Food Estate adalah Keniscayaan Bagi Negara Agraris

26 Agustus 2021 18:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi food estate. Foto: Kementan RI
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi food estate. Foto: Kementan RI
ADVERTISEMENT
Program Food Estate yang dirancang pemerintah dan dikomandoi Kementerian Pertanian (Kementan) memang sangat dibutuhkan sebagai lumbung pangan nasional.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut ditegaskan akademisi Universitas Tanjungpura, Sulakhudin. Ia memastikan keberadaan Food Estate adalah suatu keharusan bagi negara agraris.
"Food Estate atau lumbung pangan bagi sebuah negara agraris adalah keniscayaan," kata Sulakhudin dalam siaran pers Kementan, Kamis (26/8).
Hanya saja, kata dia, adanya orientasi pembangunan ekonomi, infrastruktur dan industri yang fokus di Pulau Jawa, membuat program Food Estate kemudian dialihkan prioritasnya ke luar Pulau Jawa, khusus di Kalimantan dan wilayah Indonesia timur.
Sebab, jika terus dilaksanakan di Jawa, maka wilayah ini menjadi kewalahan dalam memberikan jaminan cadangan pangan nasional.
Ilustrasi food estate. Foto: Dok. Kementan
Sulakhudin melanjutkan, tingkat kesuburan tanah di Pulau Jawa, termasuk Bali dan Lombok, diibaratkan pada level bintang lima. Sedangkan Pulau Sumatera pada level bintang empat, Pulau Sulawesi dan Papua pada level bintang tiga, Pulau Kalimantan dan seputar NTT pada level bintang dua.
ADVERTISEMENT
"Jadi, menggantikan kehilangan tanah sawah di Pulau Jawa dengan pengembangan lumbung pangan di Pulau Kalimantan dan seputar NTT setara perbandingan bintang lima dan bintang dua. Artinya, banyak masalah yang harus diselesaikan dan butuh waktu serta ketekunan para pihak dalam menanggulanginya," tutur Sulakhudin.
Menurut dia, Pulau Kalimantan mempunya level kesuburan tanah terendah se-Indonesia, karena hampir tidak ada sumber gunung api aktif yang memproduksi mineral hara tanah.
"Pulau ini hanya merupakan perbukitan terdiri dari tanah tua (podzolik merah kuning) yang miskin hara dan hamparan rawa atau tanah gambut yang rentan mengalami kerusakan berupa amblesan (subsidence), kebakaran, genangan (banjir), dan pH masam," terang Sulakhudin.
Foto udara jaringan irigasi di kawasan lumbung pangan nasional 'food estate' Dadahup di Kabupaten Kapuas, Desa Bentuk Jaya, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4). Foto: Makna Zaezar/Antara Foto
Sementara di kawasan seputar NTT umumnya tanah mineral, tetapi tak memiliki sumber air yang cukup untuk budidaya padi. "Karena umumnya di sana beriklim kering," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga disampaikan Akademisi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPNVY), Muhammad Kundarto. Ia menuturkan, ada cerita masa lalu di balik program Food Estate di Kalimantan, yakni pada lahan eks PLG (Proyek Lahan Gambut 1 juta hektar) yang gagal.
Namun dalam kondisi terkini, bisa dilihat banyak bentang lahan rawa yang dapat dibudidayakan sebagai tanah sawah.
"Hanya, sebagian lahan yang masih tergenang terlalu dalam dan pH tanah atau air yang terlalu rendah yang masih membutuhkan ketekunan perlakukan untuk mengubahnya," imbuh Kundarto.
Ia melanjutkan, wilayah dengan genangan air butuh sentuhan sipil teknis untuk mengatur tata air inlet dan outlet. Sedangkan pH tanah yang terlanjur rendah membutuhkan pasokan air netral berkelanjutan untuk menaikkan pH.
Food Estate Kalimantan Tengah di Desa Bentuk Jaya (Blok A5), Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas. Foto: Dok. Kementan
Kegiatan di atas menurut Kundarto, membutuhkan sentuhan dari para akademisi perguruan tinggi, lembaga penelitian dan para pihak lainnya untuk berkolaborasi secara terintegrasi.
ADVERTISEMENT
"Sehingga gerak langkah penelitian, uji coba lapangan (demplot) dan pemberdayaan petani dapat dilakukan seiring-sejalan dengan introduksi teknologi tepat guna untuk memulihkan kerusakan lahan dan meningkatkan produksi pangan," tutur Kundarto.
Kundarto berpesan agar perjuangan melaksanakan program Food Estate di Pulau Kalimantan, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur ini juga perlu diimbangi dengan upaya mempertahankan lumbung pangan yang sudah ada di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Bali dan berbagai tempat lainnya.