Firli Bahuri Anggap Naik Helikopter Hal Biasa, Tak Terpikir Ada yang Dilanggar

24 September 2020 19:56 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gaya Ketua KPK Firli Bahuri saat menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Gaya Ketua KPK Firli Bahuri saat menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Ketua KPK, Firli Bahuri, menganggap naik helikopter untuk kepentingan pribadi adalah hal yang biasa. Ia tak merasa ada yang dilanggar dengan naik helikopter, sebab bukan hal aneh.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terungkap dalam sidang vonis pelanggaran etik terhadap Firli.Pernyataan Firli itu berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan yang digelar oleh Majelis Etik.
Firli berhadapan dengan Majelis Etik usai dilaporkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) karena menggunakan helikopter saat berkunjung ke Baturaja Sumatera Selatan, 20 Juni 2020.
"Bahwa menurut Terperiksa sebagai pimpinan KPK, menyewa heli untuk kepentingan pribadi adalah hal biasa saja, dan siapa saja bisa menyewa. Bahwa Terperiksa juga tidak terpikir akan dipergunjingkan orang karena Terperiksa lihat (naik heli) supaya lebih cepat, dan tak ada yang dilanggar," kata Anggota Majelis Etik Albertina Ho di Gedung ACLC KPK, Kamis (24/9).
Albertina Ho menuturkan, Firli tak terpikir bahwa naik helikopter akan membuat sejumlah pihak risih. Sebab, Firli menilai naik helikopter bukan unjuk kemewahan.
ADVERTISEMENT
Dalam pemaparan Albertina, Firli mencontohkan, unjuk kemewahan biasanya seperti menghadiri makan malam bukan dengan keluarganya atau olahraga elite main golf. Sehingga Firli merasa naik helikopter bukan merupakan unjuk kemewahan.
Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho saat konferensi pers usai pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Firli pun membeberkan kepada Majelis Etik alasan mengapa ia menggunakan heli adalah untuk efisiensi waktu. Selain itu, saat di Baturaja, Sumatera Selatan, akses terhadap heli itu memang ada.
"Pertimbangan Terperiksa menggunakan helikopter adalah, karena memang helikopter tersebut ada, karena dari Palembang menuju Baturaja membutuhkan waktu lebih kurang 4 jam," kata Albertina.
"Terperiksa harus kembali lagi ke Jakarta, Terperiksa berpikir kalau harus tinggal di kampung tentu akan mengalami kesulitan bila sewaktu-waktu harus pulang ke Jakarta, atau jika ada keperluan lain," sambungnya.
Masih dalam pemaparan Firli, ia hanya cuti satu hari saja saat pergi ke kampung halamannya itu. Namun Firli pun mengeluarkan pembelaan bahwa meski naik helikopter, ia tak dapatkan gratis alias bayar.
ADVERTISEMENT
"Bahwa Terperiksa menggunakan heli karena pertama terperiksa melihat dari kepentingan Terperiksa. Kedua, Terperiksa bayar untuk gunakan pesawat (helikopter) tersebut, yang Terperiksa pahami dan tidak boleh jika Terperiksa tidak bayar," ujar Albertina.
Dalam pemaparannya juga, kata Albertina, Firli mengatakan bahwa apa yang ia lakukan dengan naik heli tak berdampak pada kinerja lembaga KPK. Justru ia merasa dirugikan saat nama pribadinya diserang akibat naik helikopter tersebut.
"Bahwa Terperiksa tak pernah berpikir bahwa naik heli akan banyak menyoroti, dan sekarang ternyata banyak, hal ini tak lepas dari jabatan meski ini kegiatan pribadi. Apakah ini akan berpengaruh atau tidak terhadap citra KPK, terperiksa tak bisa uraikan, tapi menurut Terperiksa tak rugikan KPK karena tidak merugikan kelembagaan," kata Albertina.
ADVERTISEMENT
"Setelah masalah ini ramai, Terperiksa secara pribadi merasa rugi, karena penyerangan terhadap diri pribadi dan menyangkut nama baik Terperiksa, tapi secara organisasi Terperiksa tidak bisa berpendapat merugikan dan kurangi trust atau kepercayaan masyarakat karena sampai hari ini hal itu tak menghambat pelaksanaan tugas KPK," sambungnya.
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri di dalam sebuah helikopter. Foto: Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)

Penjelasan Dewas KPK

Dalam penggunaan helikopter mewah tersebut, Majelis Etik tak menemukan adanya dugaan penerimaan diskon terhadap Firli. Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan pihaknya telah menelusuri sejumlah dugaan tersebut.
"Semua yang disampaikan sudah diperiksa dalam klarifikasi tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan," kata Tumpak.
"Pun pihak penyedia sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian atau fasilitas yang diberikan termasuk diskon," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Tumpak mengatakan, pihaknya memiliki keterbatasan dalam proses penggalian fakta. Sebab, apa yang Dewas lakukan adalah mengusut dari segi etik, bukan pidana.
"Dari itulah fakta dan juga karena Dewas mempunyai keterbatasan-keterbatasan karena berbeda bila ini dilakukan di tahap penyelidikan dan penyidikan sementara Dewas hanya membahas atau mengadili berhubungan pedoman perilaku itulah yang disebut insan KPK harus memposisikan diri bahwa dia adalah insan KPK," kata Tumpak.
Sementara terkait kasusnya, Majelis Etik memutuskan Firli melanggar etik dan dijatuhi hukuman sanksi ringan berupa teguran tertulis II. Ia dinilai melanggar nilai dasar etik KPK yakni integritas dan kepemimpinan.
Atas putusan itu, Firli menerimanya. Ia pun meminta maaf dan berjanji tak akan melakukannya lagi.
ADVERTISEMENT