Fadli Zon Soroti Indeks Demokrasi Indonesia Anjlok Sejak 14 Tahun Lalu

9 Februari 2021 13:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fadli Zon saat menghadiri peluncuran buku di pressroom DPR, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Fadli Zon saat menghadiri peluncuran buku di pressroom DPR, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, menyoroti indeks demokrasi Indonesia yang turun. Hal itu terungkap dalam data yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU).
ADVERTISEMENT
Dalam laporan terbaru, Indonesia mendapatkan skor terburuk dalam 14 tahun terakhir. Bahkan, indeks demokrasi Indonesia terus berada di bawah Timor Leste. Fadli menyebut hasil ini bukan berita yang menyenangkan.
"Ada lima indikator yang digunakan EIU untuk menentukan indeks demokrasi suatu negara, antara lain proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil," ungkap Fadli dalam utasnya di akun Twitter pribadi, dikutip Selasa (9/2).
Fadli mengatakan, berdasarkan indikator tersebut, EIU mengklasifikasikan 167 negara dalam empat kategori, yaitu demokrasi penuh, demokrasi cacat, rezim hibrida, dan rezim otoriter.
"Dari indikator-indikator tadi, Indonesia mendapatkan skor 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme, skor 7,50 untuk fungsi dan kinerja pemerintah, skor 6,11 untuk partisipasi politik, skor 4,38 untuk budaya politik, dan skor 5,59 untuk kebebasan sipil," ungkapnya lagi.
Ilustrasi perhitungan suara pemilu. Foto: AFP/Bas Ismoyo
Ia menyebut skor yang diperoleh Indonesia tahun 2020 merupakan yang terendah dalam 14 tahun terakhir. Dengan skor tersebut, Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, skor indeks demokrasi dunia rata-rata mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena pandemi virus corona. Rata-rata skor indeks demokrasi dunia tahun turun dari rerata tahun sebelumnya di angka 5,44.
"Angka 5,37 ini juga tercatat sebagai rata-rata skor terendah sejak EIU pertama kali merilis laporan tahunannya pada 2006 silam. Namun, turunnya skor kita ke angka paling rendah sepanjang sejarah tentunya bukanlah sesuatu yang pantas dimaklumi," tegasnya.
Menurut Fadli, turunnya indeks demokrasi menjadi hal buruk. Sebab makin lemahnya demokrasi, biasanya akan berbanding lurus dengan makin tingginya angka korupsi.
"Padahal praktik korupsi diketahui bisa kian memperburuk dampak pandemi. Sayangnya, situasi buruk itulah yang kini sedang berlangsung di Indonesia," tuturnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ia menjelaskan, jika merujuk pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020, Indonesia dianggap mengalami kemunduran dalam gerakan antikorupsi. Dari 180 negara yang disurvei, posisi Indonesia anjlok hingga 17 peringkat, dari sebelumnya berada di posisi ke-85 (2019), menjadi peringkat ke-102 (2020). Indonesia bahkan hanya mampu mencetak skor 37 poin, jauh di bawah rata-rata global yg mencapai 43 poin.
ADVERTISEMENT
Sementara secara global, level pemberantasan korupsi Indonesia saat ini hanya setara dengan negara Gambia, dan jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara lain, seperti Singapura (85 poin), Brunei Darussalam (60 poin), atau Malaysia (51 poin).
"Selama satu dekade terakhir, skor Indonesia juga tak pernah beranjak dari kisaran 30-an poin. Kita, sekali lagi, bahkan kalah dari Timor Leste (40 poin). Ini, selain memprihatinkan, juga sangat memalukan," kata dia.
"Turunnya Indeks Demokrasi dan anjloknya Indeks Persepsi Korupsi secara bersamaan adalah sebuah kabar buruk," tegasnya lagi.
Lebih lanjut, Fadli menyoroti gagalnya negara memberikan respons yang tepat mengatasi pandemi. Ditambah lagi kasus korupsi yang dilakukan selama masa pandemi, khususnya dalam pengadaan bantuan untuk masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Bukti-bukti mengenai hal ini saya kira sudah tersedia di depan mata. Menurut Survei TI, Selandia Baru, yang sering dipuji sebagai teladan dalam penanganan pandemi COVID-19, terbukti merupakan negara paling bersih dari korupsi sepanjang 2020. Di sisi lain, selama periode pandemi ini kita justru terus-menerus disuguhi oleh kasus-kasus korupsi besar, mulai dari kasus Jiwasraya @Jiwasraya, Asabri, BPJS Ketenagakerjaan @BPJSTKinfo, hingga korupsi dana bansos," ungkapnya.
Tersangka Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso (kiri) dan pihak swasta Harry Sidabuke (kedua kanan) saat rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bansos penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/2). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Fadli pun prihatin kasus korupsi yang terjadi saat ini berhubungan dengan sistem jaminan sosial dan kesehatan, yang merupakan dua pilar penting yang menentukan keberhasilan Indonesia dalam mengatasi pandemi dan memulihkan diri dari krisis.
"Makanya saya tak heran melihat situasi kita saat ini cenderung terus memburuk. Saat tren penambahan kasus dan kematian akibat pandemi secara global mulai turun, Indonesia justru mengalami anomali dengan mengalami peningkatan jumlah kasus dan kematian akibat COVID-19," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data WHO, penambahan kasus corona di Indonesia dalam seminggu terakhir berada di peringkat ke-7 tertinggi di dunia. Sementara penambahan kematian dalam sepekan terakhir berada di peringkat ke-11 dunia.
Update corona di Indonesia, per 8 Februari 2021. Foto: Kemkes RI
Di Asia, Indonesia kini menjadi negara dengan penambahan kasus dan kematian terbanyak, yang sebelumnya ditempati India.
"Ditemukannya vaksin juga tak akan memberi banyak kemajuan. Sebab, menurut data Bloomberg, Indonesia diprediksi akan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk bisa menuntaskan program vaksinasi COVID-19. Proyeksi ini jauh di atas rata-rata dunia yang hanya membutuhkan tujuh tahun untuk bisa menyelesaikan vaksinasi. Lambannya birokrasi, buruknya manajemen krisis, serta adanya praktik korupsi dalam bidang kesehatan dan sosial akan memperburuk hal itu," tegasnya lagi.
"Jadi jika ada yang menganggap remeh turunnya Indeks Demokrasi serta anjloknya Indeks Persepsi Korupsi, mereka pastilah tidak menyadari dampak turunnya hal-hal tadi bagi masa depan kita dalam mengatasi pandemi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT