Menteri Kabinet Indonesia Maju, Foto Bersama

Evaluasi 100 Hari, Bagi-bagi Kursi ala Presiden Jokowi

30 Januari 2020 11:47 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo bersiap foto bersama dengan Kabinet Indonesia Maju di beranda Istana Merdeka, Jakarta.  Foto:  ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo bersiap foto bersama dengan Kabinet Indonesia Maju di beranda Istana Merdeka, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Kerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin menginjak usia 100 hari sejak keduanya dilantik dalam sidang paripurna Minggu, 20 Oktober 2019. Hanya selang sehari, Jokowi mulai memperkenalkan para menterinya kepada publik. Dua hari kemudian, tepatnya, Rabu, 23 Oktober 2019, Jokowi resmi melantik 38 pembantunya yang kemudian diberi nama Kabinet Indonesia Maju.
ADVERTISEMENT
38 nama yang duduk di kursi kabinet bukanlah nama-nama asing. Melihat komposisi di kabinet, tentu publik tidak kaget namun tak sedikit yang kecewa. Sebab, Kabinet Indonesia Maju didominasi oleh kader dari parpol yang mendukung dan membantu pemenangan Jokowi-Ma’ruf serta tokoh profesional yang tergabung dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019.
Dari 38 nama Menteri Jokowi, sebanyak 23 orang merupakan kader parpol pendukung dan pernah menjadi bagian TKN atau relawan saat pilpres.
Sebagai partai pemenang pemilu dan partai asal sang Presiden, PDIP, mendapat jatah terbanyak. Sejak awal, pembagian jatah kursi menteri bagi parpol pendukung Jokowi memang berdasarkan raihan kursi di DPR. PDIP yang mendapat suara dan kursi terbanyak di Senayan sejak lama sudah sering “bersuara” soal mendapat jatah menteri terbanyak.
ADVERTISEMENT
“Porsi paling banyak, wajarlah sebagai partai pemenang dan pendukung,” ujar politikus PDIP Andreas Pareira, Sabtu, 10 Oktober 2019.
Sebenarnya, saat Kongres PDIP di Bali, 2 bulan sebelum pengumuman kabinet, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah “memperingatkan” Jokowi agar partainya mendapat kursi terbanyak.
"Ini di dalam Kongres partai, Presiden, saya minta dengan hormat bahwa PDIP akan masuk dalam kabinet dengan jumlah menteri terbanyak," ucap Megawati di Bali, Kamis (8/8).
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Ma'ruf Amin berfoto bersama jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik dengan didampingi istri dan suami mereka di Istana Merdeka, Jakarta Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Permintaan ini kemudian dipenuhi Jokowi. Setidaknya ada 5 kadernya yang menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju: Yasonna Laoly sebagai Menkumham, Tjahjo Kumolo sebagai Menteri PAN-RB, Juliari Batubara sebagai Menteri Sosial, Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet. Jangan lupa, PDIP juga mendapat kursi Wamen. Kader PDIP, Wempi Wetipo didaulat menjadi Wamen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
ADVERTISEMENT
Golkar menjadi partai yang mendapat jatah kabinet terbanyak kedua. Mengingat, Golkar meraih jumlah kursi terbanyak kedua di DPR. Kader Golkar yang jadi Menteri yaitu Airlangga Hartarto sebagai Menko Perekonomian, Agus Gumiwang sebagai Menperin, Zainuddin Amali sebagai Menpora, dan Jerry Sambuaga sebagai Wamendag.
PKB berada di urutan selanjutnya dengan menempatkan 3 kadernya. Yaitu, Abdul Halim Iskadar yang merupakan kakak Muhaimin Iskandar sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ida Fauziyah sebagai Menaker dan Agus Suparmanto sebagai Mendag. NasDem juga mendapat 3 jatah Menteri dari Jokowi.
Meski tak lagi mendapat kursi Jaksa Agung, NasDem kali ini mendapat Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo), Menkominfo (Johnny G Plate). Satu kursi lagi milik Siti Nurbaya Bakar yang dipertahankan Jokowi sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
ADVERTISEMENT
Parpol pendukung Jokowi dengan jumlah kursi paling kecil, PPP, mendapat satu kursi yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas yang diduduki sang Plt Ketum Suharso Monoarfa. Jumlah ini lebih kecil dari kompetitor utama barisan pendukung Jokowi di Pilpres 2019, Gerindra.
Kejutan sejak sepekan sebelum pengumuman kabinet adalah kencangnya kabar Prabowo Subianto akan menjadi salah satu Menteri Jokowi. Masuknya Prabowo dalam koalisi Jokowi seperti puncak dari berbagai safari rekonsiliasi yang dilakukan Prabowo serta Gerindra kepada Jokowi dan parpol pendukungnya.
Sejumlah menteri kabinet indonesia maju mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Toh, safari ini berbuah manis. Gerindra dapat dua kursi Menteri: Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Meski mengklaim jatah profesional di kabinetnya lebih banyak dibandingkan jatah parpol, toh, tokoh non-partai yang menduduki kursi kabinet adalah mereka yang terlibat aktif dalam pemenangan Jokowi sebagai presiden.
ADVERTISEMENT
Baik yang secara resmi masuk TKN, berstatus sebagai relawan, hingga mereka yang selama kampanye berstatus Menteri tapi cuti demi ikut kampanye. Dari 22 tokoh profesional, ada 10 tokoh yang ikut aktif dalam pemenangan Jokowi.
Dimulai dari Erick Thohir yang saat kampanye pilpres merupakan Ketua TKN. Saat pengumuman anggota Kabinet Indonesia Maju, Erick terpilih menjadi Menteri BUMN. Kemudian, Moeldoko yang didaulat menjadi Kepala KSP. Saat kampanye, Moeldoko merupakan Wakil Ketua TKN.
Ada pula Bahlil Lahadalia yang menjadi Kepala BKPM. Di masa kampanye, ia merupakan Direktur Penggalangan Pemilih Muda TKN Jokowi-Ma’ruf. Kemudian, ada nama Luhut Pandjaitan yang menjadi Menko Maritim dan Investasi, serta Menag Fachrul Razi. Keduanya aktif dalam kelompok relawan pemenangan Jokowi, Bravo V. Luhut juga merupakan pembina dari kelompok relawan Cakra 19.
100 Hari Jokowi. Foto: Argy Pradypta/kumparan
Lalu, ada Pratikno serta Teten Masduki yang memang terlibat dalam upaya pemenangan baik di Pilpres 2014 maupun 2019. Pratikno sering kali menjadi jembatan bagi Jokowi untuk urusan-urusan penting, baik ke parpol maupun dalam pemilihan kabinet. Sementara Teten, meski tidak masuk struktur timses menggarap Jawa Barat serta sejumlah kelompok relawan.
ADVERTISEMENT
Ada pula sederet menteri yang meski tidak tergabung dalam timses tapi mendukung Jokowi. Mereka biasanya ikut dalam acara relawan di hari libur. Menteri memang dilarang ikut kampanye kecuali sedang libur atau cuti. Deretan Menteri itu misalnya Budi Karya Sumadi, Retno Marsudi, atau Basuki Hadimuljono. Adapula yang mendukung dalam senyap dan ikut membantu seperti Wishnutama atau Sri Mulyani.
Ketika mengumumkan jajaran kabinetnya, Jokowi menegaskan menteri-menterinya dipilih atas alasan kompetensi serta pengalaman. Saat itu, Jokowi menjelaskan satu per satu alasannya memilih para menterinya.
Silaturahmi TKN dan TKD Jokowi-Ma'ruf di Istana Bogor. Foto: Dok. Istimewa
“Menteri-menteri jaminan kompak. Saya melihat cepat mengeksekusi kalau ada keadaan mendesak. Tapi juga memiliki kerja lapangan yang baik, saya ingin yang konkret-konkret saja,” ujar Jokowi.
Wantimpres dan Staf Khusus
Suasana jelang pelantikan 9 Anggota Wantimpres di Istana Negara. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
Politik akomodasi tak hanya diterapkan Jokowi saat menyusun kabinetnya. Dalam pemilihan staf khusus, kecuali staf khusus milenial, Jokowi menempatkan beberapa kader parpol pendukungnya yang tak lolos ke Senayan. Misalnya, Ketum PKPI Diaz Hendropriyono serta kader PSI Dini Purwono. Selain itu, ada pula Fadjroel Rahman yang merupakan stafsus bidang komunikasi alias jubir.
ADVERTISEMENT
Saat kampanye pilpres, Fadjroel merupakan salah satu relawan Jokowi. Sementara itu, ada pula politikus PDIP Arif Budimanta. Koordinator stafsus dipegang oleh Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana yang sudah sejak 2014 menjadi stafsus Presiden. Satu orang lagi adalah Sukardi Rinakit. Ari dan Sukardi sudah terlibat dalam pemenangan Jokowi sejak 2014.
Publik mungkin sudah tak terkejut ketika Wantimpres Jokowi periode 2019-2024 juga diisi oleh wajah-wajah yang aktif selama kampanye pilpres. Dari 9 anggota, tercatat ada tiga orang asal parpol pendukung Jokowi yang masuk jajaran wantimpres. Yaitu, politikus senior PDIP Sidharto Danusubroto, Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono serta Waketum PPP Mardiono.
Kader Demokrat yang sejak awal pilpres mendukung Jokowi, Soekarwo, juga menjadi anggota Wantimpres. Soekarwo yang berseberangan dengan partainya juga sudah menanggalkan jabatannya sebagai Ketua DPD Demokrat Jatim usai dipilih menjadi komisioner salah satu BUMN. Sementara itu, anggota Wantimpres lain yang aktif membantu pemenangan Jokowi adalah Putri Kuswisnu Wardani yang tergabung dalam kelompok relawan sejak pilpres 2014.
ADVERTISEMENT
Adapula Habib Luthfi bin Yahya merupakan salah satu tokoh agama yang selama pilpres juga terbuka mendukung Jokowi. Arifin Panigoro yang menjadi Wantimpres juga tergabung dalam Pengusaha Pekerja Jokowi (Kerjo) selama kampanye Pilpres 2019.
Para staf khusus usai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Senin (2/12). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Jubir Jokowi, Fadjroel Rahman, membantah tudingan bagi-bagi kursi dalam membentuk kabinet serta pemilihan Wantimpres dan stafsus. Menurut dia, baik Menteri, stafsus atau Wantimpres yang dipilih adalah mereka yang dianggap kompeten dalam membangun Indonesia.
“Pak Prabowo adalah kompetitor politik di masa pilpres dan sebagian besar mereka di kubu tersebut juga ikut pemerintahan ini. Semua orang siapa pun terlibat membangun visi, misi dan program kerja. Enggak boleh ada seorang pun tertinggal,” ujar Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (29/1).
ADVERTISEMENT
Urusan bagi-bagi kursi tak berhenti hanya pada posisi di kabinet, tapi juga merambah jabatan-jabatan penting di banyak perusahaan negara di bawah BUMN. Mulai dari komisaris maupun direksi.
Relawan dan simpatisan pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin menghadiri Konser Putih Bersatu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (13/4). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya menilai bukan tanpa alasan Jokowi menerapkan politik akomodatif dalam penyusunan kabinet serta lingkaran terdekatnya. Menurut Yunarto, Jokowi memiliki ambisi besar terkait perbaikan kondisi ekonomi Indonesia agar bisa bersaing di tengah percaturan global.
Namun, selama lima tahun ini, ternyata masih ada segudang masalah yang menghambat pertumbuhan ekonomi RI. Mulai dari perizinan, aturan, birokrasi, hingga masalah tenaga kerja. Yunarto menyebut Jokowi berambisi membereskan segudang masalah ini dalam waktu cepat dan solusi yang diinginkan Jokowi adalah dengan melahirkan Omnibus Law.
ADVERTISEMENT
"Skala prioritas Jokowi adalah Omnibus Law, dibutuhkan sebuah UU Sapu Jagad untuk mewujudkan ambisi besar tadi," ujar Yunarto kepada kumparan.
Untuk memuluskan Omnibus Law agar disahkan dalam waktu cepat, menurut Yunarto, Jokowi menyadari dibutuhkan kesepakatan politik dengan DPR.
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama sejumlah ketua umum partai politik pengusung menggelar konferensi pers di Plataran Menteng. Foto: Fanny Kusumawadhani/kumparan
"Akhirnya ada beberapa hal yang dikompromikan, kompromi politik dengan orang-orang partai terwujud dalam penyusunan kabinet dan lingkaran dalam Presiden. Mau tidak mau, ini kompensasi yang harus diberikan," tutur dia.
Namun, Yunarto menduga politik akomodatif ini tidak akan berlangsung lama. Ia memprediksi setelah Omnibus Law disahkan, bukan tidak mungkin Jokowi akan mengubah gaya politiknya dari akomodatif menjadi evaluatif.
"Jokowi mungkin akan lebih berani untuk mereshuffle, mengganti menteri-menteri dengan mereka yang mumpuni dan membentuk dream team. Yang penting, produk politik sudah dicapai," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten