Firli Langgar Etik, ICW Nilai DPR-Pansel Gagal Pilih Pimpinan KPK Berintegritas
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesian Corruption Watch (ICW) menyoroti kinerja dari panitia seleksi pimpinan KPK Jilid V dan Komisi III DPR RI. ICW menilai kedua pihak tersebut gagal dalam memilih pimpinan KPK yang berintegritas dengan bukti Komjen Firli Bahuri dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Pengawas KPK.
ADVERTISEMENT
Diketahui, Panitia Seleksi pimpinan KPK adalah yang menyaring kandidat calon pimpinan KPK hingga 10 besar. Kemudian, Komisi III DPR RI adalah pihak yang melakukan fit and proper test untuk memilih 5 pimpinan KPK di jilid V.
"Putusan etik yang dijatuhkan oleh Dewan Pengawas terhadap Firli Bahuri sekaligus mengkonfirmasi bahwa kinerja Panitia Seleksi Pimpinan KPK, Presiden Joko Widodo, dan segenap anggota Komisi III DPR RI terbukti gagal dalam memilih Pimpinan KPK yang benar-benar berintegritas," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Senin (28/9).
Kurnia menilai, hal ini harus jadi catatan serius bagi Panitia Seleksi sebagai kepanjangan tangan presiden begitu juga DPR dalam memilih Pimpinan KPK.
"Di masa yang akan datang tentu ini mesti dijadikan catatan serius bagi Panitia Seleksi Pimpinan KPK, Presiden dan juga DPR untuk tidak lagi memilih figur pelanggar etik menjadi Ketua KPK. Jika tidak, maka praktik seperti ini akan terulang kembali dan amat mencoreng kredibilitas kelembagaan KPK," sambungnya.
Dalam kasus dugaan etik Firli, ia divonis terbukti melanggar etik oleh Majelis Etik bentukan Dewan Pengawas KPK. Ia terjerat dugaan etik karena menggunakan helikopter saat berkunjung ke kampung halamannya, di Baturaja Sumatera Selatan 20 Juni lalu.
ADVERTISEMENT
Firli dinilai melanggar nilai dasar Integritas dan Kepemimpinan di KPK. Sehingga, ia dijatuhi hukuman ringan dengan teguran sanksi tertulis II.
Meski ringan, Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan apabila Firli kembali melanggar etik, maka sanksinya akan lebih berat dari saksi sebelumnya. Minimal, kata dia, sesuai dengan Peraturan Dewas Nomor 02 Tahun 2020, maka sanksinya satu tingkat di atas sanksi sebelumnya.