatif bagi publik.
ADVERTISEMENT
Dicky menekankan setiap produk kesehatan harus melewati tahapan-tahapan ilmiah tanpa kecuali. Baik obat, vaksin, alat kesehatan, memiliki kriteria selesai uji klinis yang kemudian harus dipublikasikan lewat jurnal ilmiah, ditinjau rekan sejawat, serta tidak berbasis klaim-klaim maupun testimoni.
“Mau testimoni banyak kalau tidak ada riset jurnal yang direview itu tidak memenuhi kriteria. Itu bahaya ketika belum terpenuhi kemudian dikonsumsi publik, apalagi ini tokoh-tokoh masyarakat atau pejabat publik,” kata Dicky kepada kumparan, Minggu (1/8).
“Ini akan memberikan pendidikan yang buruk ke publik, sebetulnya ke dunia juga. Kita punya prosedur itu banyak, tapi kok terkesan tidak mematuhi. Ini kan jadi kampanye negatif,” imbuh dia.
Baru-baru ini, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengikuti terapi sel dendritik pada Jumat (30/7) lalu langsung dari Terawan Agus Putranto. Moeldoko mengumumkan langsung melalui akun Instagramnya.
Menkes Budi Gunadi Sadikin memperlihatkan vaksin COVID-19 Astrazeneca saat vaksinasi kepada kyai Nahdlatul Ulama (NU) di Kantor PWNU Jatim di Surabaya. Foto: Moch Asim/Antara Foto
Hal ini kemudian menuai sorotan dari sejumlah pihak. Musababnya hingga ini kini, belum ada kejelasan karena tak dapat izin lanjut uji klinis oleh BPOM.
ADVERTISEMENT
Setelah tak mendapat restu BPOM, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf AD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik pada Senin (19/4). MoU ini menyepakati penelitian berbasis sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto untuk pengobatan COVID-19, bukan lanjutan uji klinis fase II.
Penelitian juga bersifat autologus. Artinya, penelitian hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.
Sehingga, Moeldoko memang bisa saja disuntik vaksin Nusantara sebagai pasien yang menerima perawatan COVID-19. Kendati demikian, Dicky berpendapat tetap harus ada penjelasan yang terbuka kepada publik bagaimana pengawasan dan pengaturan terkait hal itu.
Infografik serba-serbi vaksin Nusantara Terawan. Foto: kumparan
Di sisi lain, Dicky mengaku tak heran dengan keputusan Moeldoko. Ia hanya berharap, masyarakat bisa menilai sendiri mana yang baik dilakukan atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Memang ini kan kita ini masih satu negara yang memang dari awal pandemi, kenapa kita terseok-seok, itu karena ada sikap sebagian pejabat kita yang menentang di awal-awal, meremehkan, termakan teori konspirasi, dan itu masih tersisa-sisa. Nah satu hal ini, maksud saya berdampak pada pandemi kita yang belum dalam kategori terkendali,” ujar dia.