Ilustrasi pelayanan rumah sakit dan BPJS

Fenomena Pasien Corona Talangi Tagihan RS, Apa yang Seharusnya Dilakukan RS?

21 September 2020 6:38 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi positif terkena virus corona.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Nasib pilu menimpa seorang pasien virus corona di Tangerang Selatan. Penyebabnya, dia harus membayar biaya perawatannya di rumah sakit mencapai Rp 584.551.066.
ADVERTISEMENT
Padahal, pemerintah menegaskan jika seluruh biaya perawatan pasien COVID-19 di rumah sakit ditanggung oleh pemerintah melaui Kementerian Kesehatan.
"Yang terpenting Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah dengan skema yang telah ditentukan menanggung biaya perawatan seluruh pasien COVID-19," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 saat itu, Achmad Yurianto, pada 16 April 2020.
Anak dari pasien itu kemudian menceritakan bagaimana asal mula ayahnya harus membayar tagihan sebesar Rp 584 juta.
Ia menjelaskan, ayahnya pertama kali masuk rumah sakit rujukan pemerintah di Tangsel pada 29 Agustus. Ayahnya bersama ibunya dan dia dinyatakan terpapar COVID-19. Ayah dan ibunya dirawat di rumah sakit yang sama, sementara dia dirawat di DKI Jakarta.
Lalu pada 18 September, dirinya mendapat struk pembayaran dari rumah sakit sebesar Rp 584.551.066. Sebelum itu, dia memang sudah diberikan informasi jika rumah sakit bisa dapat biaya pengganti dari Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Namun pasien harus membayar terlebih dulu biaya tagihan itu sebelum nanti direimburs ke pemerintah.

Rincian Penyebab Tagihan Pasien Mencapai Rp 584 Juta

Pada awalnya, pasien itu dirawat di ruang isolasi biasa non-tekanan negatif. Ia dirawat selama 9 hari hingga 7 September. Biaya per hari perawatan di kamar itu Rp 1.560.000 dan belum termasuk biaya lain-lain.
Namun setelah 8 hari, kondisi pasien itu tidak kunjung membaik, ia kemudian dipindahkan ke ruang ICU dan dirawat di sana selama 7 hari, kemudian dipindahkan lagi ke ruang perawatan.
Biaya kamar ICU lebih mahal dari ruang isolasi biasa yakni Rp 1.800.000 per malam. Jadi ditotal, untuk kamar ICU selama 7 hari dia harus membayar Rp 12.600.000.
ADVERTISEMENT
Setelah pindah ke ruang perawatan, dia harus kembali dipindahkan ke ruang isolasi pada 18 September. Jadi, untuk biaya kamar dia diminta membayar Rp 33.120.000.
Sementara mengenai biaya dokter, baik dokter spesialis ataupun dokter jaga selama dirawat, tercatat sebesar Rp 16.270.000. Ia dikunjungi oleh dokter 3 sampai 4 kali sehari.
Ilustrasi obat COVID-19. Foto: Shutter Stock

Biaya Obat yang Mahal

Selama di rawat di rumah sakit, pasien itu mendapat berbagai obat dan vitamin. Obat tersebut ada yang diminum dan ada yang disuntikkan ke infus. Dalam sehari, ada sekitar 20 sampai 25 jenis obat yang diberikan.
Namun di antara obat tersebut, ada satu obat yang harganya sangat mahal yakni Gamaras 5%. Obat Itu diberikan saat dia kritis melalui infus dan dalam sehari habis 13 botol.
ADVERTISEMENT
Obat itu diberikan selama 5 hari berturut-turut. Total biaya untuk satu jenis obat ini mencapai lebih dari Rp 300 juta.
Menurut informasi anaknya, kondisi ayahnya memang membaik setelah disuntikkan Gamaras. Ia sempat dipindahkan ke ruang perawatan, meski hanya sehari.
Anaknya menambahkan, sebelum dokter mengambil tindakan, dokter selalu berkonsultasi dengan pihak keluarga. Termasuk untuk obat-obatan. Secara keseluruhan biaya tagihan obat pasien itu mencapai Rp 401.741.630.
Selain obat, dokter, dan kamar, pasien itu juga harus membayar biaya lainnya. Seperti oksigen, swab, hingga biaya ventilator. Sehingga total tagihannya hingga 18 September mencapai Rp 584.551.066.
Ilustrasi obat cair Foto: ulleo/Pixabay

Membedah, Gamaras, Obat Corona yang Harganya Mahal

Harga 13 botol Gamaras yang dikonsumsi pasien positif di Tangsel dalam sehari bisa mencapai Rp 63.794.120. Itu artinya, satu botol Gamaras dibandrol seharga Rp 4.907.240.
ADVERTISEMENT
Lalu apa itu Gamaras? Secara singkat, Gamaras bisa juga disebut intravenous Immunoglobulin (IVig). Dijelaskan dalam WebMD, intravenous Immunoglobulin (IVig) adalah terapi yang digunakan untuk menguatkan ketahanan tubuh secara alami guna mengurangi risiko infeksi yang dialami seseorang dengan sistem kekebalan lemah.
Obat ini terbuat dari plasma darah manusia yang sehat, di mana kandungan antibodi di dalamnya mampu melawan kuman atau penyakit. Immunoglobulin diambil dari puluhan ribu pendonor darah yang sudah diskrining. Plasma kemudian dimurnikan sebelum digunakan untuk terapi IVig.
Obat ini digunakan dengan cara disuntikkan pada pembuluh darah di lengan atau secara infus. Penggunaan IVig dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga mereka mampu melawan infeksi di tubuhnya. IVig biasanya digunakan bersama obat lain seperti imunosupresan dan kortikosteroid untuk membantu mengobati gangguan sistem kekebalan tubuh.
ADVERTISEMENT
IVig dapat digunakan pada sejumlah penyakit yang menyerang kekebalan tubuh, di antaranya trombositopenia, penyakit kawasaki, sindrom guillain, polineuropati demielinasi inflamasi kronis, lupus, myositis, penyakit neurologis seperti myasthenia gravis atau multiple sclerosis, orang yang menerima transplantasi sumsum tulang, dan COVID-19 yang mengalami kondisi kritis.
Perawatan IVig berlangsung selama 3 hingga 4 minggu untuk memastikan sistem kekebalan tetap kuat. Dosisnya bergantung pada berat badan seseorang. Dosis awal standar adalah 400 hingga 600 mg/kg berat badan pasien per bulan. Terapi ini memang bisa menolong pasien kritis, kendati dalam sejumlah jurnal menyebut kisaran efek waktunya hanya mingguan atau bulanan.

Aturan Klaim Pembiayaan Rumah Sakit yang Merawat Pasien Positif Corona

Jika merujuk Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging (PIE), pihak rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19 bisa mengklaim seluruh biaya pasien COVID-19 ke Kementerian Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menjelaskan, petunjuk dan teknis klaim PIE menjadi acuan rumah sakit agar dapat terus menjaga mutu, efisiensi biaya, dan kesinambungan pelayanan pasien COVID-19.
"Sebelumnya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2016 tentang Pembebasan Biaya Pasien PIE Tertentu telah mengatur, pembiayaan pasien PIE Tertentu termasuk infeksi COVID-19 dapat diklaim ke Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes."
Sedangkan kriteria pasien yang dapat diklaim biaya perawatannya adalah: pertama, Orang Dalam Pemantauan (ODP) usia di atas 60 tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta dan ODP usia kurang dari 60 tahun dengan penyakit penyerta. Kedua, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan ketiga, konfirmasi COVID-19.
Kriteria itu berlaku bagi WNI dan WNA di lokasi pelayanan berupa rawat jalan dan rawat Inap di rumah sakit rujukan dan rumah sakit lain. Pelayanan yang dapat dibiayai harus mengikuti standar dalam panduan tata laksana sesuai kebutuhan medis pasien.
ADVERTISEMENT
Pembiayaan pelayanan pada rawat jalan dan rawat inap meliputi: administrasi pelayanan, akomodasi (kamar dan pelayanan di ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan intensif, dan ruang isolasi), jasa dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, bahan medis habis pakai.
Kemudian pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium dan radiologi sesuai dengan indikasi medis), obat-obatan, alat kesehatan termasuk penggunaan APD di ruangan, rujukan, pemulasaran jenazah, dan pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi medis.
Ilustrasi pelayanan rumah sakit dan BPJS. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Skema pembayaran dalam klaim COVID-19 itu didasarkan tarif Ina CBGs yang diberikan top up sesuai lama perawatan yang dihitung sebagai cost per daya agar pembiayaan efektif dan efisien.
Klaim diajukan RS secara kolektif kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, ditembuskan ke BPJS Kesehatan untuk verifikasi dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melalui email.
ADVERTISEMENT
Berkas klaim penggantian biaya perawatan pasien COVID-19 yang dapat diajukan rumah sakit adalah pasien yang dirawat sejak 28 Januari 2020. Pengajuan klaim dapat diajukan oleh rumah sakit setiap 14 hari kerja.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan mengeluarkan Berita Acara Verifikasi Pembayaran Klaim Tagihan Pelayanan paling lambat 7 hari kerja sejak klaim diterima oleh BPJS Kesehatan. Kementerian Kesehatan kemudian akan membayar ke rumah sakit dalam waktu 3 hari kerja setelahnya.

Aturan Biaya Pasien Corona Ditanggung oleh Pemerintah

Mengenai biaya pasien COVID-19 yang ditanggung pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2016.
Di sana dijelaskan penyakit Infeksi Emerging (PIE), termasuk di dalamnya adalah COVID-19, merupakan ancaman besar bagi keamanan kesehatan global. Sebab, selain dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di suatu wilayah, juga berpotensi menyebabkan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD).
ADVERTISEMENT
Disebutkan jika suatu penyakit dinyatakan sebagai KKMMD oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), seringkali karena penyakit tersebut berpotensi mengalami penyebaran yang cepat, menimbulkan banyak kematian, bahkan potensi kerugian ekonomi yang besar.
"Oleh karena itu, peran negara untuk menanggung seluruh biaya perawatan dan penanggulangan bagi semua pasien PIE, termasuk pasien virus corona, sejak dinyatakan yang bersangkutan merupakan pasien dalam pengawasan (PDP) atau suspek," tulis Kemenkes dalam situs resminya.
"Apabila selanjutnya hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan terkonfirmasi positif PIE, maka seluruh biaya pengobatannya juga dijamin oleh negara,"
Jenis-jenis PIE disebutkan di dalam aturan tersebut antara lain: Poliomielitis; Penyakit virus ebola; Penyakit virus MERS; Influensa A (H5N1)/Flu burung; Penyakit virus hanta; Penyakit virus nipah; Demam kuning; Demam lassa; Demam congo; Meningitis meningokokus; dan penyakit infeksi emerging baru.
ADVERTISEMENT
Infeksi Novel Corona Virus (2019-nCoV) atau COVID-19 ini juga telah ditetapkan sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020 yang ditetapkan pada 4 Februari 2020 lalu.
"Di dalam keputusan juga dijelaskan bahwa semua upaya penanggulangan COVID-19, termasuk biaya perawatan pasiennya ditanggung oleh Negara," demikian keterangan Kepmenkes.
Secara rinci, pembebasan biaya pasien PIE dijelaskan dalam Permenkes No. 59 Tahun 2016 berlaku dengan ketentuan situasi di luar kejadian wabah. Dimulai sejak pasien ditetapkan sebagai suspek hingga keluar hasil pemeriksaan konfirmasi laboratorium dan/atau dimulai sejak pasien dinyatakan positif hingga dinyatakan sembuh sesuai dengan kriteria atau meninggal.
Pembebasan biaya juga meliputi komponen biaya administrasi pelayanan; pelayanan dan perawatan di IGD, ruang isolasi, ruang ICU dan jasa dokter; pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium dan radiologi) sesuai dengan indikasi medis; obat-obatan, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai; rujukan; dan pemulasaran jenazah (kantong jenazah, peti jenazah, transportasi dan penguburan).
ADVERTISEMENT
"Jadi, bagi Anda yang keluarganya menderita gejala yang mengarah kepada COVID-19 (baca gejalanya disini), setelah dokter di Rumah Sakit rujukan mendiagnosis sebagai PDP atau suspek, maka sejak saat itu pasien sudah berada di dalam tanggungan negara," kata Kemenkes.
Rumah sakit (RS) yang merawat pasien COVID-19 dapat mengajukan klaim ke Kementerian Kesehatan setelah Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Tertentu bagi RS yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19.
Prof Wiku Adisasmito. Foto: BNPB

Satgas COVID-19 Minta Masalah Ini Segera Dibereskan

Jubir Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito memberikan tanggapannya soal masalah tagihan pasien ini. Wiku mengatakan seharusnya seluruh pembiayaan pasien COVID-19 ditanggung pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Untuk RS Rujukan ditanggung pemerintah," kata Wiku.
Selain itu, dalam aturan seharusnya pihak yang mengajukan klaim ke Dinkes setempat adalah rumah sakit. Sederet proses harus dilakukan, dari mulai kirim email, verifikasi oleh BPJS Kesehatan, hingga dana dari anggaran Kemenkes cair.
"Hal tersebut harus dibereskan," tutur Wiku.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten