Feri Amsari: Pelemahan KPK Lewat Revisi UU Tanggung Jawab Jokowi

19 Juni 2021 14:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberi sambutan di acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK), secara virtual, Rabu (26/8). Foto: Humas KPK
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberi sambutan di acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK), secara virtual, Rabu (26/8). Foto: Humas KPK
ADVERTISEMENT
KPK sedang dilemahkan. Setidaknya hal itu dibuktikan dengan tidak lulusnya 75 pegawai KPK dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Bahkan 51 pegawai di antaranya dicap 'merah' dan tidak bisa dibina.
ADVERTISEMENT
TWK yang diduga merupakan alat menyingkirkan pegawai berintegritas merupakan dampak revisi UU KPK. Setelah amandemen UU, pegawai KPK wajib alih status menjadi ASN.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan sosok krusial dalam episode pelemahan KPK adalah Presiden Jokowi. Tetapi Jokowi, kata Feri, seakan tidak mau dianggap publik sebagai pihak yang menggagas revisi UU KPK.
“Saya mau garis bawahi, Presiden terlibat, kok, dalam 5 prosedur pembentukan UU KPK. Presiden itu paling bertanggung jawab. Jadi Presiden sudah merancang bahwa ia terlibat dalam pembahasan, tapi tak mau dinyatakan publik adalah orang yang menggagas perubahan UU KPK yang berisi pelemahan KPK,” jelas Feri dalam diskusi virtual pada Sabtu (19/6).
Direktur Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Feri menilai, peran Jokowi dalam revisi UU KPK bahkan lebih besar dibandingkan DPR.
ADVERTISEMENT
“Kalau DPR itu sampai 4 tahapan: usul, merancang, membahas, mengesahkan. Sampai di sana. DPR tidak berwenang mengundangkan. Saking hebatnya Presiden sampai lima-limanya, padahal legislasi itu kewenangan DPR,” jelasnya.
Dalam 5 tahapan pembentukan UU, kata Feri, Presiden memegang kemudi. Jika DPR menyampaikan usulan tetapi Presiden tidak setuju, usulan tersebut otomatis terhenti.
Sedangkan dalam revisi UU KPK, Jokowi justru menerbitkan Surpres (Surat Presiden) yang mengirim perwakilan pemerintah untuk ikut membahas bersama DPR.
“Lucunya, dalam mengirim orang-orang yang mewakili pemerintah ini, Presiden tidak mengutus wakil dari KPK untuk membahas UU. Sama sekali,” kata Feri.
Presiden Joko Widodo. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Adapun saat pembahasan revisi UU KPK bersama DPR, Jokowi mengutus Menkumham Yasonna Laoly dan MenPANRB Syafruddin.
ADVERTISEMENT
“Ini ada UU soal KPK, tapi di dalam Surpres sama sekali tidak ada wakil KPK. Jadi, aneh saja, Presiden yang ingin KPK masuk ke bagian eksekutif, malah dalam hal-hal tertentu, terutama pembahasan UU, tidak meletakkan KPK sebagai bagian eksekutif,” paparnya.
Feri menyatakan semakin aneh ketika Jokowi tidak meneken revisi UU KPK yang sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 17 September 2019. Padahal tanpa tanda tangan Presiden Jokowi, revisi UU KPK tetap sah dan berlaku sebulan kemudian, tepatnya pada 17 Oktober 2019.