Fayakhun Jalani Sidang Vonis dalam Kasus Dugaan Korupsi Proyek Bakamla

21 November 2018 9:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla, Fayakhun Andriadi menjalani sidang tuntutan di pengadilan Tipikor. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla, Fayakhun Andriadi menjalani sidang tuntutan di pengadilan Tipikor. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi I DPR nonaktif Fayakhun Andriadi akan menjalani sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (21/11). Ia merupakan terdakwa dalam kasus kasus suap penambahan anggaran untuk Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P tahun 2016.
ADVERTISEMENT
"Hari ini pembacaan putusan terdakwa Fayakhun Andriadi," kata JPU KPK Takdir M Suhan saat dikonfirmasi, Rabu (21/11).
Dalam perkara ini, Fayakhun dituntut 10 tahun penjara oleh penuntut umum KPK. Ia juga diharuskan membayar denda Rp 1 miliar atau subsidair 6 bulan kurungan.
Jaksa juga menunut politikus Partai Golkar itu dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun, setelah menjalani hukuman kurungan penjara.
Dalam tuntutan, Fayakhun dinilai terbukti menerima uang suap senilai USD 911.480 atau sekitar Rp 12 miliar. Suap diduga diberikan agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran untuk Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P tahun 2016.
Uang suap kepada Fayakhun diduga berasal dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Perusahaan Fahmi merupakan salah satu peserta lelang proyek satelit monitoring dan drone di Bakamla tersebut.
ADVERTISEMENT
Fayakhun di sidang sebelumnya mengakui perbuatan dia melanggar aturan. Ia pun mengaku menyesal dan meminta maaf.
"Saya mengakui salah telah menerima uang bantuan uang dari Erwin Arief. Saya meminta maaf kepada semua pihak, menyesal dan berintropeksi diri. Sebagai seorang muslim, saya beristigfar dan memohon ampun kepada Allah SWT," kata Fayakhun saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/11).
Perkara ini berawal ketika pada April 2016, saat Fayakhun bertemu dengan narasumber Kepala Bakamla Ali Fahmi Habsyi dalam kunjungan anggota DPR ke Bakamla. Ketika itu, Ali Fahmi meminta Fayakhun untuk membantu menambah anggaran Bakamla. Dalam pembicaraan itu, Fayakhun dijanjikan akan diberikan fee 6 persen dari nilai anggaran proyek.
ADVERTISEMENT
Fayakhun juga dimintai bantuan oleh Erwin Arief selaku Direktur PT Rohde and Schwarz Indonesia untuk membantu mengupayakan proyek Satelit Monitoring agar dianggarkan. Erwin berjanji akan memberikan fee kepada Fayakhun. Erwin menyebut, Fahmi juga berjanji akan ikut memberikan fee kepada Fayakhun. Perusahaan Fahmi adalah agen untuk produk Rohde & Schwarz
Permintaan keduanya disetujui oleh Fayakhun. Pada 29 April, Fayakhun memberitahu Fahmi bahwa rekannya di Komisi I DPR merespons baik pengajuan penambahan anggaran Rp 3 triliun untuk Bakamla, termasuk untuk anggaran satelit monitoring sebesar Rp 850 miliar.
"Terdakwa juga mengatakan akan 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran itu," tegas jaksa.
Fayakhun kemudian meminta tambahan fee 1 persen kepada Fahmi dan Ali Fahmi. Sehingga total fee untuk Fayakhun menjadi 7 persen. Permintaan itu disetujui oleh Fahmi dan Ali Fahmi.
ADVERTISEMENT
Fayakhun disebut sempat menagih fee tersebut kepada Fahmi melalui Erwin Arief. Politikus Golkar itu mengancam tidak akan 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran bila fee tidak segera diberikan.
Pada Mei 2016, Fahmi melalui Muhamad Adami Okta dan Erwin meminta kepastian tambahan anggaran proyek untuk Bakamla menjadi Rp 1,220 triliun. Dengan rincian Rp 500 miliar untuk satelit monitoring, lalu Rp 720 miliar untuk drone.
Erwin juga menyampaikan kepada Fayakhun bahwa Fahmi akan segera memberikan fee 1 persen yang diminta oleh Fayakhun. Menurut perhitungan Erwin, fee 1 persen untuk Fayakhun dari total anggaran adalah USD 927.756 atau Rp 11,985,962,000 dengan kurs Rp 13.150.
Fayakhun meminta fee untuknya diberikan dalam dua tahap. Pada tanggal 4 Mei 2016, Fahmi mengirimkan uang sebesar USD 300 ribu ke dua rekening bank berbeda yang sudah diberikan Fayakhun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dua rekening bank itu ialah Zhejiang Hangzhou Yuhang Rural Commercial Bank company limited, China, atas nama Hangzhou Hangzhong Plastic co.ltd dan Guangzhou Rural Commercial Bank co.ltd.
Beberapa hari kemudian, Fayakhun kembali menagih sisa fee yang belum diberikan Fahmi. Pada 23 Mei 2016, Fahmi melalui anak buahnya mengirimkan uang USD 11 ribu ke rekening atas nama Omega Capital Aviation Limited di ABS AG Singapura dan sebesar USD 501.480 ke rekening atas nama Abu Djaja Bunjamin di OCBC Bank Singapura.
Total uang yang dikirimkan Fahmi untuk Fayakhun adalah sebesar USD 911.480. Fayakhun kemudian mengambil secara tunai uang itu melalui Agus Gunawan dan Lie Ketty.
Atas perbuatannya, Fayakhun dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
ADVERTISEMENT