Feri Amsari: Pilih Pj Tanpa Laksanakan Putusan MK Bisa Tak Sah, Dapat Digugat

12 Mei 2022 16:16 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Feri Amsari, aktivis hukum dan akademisi. Foto: Garin Gustavian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Feri Amsari, aktivis hukum dan akademisi. Foto: Garin Gustavian/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari menyoroti pemilihan penjabat (Pj) kepala daerah. Diketahui, 5 Pj kepala daerah setingkat gubernur telah dilantik di Kemendagri pada hari ini, Kamis (12/5).
ADVERTISEMENT
Pelantikan tersebut disorot karena dinilai tidak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penunjukan Pj kepala daerah. Menurut Feri, tindakan macam ini berpotensi menjadikan keputusan pemerintah tersebut tidak sah bahkan bisa digugat.
"Tidak taat peraturan dan bertentangan dengan putusan peradilan itu konsekuensinya keputusan pemerintah tidak sah dan dapat dipermasalahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Feri saat dihubungi.
Dalam pertimbangan putusan MK nomor 15/PUU-XX/2022, Mahkamah menilai pemerintah perlu menerbitkan peraturan pelaksana dalam penunjukan Pj tersebut.
Feri menyebut, pertimbangan yang dikeluarkan oleh MK tersebut merupakan bagian dari putusan, sehingga harus ditaati.
"Pertimbangan mahkamah dalam putusan itu kan adalah bagian dari putusan mahkamah itu sendiri. Sedapat mungkin tentu saja badan atau pejabat tata usaha negara atau lembaga negara atau warga negara yang terdampak dengan putusan MK mematuhinya," ucap Feri.
ADVERTISEMENT
"Karena konsekuensi tidak mematuhi putusan MK akan berdampak kepada kebijakan dan tindakan pejabat atau badan tata usaha negara," sambung dia.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur yang didampingi istrinya usai dilantik di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Feri merujuk Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi negara yakni pada pasal 17, 18, dan 19 untuk menjelaskan bahwa tidak mengikuti putusan peradilan berdampak pada tidak sahnya kebijakan yang diambil. Pasal tersebut membahas larangan penyalahgunaan wewenang.
Berikut bunyi pasal 17:
(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.
(2) Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. larangan melampaui Wewenang;
b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. larangan bertindak sewenang-wenang.
Bunyi pasal 18:
(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
ADVERTISEMENT
a. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
b. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau
b. bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Bunyi pasal 19:
(1) Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (1) serta Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (3) tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
ADVERTISEMENT
(2) Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dan Pasal 18 ayat (2) dapat dibatalkan apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Sehingga kalau mengabaikan perintah putusan MK dengan tidak membentuk peraturan pelaksanaanya lebih dahulu maka akan bisa dipastikan pelantikan 5 Pj gubernur kali ini adalah keputusan dan tindakan yang tidak sah sebagaimana ditentukan oleh pasal UU administrasi pemerintahan tersebut," ucap Feri.
Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zainal Arifin Mochtar. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar juga turut bicara soal tak dilakukannya perintah MK ini. Dia menilai, meski dalam pertimbangan, hal tersebut merupakan putusan MK. Dia tidak sepakat dengan pernyataan Kemendagri yang menyebut pembentukan aturan turunan bukanlah putusan MK dan hanya pertimbangan saja.
ADVERTISEMENT
"Putusan itu kan ada 3 ya, ada yang namanya amar, ada yang namanya ratio decidendi, ada yang namanya orbiter dicta. Yang tidak mengikat itu orbiter dicta, itu ya pengantar menuju keputusan. Tapi kalau ratio decidendi, alasan yang langsung berkaitan dengan putusan, itu sama mengikatnya," kata Zainal
"Jadi nanti tinggal diperdebatkan apakah pertimbangan MK itu masuk ratio decidendi atau tidak, masuk orbiter dicta atau tidak. Saya sih melihat ini masuk ratio decidendi," sambung Zainal.
Dia pun menegaskan bahwa kebijakan Kemendagri ini bisa digugat ke pengadilan jika ada yang merasa dirugikan.
"Kalau berkaitan siapa yang dirugikan pasti ribet ya. Kalau berkaitan siapa yang dirugikan dengan pelantikan ini. Saya enggak tahu tuh, apakah misalnya ada masyarakat Banten mengatakan kami dirugikan dan sebagainya, tapi kerugiannya kan enggak sederhana ya, kerugiannya berkaitan dengan PTUN. Saya sih berharap yang beginian, tidak perlu menunggu digugat. Yang beginian itu perlunya kesadaran administrasi negara. Enggak perlu menunggu digugat terus kemudian ribet. Harusnya ada perhatian yang baik," ucapnya.
Suasana pelantikan lima penjabat gubernur yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian (kedua kiri) di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Sementara, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri, Benny Irwan, menyatakan aturan pelaksana tidak dibuat karena apa yang disampaikan oleh MK sifatnya bukan putusan, tetapi pertimbangan. Selain itu, aturan yang sudah ada pun dinilai sudah mumpuni.
ADVERTISEMENT
"Sejauh ini, dengan tidak mengabaikan pandangan dari MK, kami melihat regulasi yang ada cukup memadai untuk kita melakukan proses pemilihan dan pengangkatan penjabat ini, dengan sistem dan mekanisme yang ada," kata dia.
Berikut daftar 5 Pj Gubernur yang dilantik hari ini:
1. Pj. Gubernur Banten, Dr. Al Muktabar, M.Sc (Sekretaris Daerah Banten)
2. Pj. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin (Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM)
3. Pj. Gubernur Sulawesi Barat, Drs. Akmal Malik, M.Si (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri)
4. Pj. Gubernur Gorontalo, Dr. Ir. Hamka Hendra Noer, M.Si. (Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga)
5. Pj. Gubernur Papua Barat, Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw (Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kementerian Dalam Negeri)
ADVERTISEMENT