Formappi: 4 UU yang Disahkan DPR Kelihatan Tendensi Kepentingan Elite Politik

14 Agustus 2021 6:30 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Kinerja DPR dalam menghasilkan UU menuai sorotan dan kritik publik. Pasalnya, sejak dilantik pada 2019 lalu, DPR periode sekarang baru mengesahkan 4 RUU menjadi UU.
ADVERTISEMENT
Keempat RUU yang disahkan menjadi UU itu adalah RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, RUU tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Kemudian, RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, dan RUU tentang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law).
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai manajemen kinerja DPR sangat buruk dari tahap perencanaan hingga pengesahan RUU. Menurutnya, RUU yang disahkan pun lebih banyak bermuatan kepentingan politik para elite.
"Saya melihat dalam hal perencanaan tersebut, keputusan DPR atas sebuah RUU sangat ditentukan oleh kepentingan di balik RUU-RUU tersebut. Kepentingan tersebut lebih banyak terkait dengan kebutuhan politik partai dan pemerintah, bukan berdasarkan studi serius atas kebutuhan legislasi yang terkait langsung dengan urusan kekosongan hukum di tengah masyarakat," ujar Lucius dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (14/8).
ADVERTISEMENT
"Manajemen perencanaan dengan basis pertimbangan yang hanya terbatas pada kebutuhan elite ini mengakibatkan RUU-RUU yang akhirnya dibahas cepat oleh DPR hanyalah RUU-RUU yang memang mendesak dari sisi elite politik dan pengusaha," imbuhnya.
Suasana Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda laporan Komisi II DPR terhadap pergantian calon komisioner KPU dan PAW di Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Padahal, kata lucius, ada RUU atau peraturan yang lebih dibutuhkan publik daripada keempat RUU yang disahkan. "RUU-RUU yang mestinya sangat dibutuhkan publik untuk mengisi kekosongan hukum atau menyempurnakan peraturan lama yang sudah tak relevan akhirnya diabaikan," jelasnya.
Lucius menyebut tendensi kepentingan politik para elite ini bisa terlihat dari proses pembahasan keempat RUU yang sangat cepat.
"Kelihatan sekali bagaimana tendensi kepentingan elite yang akhirnya menentukan proses pembahasan DPR dan Pemerintah atas beberapa RUU seperti RUU Cipta Kerja, RUU Minerba, dan RUU Otsus Papua. Atas nama kepentingan elite itu, proses pembahasan bisa berlangsung cepat, bekerja lembur hingga kompromi yang sangat cepat," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Peneliti Formappi Lucius Karus di diskusi 'Nasib Murung Bangsa atas Kebijakan RUU KPK dan RKUHP' di Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (22/9/291). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Lucius pun membandingkan kinerja DPR era Ketua Puan Maharani dengan periode sebelumnya yang dinilai lebih baik.
"Hasil 4 RUU untuk 2 tahun sidang dari DPR 2019-2024 terlihat sangat buruk dibandingkan dengan DPR sebelumnya yang di dua tahun pertama sudah menghasilkan belasan RUU (16 RUU)," kata Lucius.

Koordinasi Pimpinan DPR Dinilai Lemah

Lucius juga menyoroti lemahnya koordinasi yang dijalankan pimpinan DPR dalam memastikan kontrol atas proses penyusunan hingga pembahasan RUU berlangsung terus. Kondisi ini, kata dia, juga diperparah dengan fokus masing-masing fraksi yang tak jelas.
"Pimpinan DPR lebih sibuk dengan urusan politik masing-masing ketimbang peduli pada kebutuhan akan kinerja DPR yang lebih baik. Selain lemahnya koordinasi oleh pimpinan, prioritas fraksi-fraksi juga tak sangat jelas. Masing-masing fraksi sibuk dengan kepentingan sendiri sehingga tak jelas prioritas yang ingin mereka perjuangkan," terangnya.
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) menerima laporan hasil uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo saat sidang paripurna di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/1). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Lucius sangat menyayangkan kinerja DPR saat ini yang dianggap tak membantu rakyat di tengah pandemi corona.
ADVERTISEMENT
"Semua itu menambah tantang persoalan yang nyata-nyata ada saat ini yaitu situasi pandemi. Pandemi mungkin bisa menjadi tantangan tetapi mestinya ini lebih tepat sebagai peluang bagi DPR untuk produktif menjalankan fungsi mereka agar rakyat terbantu untuk bertahan di tengah situasi sulit saat ini," pungkasnya.