news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Febri Diansyah: KPK Bisa Kembalikan Kepercayaan Publik, Jangan Terjebak Gimik

3 November 2020 16:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Febri Diansyah mengangkat kartu identitas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menyampaikan pengunduran dirinya sebagai pegawai dari lembaga anti korupsi tersebut di gedung KPK, Kamis (24/9).  Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO.
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Febri Diansyah mengangkat kartu identitas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menyampaikan pengunduran dirinya sebagai pegawai dari lembaga anti korupsi tersebut di gedung KPK, Kamis (24/9). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan publik terhadap KPK dalam konteks pengawasan penyaluran bantuan COVID-19 menurun. Hal tersebut termuat dalam rilis survei LSI yang menempatkan KPK di posisi 7 dari lembaga yang dipercaya publik awasi penyaluran bantuan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Penggiat antikorupsi dari kantor hukum Visi Integritas, Febri Diansyah, menilai hasil survei tersebut jadi indikasi penting bahwa penegak hukum perlu betul-betul melakukan tindakan pencegahan korupsi
"Tadi saya agak kaget juga ketika melihat salah satu slide, ya. Dari sana disebutkan tingkat kepercayaan terhadap KPK itu berada di nomor urut ke-7, ya, terkait dengan pengawasan penyaluran bantuan untuk mengatasi dampak wabah virus corona atau pandemi COVID-19 ini," kata Febri dalam Rilis Survei Nasional LSI 'Tren Persepsi Korupsi Indonesia di Masa Pandemi COVID-19', Selasa (3/11).
Mantan Kepala Biro Humas KPK ini mengatakan, di kala pandemi, pendekatan-pendekatan yang bersifat seremonial apalagi gimik dinilai sulit diterima pemerintah. Bahkan lama-lama, kata Febri, masyarakat menganggap bahwa kegiatan macam itu tak penting.
ADVERTISEMENT
"Kita tahu persis bahwa dalam kondisi pandemi ini pendekatan-pendekatan yang cenderung seremonial apalagi gimik begitu, ya, itu akan sulit sekali diterima oleh masyarakat dan bahkan dalam tataran tertentu nanti mungkin saja kerja-kerja lembaga negara khususnya para penegak hukum dalam upaya pencegahan ini akan diabaikan," kata dia.
Febri menyarankan, instansi penegak hukum termasuk KPK, perlu untuk mengurangi hal-hal bersifat seremonial. Lalu, melakukan tindakan penindakan dan pencegahan yang langsung dirasakan masyarakat.
"Jadi ke depan saya kira ini menjadi poin yang paling penting ya selain memprioritaskan upaya-upaya pencegahan yang dirasakan langsung oleh masyarakat, mengkomunikasikan secara lebih luas apa saja yang sudah dilakukan oleh penegak hukum untuk mencegah korupsi itu juga menjadi poin yang krusial," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Febri menyebut, KPK masih punya peluang untuk membuktikan bahwa programnya bisa dirasakan masyarakat di tengah pandemi ini. Dengan catatan, tak terjebak dalam kegiatan seremonial dan fokus bekerja.
"KPK saya pikir punya peluang besar saat ini untuk membuktikan pada publik bahwa apa yang dilakukannya itu dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dalam konteks pandemi ini," kata Febri.
"Tapi sekaligus ini juga berisiko bagi KPK. Kalau KPK masih terjebak misalnya dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial atau bahkan dalam beberapa misalnya dulu ada kritik terhadap gimik-gimik yang dilakukan maka ini akan memicu risiko turunnya kepercayaan publik terhadap instansi negara," pungkasnya.
Ketua KPK Firli Bahuri didampingi Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean saat penandatangan kontrak kerja pejabat eselon I dan II . Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Persepsi Publik soal Pengawasan Bantuan COVID-19

Salah satu survei yang dilakukan oleh LSI mengukur persepsi publik terhadap kepuasan kinerja lembaga terhadap pengawasan penyaluran bantuan COVID-19. Mulai dari presiden hingga penegak hukum seperti KPK.
ADVERTISEMENT
Survei dilaksanakan terhadap 1.200 responden dengan metode random sampling melalui wawancara telepon dalam kurun 13-17 Oktober 2020. Margin of error dalam survei ini kurang-lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam survei tersebut, Presiden jadi yang paling dipercaya oleh publik terkait pengawasan penyaluran bantuan COVID-19. Angkanya yakni 14 persen sangat percaya; 67 persen cukup percaya; 15 persen tidak percaya; 3 persen tidak menjawab atau tidak tahu.
Posisi kedua ada Pemerintah Provinsi, diikuti oleh Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah, Gugus Tugas COVID-19, KPK, LSM, Polisi, Media Massa, Ombudsman RI, dan terakhir DPR.
"Jadi kalau kita lihat di sini lembaga-lembaga atau institusi-institusi yang dipercaya masyarakat dapat menyalurkan sekaligus memastikan agar bantuan-bantuan sosial itu tidak dikorupsi atau tepat sasaran adalah presiden, pemerintah provinsi, kementerian sosial, pemerintah daerah, gugus tugas COVID dan seterusnya," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan.
ADVERTISEMENT
"Itu kalau lihat paling lima besar adalah Presiden, Pemerintah Provinsi, Kementerian Sosial, pemerintah daerah, dan pemerintah desa kelurahan, yang lainnya di bawah 5 besar. Secara umum tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga utama tadi cukup tinggi di angka 70 sampai 80-an persen, jadi modal pemerintah cukup besar di sini untuk menyalurkan dan memastikan kepada masyarakat bahwa bantuan-bantuan sosial itu tepat sasaran," pungkasnya.