Firli Bahuri Dkk Lolos dari Sidang Etik soal TWK, Begini Pertimbangan Dewas KPK

23 Juli 2021 16:38 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Foto: Nugroho Sejati/kumparan, Fanny Kusumawardhani/kumparan, Irfan Adi Saputra/kumparan, Antara Foto/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Foto: Nugroho Sejati/kumparan, Fanny Kusumawardhani/kumparan, Irfan Adi Saputra/kumparan, Antara Foto/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Dewas KPK mengumumkan perkembangan terkini soal laporan pegawai terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Para pegawai yang tak lulus TWK melaporkan pimpinan KPK karena diduga melanggar etik terkait tes alih status menjadi ASN itu.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut bahwa pihaknya sudah menindaklanjuti laporan dengan memeriksa sekitar 16 orang dan memeriksa 42 dokumen. Para saksi meliputi lima pimpinan KPK, pejabat struktural KPK, lima pegawai KPK yang menjadi Pelapor, hingga pihak dari BKN, KemenPAN RB, dan Kemenkumham.
"Kami batasi hanya pelanggaran etik, masalah-masalah lainnya, katakanlah mengenai substansi dari Perkom dan sebagainya, legalitas dan sebagainya, itu bukan masuk ranah Dewas," kata Tumpak dalam konferensi pers, Jumat (23/7).
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) bersama Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji (tengah), dan Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean saat konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Menurut Tumpak, ada 7 poin aduan dalam laporan para pegawai KPK. Poin-poin itu memuat dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK terkait TWK.
Dewas KPK memaparkan satu per satu poin tersebut serta analisis mereka berdasarkan fakta yang mereka temukan. Berikut paparannya:
ADVERTISEMENT

Penambahan Pasal TWK oleh Firli Bahuri

Ketua KPK, Firli Bahuri memberi sambutan saat Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara KPK dengan Kemenhan. Foto: Humas KPK
Para pegawai menduga bahwa pasal mengenai TWK diselundupkan oleh Firli Bahuri ke dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021.
TWK disoroti lantaran hal itu tidak diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 serta Peraturan Pemerintah 41 Tahun 2020 yang menjadi turunannya.
Aturan soal alih status pegawai KPK menjadi ASN itu baru termuat dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021. Peraturan itu diteken oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK.
Namun, Dewas KPK menyatakan bukan Firli Bahuri yang memasukkan pasal tersebut. Ketentuan mengenai TWK tercantum dalam Pasal 5 ayat (4) saat Perkom masih berupa draf tertanggal 21 Januari 2021. Draf dikirim oleh Sekjen KPK dan disetujui seluruh pimpinan dan disempurnakan pada rapat 25 Januari 2021.
ADVERTISEMENT
Dewas mengungkapkan bahwa pihak yang pertama kali mengusulkan TWK ialah BKN. Hal itu disampaikan dalam rapat pada Oktober 2020. Ketika itu, BKN meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN terkait kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintahan yang sah.
Berdasarkan pertimbangan itu, Dewas berkesimpulan bahwa tidak benar dugaan bahwa Firli Bahuri yang memasukkan pasal mengenai TWK.
"Tidak benar dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh Saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021," kata anggota Dewas KPK Harjono.

Firli Bahuri Seorang Diri Bawa Draf TWK di Kemenkumham

Ketua KPK, Firli Bahuri. Foto: KemenPAN RB
Dalam aduannya, pegawai KPK mencurigai Firli Bahuri seorang diri menghadiri rapat pembahasan draf Perkom di Kemenkumham pada 26 Januari 2021. Firli Bahuri disebut-sebut membawa draf yang memuat pasal tambahan mengenai TWK.
ADVERTISEMENT
Namun, Dewas KPK menyebut bahwa sehari sebelum rapat itu, Sekjen KPK sudah mengirim draf tersebut ke Kemenkumham, KemenPAN RB, BKN, KASN, dan LAN. Menurut Dewas, draf sudah memuat soal TWK.
Firli Bahuri pun disebut tidak sendirian menghadiri rapat pada 26 Januari 2021 itu. Melainkan bersama dengan Nurul Ghufron selaku Wakil Ketua KPK dan Cahya Hareffa selaku Sekjen.
Masih menurut Dewas, Peraturan KPK (Perkom) yang akhirnya diundangkan isinya sama persis dengan draf itu. Perbedaannya hanya ada penambahan mengenai PPPK.
"Sehingga tidak benar dugaan Saudara Firli Bahuri pada saat mengikuti harmonisasi datang sendiri dengan membawa draf Perkom yang telah ditambahkan klausul TWK secara diam-diam," kata Harjono.

Sosialisasi TWK Tidak Jelas

Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sosialisasi mengenai TWK menjadi salah satu poin aduan pegawai KPK. Sosialisasi pada 17 Februari 2021 dinilai tidak menjelaskan soal konsekuensi hasil TWK.
ADVERTISEMENT
Hal ini disanggah Dewas KPK. Menurut Dewas, Perkom yang memuat soal TWK sudah dikirimkan kepada seluruh pegawai KPK melalui email tertanggal 10 Februari 2021. Selain itu, disebut pula ada sosialisasi melalui zoom meeting tertanggal 17 Februari 2021.
Dewas pun menyebut bahwa dalam sosialisasi itu Kabiro SDM sudah menjelaskan mengenai konsekuensi dari TWK. Selain itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pun disebut sudah menanggapi email dari para pegawai mengenai TWK pada tanggal 6 Maret 2021.
Mengenai bahwa Perkom tidak memuat soal konsekuensi hasil TWK, Dewas pun punya argumennya. Menurut Dewas, konsekuensi itu memang tidak diatur dalam perkom, tetapi untuk menjadi ASN perlu memenuhi syarat yakni setia pada Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan pemerintahan yang sah. Tolok ukurnya ialah TWK yang digelar bersama BKN.
ADVERTISEMENT
"Sehingga tidak benar adanya indikasi penyembunyian informasi mengenai konsekuensi TWK yang dilakukan oleh Pimpinan KPK karena ketentuan mengenai konsekuensi TWK memang tidak diatur dalam Perkom Nomor 01 Tahun 2021," kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris.

Pimpinan KPK Membiarkan Pertanyaan TWK yang Bermasalah

Pimpinan KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Beberapa pegawai KPK yang ikut dalam TWK mengaku ada sejumlah pertanyaan janggal di dalamnya. Pertanyaan yang diduga melanggar hak kebebasan beragama/berkeyakinan, kebebasan berekspresi/berpendapat dan hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender termasuk pelecehan seksual.
Mereka menyebut ada pertanyaan mengenai "kenapa belum menikah" hingga "Islamnya, Islam apa". Bahkan termasuk ditanya apakah Salat Subuh memakai qunut atau tidak hingga doa sebelum makan.
Selain itu, para pegawai KPK yang menjalani tes pun diminta untuk memberikan pernyataan sikap atas sejumlah isu. Mulai dari isu terorisme, HTI, FPI, hingga Habib Rizieq.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Namun, Dewas KPK menyatakan bahwa pimpinan tidak ikut menyusun materi pertanyaan TWK. Bahkan menurut Dewas KPK, tidak ada pegawai yang melaporkan soal pertanyaan-pertanyaan di dalam TWK.
"Setelah pelaksanaan TWK yang diikuti oleh seluruh pegawai KPK selesai, tidak ada pegawai yang menyatakan keberatannya mengenai materi pertanyaan dalam TWK tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Pimpinan KPK," kata Syamsuddin Haris.
"Sehingga tidak benar terdapat perbuatan dan tindakan Pimpinan KPK yang membiarkan pelaksanaan asesmen dan tidak menindaklanjuti pengaduan pegawai karena materi Asesmen Wawasan Kebangsaan disediakan oleh BKN bukan Pimpinan KPK," imbuhnya.

Pernyataan Firli Bahuri Bahwa TWK Bukan Masalah Lulus atau Tidak

Ketua KPK, Firli Bahuri. Foto: Humas KPK
Pegawai KPK menyebut bahwa pada rapat 5 Maret 2021, Firli Bahuri menyatakan bahwa TWK bukan masalah lulus atau tidak. Serta menyatakan bahwa mengukur pegawai KPK terlibat organisasi terlarang tidak cukup dengan wawancara.
ADVERTISEMENT
Namun, Dewas KPK mengaku tidak menemukan rekaman pernyataan dalam rapat itu. Menurut Dewas, hanya ada pernyataan Firli bahuri dalam kegiatan "Pengarahan Kepada Para Kasatgas Penindakan oleh Pimpinan KPK dan Dewas" pada 4 Maret 2021.
Dalam rapat itu, ada pernyataan Firli Bahuri yang sebagiannya menyebut "... tidak perlu ada kekhawatiran, kalau di situ ada disebutkan kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah, tidak usah khawatir, yang dicari tiga, apakah Bapak terlibat dengan organisasi terlarang mimsalnya FPI, HTI, dan PKI, di tiga ini, jadi itu saja. Kalau tidak masuk dengan tiga kategori tersebut tidak usah takut ...".
"Jadi jangan ada Tes Kompetensi kita tidak lagi dipermasalahkan karena kita sudah lulus semua yang ada adalah kesetiaan kepada Pancasila, kepada UUD 1945, dan kepada pemerintahan yang sah, bukan pada orang perorangan. Hari ini pemerintahan Presiden Jokowi besok kita tidak tahu lagi makanya saya katakan Pak dalam dunia politik jangan pernah bermain-main".
ADVERTISEMENT
"Walaupun terdapat pernyataan/statement sebagaimana yang disampaikan oleh Saudara Firli Bahuri sebagaimana tersebut di atas, tidaklah merupakan suatu ketidakjujuran mengingat yang memutuskan hasil TWK memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai ASN adalah BKN," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho.
"Sehingga pernyataan/statement yang disampaikan oleh Saudara Firli Bahuri tanggal 5 Maret 2021 sebagaimana yang ditranskripkan oleh pelapor dalam surat pengaduan tanggal 16 Juni 2021 tidak dapat dibuktikan," sambungnya.

Niat Untuk Berhentikan Pegawai KPK

Suasana aksi solidaritas wadah pegawai KPK dengan membentuk rantai manusia di gedung KPK, Jakarta. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Dalam laporannya, para pegawai menyebut ada rapat pada 29 April 2021 yang dihadiri pimpinan dan pejabat struktural KPK. Diduga, rapat membahas para pegawai yang tak lulus TWK akan diminta mengundurkan diri per 1 Juni. Bila tidak, maka akan tetap diberhentikan.
ADVERTISEMENT
Namun, Dewas menilai hal itu tidak benar. Sebab pada tanggal 1 Juni 2021, tidak ada pegawai yang diberhentikan. Menurut Dewas, rapat tanggal 5 Mei 2021 pun tidak membahas itu.
"Pimpinan KPK walaupun telah memperoleh hasil TWK masih berupaya untuk memperjuangkan agar seluruh pegawai KPK dapat diangkat sebagai ASN," ujar Albertina Ho.
Menurut Dewas, hal itu terlihat dari adanya rapat antara KPK dengan BKN dan sejumlah instansi terkait lainnya pada 25 Mei 2021. Dewas merujuk pada keputusan rapat bahwa ada 24 pegawai yang dinilai masih bisa diangkat menjadi ASN dengan terlebih dahulu mengikuti pendidikan dan pelatihan Kementerian Pertahanan.
"Tidak benar dugaan bahwa pimpinan KPK sejak awal telah mempunyai niat untuk memberhentikan pegawai KPK yang Tidak Memenuhi Syarat dan/atau tidak memberikan kesempatan untuk dilakukan pembinaan," ujar Albertina.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, Dewas KPK tidak menyebut nasib 51 pegawai sisanya. Berdasarkan rapat tersebut, 51 pegawai dinyatakan akan dipecat per 1 November 2021 lantaran dinilai sudah tidak bisa dibina.

SK 652 yang Bikin 75 Pegawai KPK Tak Bisa Bertugas

Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Poin terakhir yang dimasalahkan pegawai KPK ialah SK 652 yang diteken Firli Bahuri. SK itu membuat 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK tidak bisa lagi bertugas.
SK itu dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa peralihan status menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK. SK itu diterbitkan pada 7 Juni 2021. Selang dua hari setelah pengumuman hasil TWK.
Namun, Dewas KPK membela Firli Bahuri terkait SK tersebut. SK dinilai merupakan tindak lanjut hasil TWK.
ADVERTISEMENT
Menurut Dewas, pimpinan KPK sudah menindaklanjuti putusan MK dengan adanya rapat tanggal 25 Mei 2o21 bersama BKN dan instansi lainnya. Hasil rapat itu ialah ada 24 pegawai yang masih bisa dibina untuk menjadi ASN dan 51 pegawai yang akan diberhentikan per 1 November 2021.
Menurut Dewas, Sekjen KPK atau Pimpinan KPK tidak pernah mengatakan bahwa pegawai yang tercantum dalam SK itu dinonaktifkan atau diberhentikan dari pekerjaannya. Dewas menyebut para pegawai itu masih bisa bertugas.
"Sampai dengan saat ini, pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat masih dapat melaksanakan tugasnya berdasarkan perintah atasan langsung dan masih memperoleh hak-hak kepegawaiannya sebagai pegawai KPK," kata Albertina Ho.
Dewas KPK kemudian merujuk surat jawaban KPK kepada pegawai yang mempertanyakan soal SK itu. Yakni bahwa SK diterbitkan sebagai mitigasi risiko agak tidak terjadi permasalahan hukum. Dewas menyatakan bahwa SK itu bukan pemberhentian.
ADVERTISEMENT
Atas pertimbangan itu, Dewas menyatakan bahwa dugaan pimpinan KPK tidak mengindahkan putusan MK dengan adanya SK tersebut ialah tidak benar.
"Sehingga tidak benar dugaan Pimpinan KPK tidak mengindahkan putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 tanggal 4 Mei 2021 dan terdapat kekeliruan dalam penandatanganan SK Nomor 652 Tahun 2021," ujar Albertina Ho.

Tak Penuhi Syarat, Tidak Berlanjut ke Sidang Etik

Atas sejumlah pertimbangan tersebut di atas, Dewas KPK secara musyawarah dan mufakat dan berkesimpulan bahwa laporan terhadap Pimpinan KPK tidak cukup bukti. Sehingga, laporan terhadap Firli Bahuri dkk itu tidak dilanjutkan ke sidang etik.
"Tidak cukup bukti sehingga tidak tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," pungkas Tumpak.