Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Muhammad Farhan, menjadi salah satu pesohor yang lolos menjadi anggota DPR RI. Pria kelahiran Bogor, 25 Februari 1970 itu, berhasil di kali pertama ikut nyaleg.
Farhan lolos dari Dapil I Jawa Barat sebagai caleg dari Partai NasDem. Dia diperkirakan meraih sekitar 45 ribu suara. Jumlah suara itu membuat Farhan berhasil mengungguli artis lain. Seperti Giring Ganesha, Choky Sitohang, Kirana Larasati, hingga Citra Scholastika.
Terjun ke dunia politik selama dua tahun sejak 2017, Farhan merasa sudah punya cukup modal. Apalagi, dia juga pernah menjadi salah satu bakal calon wali kota Bandung dari PDIP pada 2017.
Di dunia hiburan, sederet program televisi pernah dia pandu. Mulai dari Extravaganza, Ini Talkshow, hingga Om Farhan. Sementara di layar lebar, Farhan juga pernah memainkan sejumlah peran. Sebut saja, sebagai ayah Milea di film “Dilan 1990”. Lalu peran lain di ‘Jakarta Undercover’ dan “Trinity the Nekad Traveler,
Setelah bertahun-tahun menyelami dunia hiburan, Farhan pun memilih terjun ke politik sebagai caleg. Bagaimana kisah selengkapnya?
Simak dalam wawancara dengan kumparan di Jalan Belimbing 13, Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/5).
Kapan Anda mulai kampanye?
Saya sih kalau kampanye untuk diri saya sendiri yang memang tujuannya berpolitik itu sudah sejak tahun 2017. Tepatnya 6 juni 2017 ketika saya mendaftarkan diri ke PDIP untuk menjadi bakal calon wali kota. Itu sudah mulai menjual diri.
Mulailah saya memperkenalkan diri, tapi tentu sebelumnya ada dulu mengembalikan saya ke Bandung. Karena gini, tahun 95 saya lulus kuliah, saya nguriling heula (keliling dulu) mengembara.
Kan baru balik lagi bekerja dan berkarya di Bandung tahun 2009. Kerja sebagai Direktur Persib, tapi kan Direktur Persib terbatas pada ngurusin Persib. Saya tidak tahu bagaimana karakteristik dari masyarakat bandung. Saat sekarang setelah memasuki era milenium
Kemudian bagaimana konstelasinya? bagaimana melihat kebangkitan PKS diawali oleh kemenangan Pak Aher (Ahmad Heryawan). Kemudian lahirlah orang-orang seperti Ridwan Kamil.
Saya kan enggak tahu, enggak mengikuti perkembangan. Jadi saya belajar lagi dari tahun 2009 di-Bandungkeun deui sampai tahun 2016, saya belajar menjadi orang Bandung.
Setelah teman-teman berpikir bahwa 'maneh sudah cukup Bandung’. Okelah maju. Kemudian di tahun 2017, kita ramai-ramai mengajukan diri sebagai seorang politikus. Mendaftar ke PDIP.
Sebagai caleg, apa saja yang ditawarkan dan bagaimana model pendekatannya?
Yang paling pertama saya lakukan adalah menjadi bagian dulu dari tim kampanye Ridwan Kamil. Itu yang paling pertama, bulan Januari 2018. Saya salaman dengan Ridwan Kamil dan saya menjadi tim kampanye dia. Resmi saya mempunyai beberapa area yang saya harus kuasai.
Berdasarkan jaringan-jaringan itulah maka saya membuat beberapa pola interaktif. Pola-pola interaksi yang kita lakukan adalah mulai dari terlibat dalam kegiatan masyarakat seperti senam ibu-ibu, harus itu. Kemudian senam lansia, men-support pelaksanaan Posyandu dan Poswindu.
Juga terlibat dalam kegiatan kerohanian masyarakat. Seperti pengajian, salawatan malam Jumat Kliwon, salawatan Maulud, dan salawatan Isra Mi'raj. itu bagian dari berbagai macam kegiatan.
Kemudian, ada beberapalah yang kami bantu untuk perbaikan infrastruktur. Jadi, memperbaiki jalan yang rusak, seperti jembatan kampung. Tapi, itu semua tidak dilakukan sendiri, namun bersama tandem saya yang merupakan caleg-caleg di area DPRD kota dan provinsi.
Akses langsung terhadap program bantuan pemerintah. Karena saya bersama dengan caleg kota dan provinsi, maka dengan mudah kita berdua atau bertiga bilang bahwa 'kalau Anda memilih kami maka Anda akan punya akses terhadap PPIPK (Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan Kewilayahan). Itu bantuan langsung dari pemkot (pemerintah kota) kan.
Anda akan punya akses langsung terhadap program rutilahu, Anda akan punya akses langsung terhadap Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. Dan tentu saja kita akan membantu dan ini menjadi sangat penting buat saya. Membantu operasional untuk Posyandu dan PAUD.
Karena Posyandu untuk balita, Poswindu untuk lansia, dan PAUD itu bantuan dari pemerintahnya bisa dibilang gak ada artinya. Padahal, kita tahu tidak adanya Posyandu dan PAUD akan membuat anak-anak kita menjadi semakin tertinggal. Tidak adanya Poswindu akan membuat PR kita ngurusin orang tua kita menjadi banyak.
Siapa dan berapa jumlah tim kampanye Anda? Mereka sudah ahli?
Ahli banget dalam bidang kampanye sih enggak ada. Tapi, bahwa kita mempekerjakan beberapa profesional di bidang politik, iya.
Itu pun dibantu oleh partai. Itu bentuk bantuan dari DPD, DPW, dan DPP Partai Nasdem. Mereka menyediakan tenaga tenaga ahli yang kita bisa manfaatkan sebagai konsultan, surveyor, dan asesor. Jadi kan pertama surveyor turun cari data udah dapat data dicek dan diterjemahkan oleh para konsultan.
Nah, di lapangan nanti asesor yang akan menilai. Ini tiga disediakan oleh partai. Dan tentu pelaksanaan di bawahnya dibantu oleh jaringan struktur DPC di level kecamatan dari partai. Itu menjadi sangat penting.
Sedangkan di internal, kita ini rata-rata kebanyakan temen-temen sama adik-adik saya. Jadi mereka yang junior-junior yang dari dulu sejak mereka mahasiswa sampai sekarang sudah saya bina dan sahabat yang sudah bersahabat lebih dari 20 tahun.
Itu diperlukan karena dalam pekerjaan ini. Kita tidak bisa full profesional, ada beberapa ikatan-ikatan pribadi sendiri yang harus kita jaga dan kembangkan. Itu sebabnya, pekerjaan ini tidak saya sebut pekerjaan politik, tapi pekerjaan sosial.
Di rumah ini keluarga enggak ada (tim kampanye), tapi di beberapa jaringan ada. Contohnya di Kecamatan Babakan Ciparay, itu keluarga semua yang bergerak. Itu tepatnya ada di Kelurahan Babakan. Kemudian juga kalau di Cimahi, itu Kelurahan Cigugur, Kelurahan Utama, Kelurahan Melong itu keluarga semua.
Apa strategi yang digunakan di dapil sehingga berhasil lolos?
Strategi yang utama, kita harus punya hubungan yang sangat baik dengan tokoh-tokoh masyarakat di setiap daerah, yang mau kita hampiri karena mereka adalah saringan pertama.
Jadi, sebelum masyarakat mencoblos, pasti bertanya ke orang ini. Makanya, yang pertama kita cari adalah siapa sih tempat bertanya masyarakat. Ini yang dinamakan tokoh. Makanya kita mesti samperin.
Di setiap daerah, kunciannya itu, dulu karena masyarakat mau masyarakat yang elite sekalipun akan selalu bertanya siapa nih pilihan kita. Biasanya tokoh-tokoh yang aspiratif inilah yang kemudian memang menjadi teman diskusi yang sangat erat. Tidak seluruhnya berhasil, tentu ada beberapa yang tidak berhasil juga. Tapi, alhamdulillah sih kebanyakan berhasil.
Apakah keunggulan sebagai artis jadi nilai tambah?
Pengaruh hanya untuk atau nilai tambah hanya ketika kita pertama kali memperkenalkan diri. Itu saja. Ini Farhan artis ya? Mau nyaleg? Nah, ketika mereka masuk bahwa tahu saya nyaleg udah selesai ke sananya nilai keartisan udah enggak ada.
Sebab, masyarakat akan tetap mendengar dan menilai apa program saya, bagaimana pendekatan politik yang saya lakukan. Lalu manfaat sosial apa yang mereka dapatkan, saya berafiliasi dengan siapa, itu udah ga ada urusannya dengan keartisannya. Enggak ada.
Bagaimana perolehan suara Anda saat ini?
Sekarang sedang dikawal di KPUD provinsi. Di Kota Bandung dan Cimahi, Alhamdulilah saya dapat 52 ribuan. Posisi keempat.
Kalau perolehan suara, saya lihat sih enggak banyak bergeser dengan 2014. Cuma memang saya lihat ada peningkatan signifikan di dua partai yaitu NasDem dan PKS. Peningkatannya sangat signifikan.
Sedangkan tiga besar di atas yaitu PDIP dan Golkar itu mah batu karang yang tidak bisa dihantam. Sedangkan, di bawahnya ada Gerindra yang sebetulnya sih sedang mencari cari kemapananlah ya. PKS dan NasDem berhasil tumbuh dengan cepat memanfaatkan ketidakmapanan partai-partai yang sempat melaju dan terkenal seperti PPP, Demokrat, dan Hanura.
Pada saat yang bersamaan, ada beberapa partai khusus di Jabar 1 yang punya prospek yang tidak bisa diremehkan. Salah satunya, PSI yang tampaknya menjanjikan sesuatu. Apa yang ditawarkan oleh PSI ini kan hal-hal yang memenuhi kegeraman kelas menengah, gitu.
Cuma sayangnya, PSI sekarang di Kota Bandung hanya bisa membuktikan bahwa kegeraman mereka bukan hanya retorika itu hanya di DPRD kota tiga kursi. Itu pun ternyata mereka punya masalah internal saya pun enggak tahu apa masalahnya.
Sedangkan, kita dari NasDem punya kesempatan untuk membuktikannya lewat lima anggota DPRD Kota Bandung, dua anggota DPRD Kota Cimahi, dan satu anggota DPR RI.
Peluangnya tentunya adalah bagaimana kita bisa membangun dan membuktikannya sehingga 2024 kita bisa berbicara lebih banyak. Soalnya apa yang terjadi di tahun 2019 sudah selesai, kita harus mulai bicara tahun 2024.
Apa isu yang mau Anda bawa ke DPR? Mau masuk komisi berapa?
Ada dua hal yang mesti diperhatikan. Satu, program yang bersentuhan langsung dengan konstituen di Bandung dan Cimahi, itu ada beberapa yang harus saya perjuangkan. Satu, administrasi dari Kartu Indonesia Pintar dan pemanfaatan lebih dari Kartu Indonesia Sehat.
Saya akan sangat menunggu dan mungkin menagih langsung janji Presiden Jokowi untuk memberikan kartu sembako murah dan pra kerja. Ini menjadi pekerjaan rumah penting yang harus saya bantu wujudkan kepada para konstituen.
Kedua, saya harus memperjuangkan adanya anggaran khusus kepada lembaga-lembaga pendidikan khususnya PAUD yang swasembada. Karena apa? Karena kita teh perlu PAUD. Tanpa PAUD, anak-anak kecil kita akan diberi didikan karakter apa? Apakah PAUD menerima anggaran dari pemerintah? Ada, tapi saeutik.
Lebih parah lagi Posyandu. Posyandu di Kota Bandung itu cuman menerima Rp 750 ribu dalam setahun. Sedangkan, setiap bulan mereka harus menyediakan layanan pemeriksaan kesehatan kepada balita yang merupakan masa depan bangsa.
Gimana Bandung dan Jabar tidak memiliki angka stunting yang tinggi? Sehingga, saya akan meminta pemerintah kota dan provinsi untuk tidak hanya menjadikan kampanye stunting itu penting sebagai retorika belaka karena Posyandu ini garis depan kita untuk memberantas stunting.
Terakhir, adalah peningkatan kualitas BPJS atau Kartu Indonesia Sehat, khususnya untuk manula. Karena manula dan lansia ini memerlukan layanan kesehatan yang khusus. Itu perlu pisan. Saya juga calon manula soalnya tahun depan usia 50. Jadi, harus diperjuangkan itu. Itu di level yang bersentuhan dengan konstituen langsung.
Kalau di level kebijakan legislasi di tingkat nasional ada beberapa. Satu, program di bidang energi kedaulatan. Energi tidak hanya bicara tentang produksi dan pengadaan energi, tetapi juga bagaimana pola konsumsi energi nasional. Tujuannya nanti adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, adalah tentang arus legislasi, arus informasi, dan data publik kita punya masalah dengan e-KTP karena e-KTP itu adalah sebuah upaya untuk mengumpulkan dan mengolah big data warga negara Indonesia.
Acak-acakan, tidak? Kenapa Gojek, Grab, Bukalapak, dan Tokopedia bisa mendapatkan big data yang begitu indah? Lalu, Instagram, Twitter, Facebook itu kan punya big data yang luar biasa sedangkan negara tidak dapat apa-apa dari aset tersebut.
Di tahun 70-an perusahan Amerika menambang kekayaan bumi kita, sekarang perusahan tersebut menambang data masyarakat. Negara hadir enggak? Enggak.
Itu program nasional yang akan kita perjuangkan bersama-sama. Itu ada di Komisi 1 untuk data, 7 untuk energi, 9 untuk kesehatan, dan 10 untuk pendidikan.
Anda melawan 9 artis lain di Dapil Jabar 1. Ada kiat khusus?
Enggak ada, sama aja. Seperti yang saya bilang, bahwa artis itu hanya unggul pada perkenalan pertama, selebihnya program. Bahkan, bisa membalik ketika orang berharap atau ada ekspektasi ternyata tidak sesuai, lapur.
PKS juga sangat kuat di Jawa Barat. Ada trik khusus menghadapi mereka?
Sekarang mah udah telat atuh. Saya katakan, 2019 sudah selesai. Kalaupun ada pertempuran, pertempuran itu menuju 2024 dan 2029. Kepemimpinan nasional oleh koalisi kita, kepemimpinan daerah dan provinsi kita sharing kekuasaan dengan banyak pihak.
Kota Bandung PKS naik 120 persen dari semua. Lalu apa yang bisa lakukan? Ada dua pilihan yaitu menjadi oposisi yang konstruktif di Kota Bandung atau membangun kolaborasi politik.
Bagaimanapun juga, PKS teh penguasa tapi tentu kita akan saling memperhatikan asas-asas yang kita yakini sebagai anggota partai masing-masing. Namun, asas itu menjadi gugur ketika kita memprioritaskan kesejahteraan dan persatuan Indonesia.
Apakah Anda mengamati kinerja artis di parlemen periode lalu? Bagaimana pendapat Anda?
Saya melihat ada beberapa yang menonjol. Seperti Dede Yusuf bagus, terutama dalam mengembangkan dan mengawal Kartu Indonesia Sehat. Desi Ratnasari bagus banget karena dalam rangka mengawal dan menggolkan RUU disabilitas, RUU Nomor 8 tahun 2016.
Kemudian, Tantowi Yahya berhasil menjadi duta besar di New Zealand dan membangun yang namanya Diplomasi Pasifik Selatan yang sangat berhasil dalam waktu dua tahun.
Kemudian, Nico Siahaan bersama Ceu Popong membangun jaringan perguruan tinggi anti radikalisme. Mereka berhasil memaksa rektor seluruh Jabar bahwa kampusnya harus bebas dari radikalisme. Saya lihat itulah yang keren.
Bagaimana setelah menjadi anggota DPR nanti, akan meninggalkan dunia keartisan sepenuhnya?
Harus meninggalkan. Saya tidak punya waktu untuk mengerjakan yang lain atuh.
Soal kemungkinan adanya oknum di DPR yang ingin korupsi, bagaimana melihat hal ini?
Ada dua hal yang memicu orang untuk korupsi di parlemen. Satu, secara pribadi memang jalmana sarakah we, memang sangat serakah orangnya. Kedua, karena tuntutan politik uang. Ini adalah orang-orang yang biasanya percaya bahwa politik itu adalah ajang untuk mencari dan membuang uang. Padahal tidak selamanya begitu.
Jadi ketika kita terpaku pada politik uang maka ya sumber uang yang tidak terbatas adalah APBN dan APBD. Padahal, sebagai anggota DPR kita dibekali dengan anggaran program yang sangat besar. Dua, syaratnya satu jangan serakah dan jangan menggantungkan diri hanya pada politik uang.
Kira kira, apakah peran Anda di film Dilan menjadi salah satu faktor pendulang suara juga?
Ada pengaruh tapi enggak signifikan karena saya enggak mengukur langsung. Saya hanya mengukurnya lewat pemanfaatan komunikasi.