Es Menutup Permukaan Tanah di Dieng Saat Puncak Kemarau

6 Juli 2018 11:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng. (Foto: Twitter @Sutopo Purwo Nugroho ‏)
zoom-in-whitePerbesar
Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng. (Foto: Twitter @Sutopo Purwo Nugroho ‏)
ADVERTISEMENT
Puncak musim kemarau di Indonesia menyebabkan fenomena cuaca yang unik. Di pagi atau malam hari, suhu justru cenderung turun. Di Bandung, Jabar misalnya, di malam dan pagi hari suhu bisa mencapai 15 derajat celcius.
ADVERTISEMENT
Di selatan khatulistiwa, di beberapa provinsi memang mengalami penurunan suhu ketika puncak musim kemarau, Juli hingga Agustus. Dan salah satu daerah yang bahkan di pagi hari sampai muncul embun es, yakni kawasan dataran tinggi Dieng, Jateng.
"Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng. Fenomena dinginnya cuaca saat ini adalah normal saat kemarau. Cuaca cerah siang hari menyebabkan potensi terjadinya hujan menjadi minim. Angin dominan dari Australia bersifat kering," kata Kepala Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya, Jumat (6/7).
Sutopo merujuk kepada informasi dari BMKG, menurut dia, beberapa daerah terutama di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara saat ini mengalami cuaca dingin. Di Kota Malang cuaca malam hari mencapai 18 derajat celcius.
ADVERTISEMENT
Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng. (Foto: Twitter @Sutopo Purwo Nugroho ‏)
zoom-in-whitePerbesar
Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng. (Foto: Twitter @Sutopo Purwo Nugroho ‏)
"Menurut BMKG ini adalah fenomena normal saat musim kemarau. Saat musim kemarau terjadi perbedaan suhu yang kontras pada siang dan malam. Pada siang penguapan tinggi tapi sifatnya kering dan tidak terbentuk awan. Angin datang dari Australia ke Asia sifatnya kering. Angin yang datang tak membawa uap air. Jadi, potensi pertumbuhan awan pemicu hujan semakin kecil," terang dia.
"Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah perbedaan suhu siang dan malam yang lebih besar dari biasanya," tambahnya lagi.
Karena itu, konsekuensi dari cuaca seperti ini, saat siang yang cerah, bumi akan menerima radiasi panas matahari lebih banyak sehinga suhu terasa lebih tinggi. Warga akan merasa gerah.
"Sebaliknya, karena tak ada awan, bumi akan lebih cepat melepaskan panas yang diterima ke atmosfer saat malam," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Kembali ke soal es di Dieng yang terjadi saat puncak musim kemarau, Sutopo menambahkan, hal itu membuat petani mengalami kerugian.
"Adanya embun es di tanaman kentang merugikan petani karena kentang sering menjadi busuk," kata Sutopo.
Seiring dengan turunnya embun es, kawasan Dieng di Juli-Agustus biasanya ramai wisatawan. Festival Dieng juga digelar di bulan-bulan ini.
Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng. (Foto: Twitter @Sutopo Purwo Nugroho ‏)
zoom-in-whitePerbesar
Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di Pegunungan Dieng. (Foto: Twitter @Sutopo Purwo Nugroho ‏)