Faktor Penyebab Perceraian saat Corona: 58% Berseteru, 26% Ekonomi, 1,2% KDRT

3 September 2020 14:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perceraian Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perceraian Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Angka kasus perceraian selama pandemi virus corona 6 bulan terakhir ini mencapai 207.665 gugatan. Berdasarkan data Ditjen Badan Pengadilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perceraian bisa terjadi, termasuk saat pandemi virus corona.
ADVERTISEMENT
Mayoritas penyebab perceraian pada 2020 karena pertengkaran dan perseteruan suami-istri, dengan persentase 58 persen. Kemudian diikuti masalah ekonomi sebesar 26 persen. Sementara masalah KDRT terbilang cukup rendah hanya 1,2 persen.
Dibandingkan dengan data di 2019, faktor-faktor penyebab perceraian juga hampir sama angkanya. Sebanyak 55 persen karena pertengkaran, 27 persen masalah ekonomi, dan 1,3 persen KDRT.
Persentase faktor penyebab perceraian di 2019 dan 2020. Foto: Ditjen Badan Pengadilan Agama Mahkamah Agung
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Muharam Muzakir, mengatakan, data-data yang disampaikan Badilag MA itu menunjukkan bahwa masalah ekonomi yang kerap dianggap sebagai penyebab utama perceraian tidak sepenuhnya betul.
"Dari sekian banyak faktor itu 58 persen karena pertengkaran, ini yang harus diperhatikan, siapa dan apa yang dipertengkarkan, yang menjadi penyebab perceraian. Sementara ekonomi hanya 26 persen dan KDRT memukul 1,2 persen," jelas Muharam dalam webinar Masalah dan Solusi Perceraian Di Indonesia yang diadakan MUI, Kamis (3/8).
ADVERTISEMENT
"Sehingga belum tentu persoalan perceraian karena ekonomi, melainkan persoalan lainnya yang bukan terkait ekonomi. Kalau ekonomi sangat memprihatinkan, lihat orang tua kita dulu kok hidupnya begitu kuat, perkawinannya sampai akhir hayat, jadi ekonomi bukan yang terpenting, " imbuhnya.
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
Muharam mengatakan, permasalahan pertengkaran dan perseteruan suami-istri bisa terjadi karena masalah perasaan yang tidak cocok. Menurutnya, masalah menata perasaan ini yang harus diperhatikan sebelum adanya pernikahan.
"Pembinaan yang paling jitu adalah menata hati dan perasaan, baik dari calon mempelainya maupun keluarga. Ini manajemen kalbu sangat penting. Meskipun pasangan itu digunjingin, tapi mereka tetap sayang, keinginan bercerai bisa terhindar," terang Muharam.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pentingnya peran serta dari jajaran petugas KUA, penghulu, ustaz, tokoh agama dalam memberi segala bimbingan ke calon mempelai sebelum adanya pernikahan.
ADVERTISEMENT
"Upaya kita, kepala KUA dan penghulu, tokoh agama pada saat akan pernikahan, sebelum melakukan pencatatan secara resmi dan calon memperlai menghadapi nikah, memberi pandangan ke mereka agar merasakan maksud nikah, mau dibawa ke mana pernikahan, apa yang diberikan suami ke istri dan istri ke suami, apa yang diberikan apabila punya keturunan. Ini yang harus dilakukan di penyuluhan pembimbingan," pungkasnya.
----------------------------------
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona