Foto: Kampanye "Orang Baik" Berujung "Reformasi Dikorupsi"

24 Februari 2020 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden memilih Joko Widodo saat pidato kemenangannya dalam pemilihan Presiden Indonesia di Jakarta, Rabu (23/7/2014). Foto: ADEK BERRY / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden memilih Joko Widodo saat pidato kemenangannya dalam pemilihan Presiden Indonesia di Jakarta, Rabu (23/7/2014). Foto: ADEK BERRY / AFP
Joko Widodo, presiden pertama pascareformasi dari kalangan sipil yang mampu bertahan sebagai satu presiden selama satu periode dan kembali terpilih di periode keduanya. Sebelumnya, mulai dari B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, hingga Megawati Soekarnopoetri rata-rata hanya mampu berkuasa kurang dari tiga tahun.
Pada kampanye periode pertama, Jokowi cukup diuntungkan dengan label tokoh merakyat dan tak punya noda hitam terkait kasus HAM. Tak heran jika ia diharapkan membawa perubahan, apalagi dalam kampanyenya ia sempat memasukkan penuntasan kasus HAM masa lalu dan reforma agraria sebagai janji yang ia bawa.
Presiden Indonesia Joko Widodo (kiri) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) naik kereta kuda menuju Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2014). Foto: ROMEO GACAD / AFP
Hampir semua kalangan aktivis, baik itu pegiat antikorupsi, aktivis lingkungan, maupun HAM turut serta mendukung pencalonannya. Sebut saja misalnya mantan Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki, mantan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan, Ketua KNTI Riza Damanik, mantan Sekretaris Jenderal KPA Usep Setiawan, dan mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim. Nama-nama tersebut kemudian menduduki berbagai jabatan baik di Kantor Staf Presiden maupun di kementerian.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memasangkan kemeja kotak-kotak kepada Teten Masduki dan nampak juga Rieke Diah Pitaloka, Minggu (18/11/2012). Foto: TEMPO/STR/Prima Mulia
Teten Masduki tiba di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Tapi apa daya, kekuatan civil society di dalam lingkar kekuasaan Istana masih tergolong minoritas bila dibandingkan kelompok dari kalangan partai politik, tentara atau polisi, dan pengusaha. Sejumlah kasus HAM, konflik lingkungan yang melibatkan pengusaha, hingga korupsi tak sekejap mata bisa selesai.
Seorang aktivis menggunakan topeng wajah Jokowi saat Aksi Kamisan ke-500 di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (27/7/2017). Foto: Faisal Rahman/kumparan
Sejumlah aktivis menggunakan topeng wajah Munir saat Aksi Kamisan sebagai peringatan 14 tahun kematian Munir, Kamis (06/09/2018). Foto: Faisal Rahman/kumparan
Memperingati kematian Patmi, petani Kendeng. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Di penghujung periode pertamanya, kekecewaan publik kian menyala melalui demonstrasi bertajuk Reformasi Dikorupsi. Niat pengesahan sejumlah rancangan undang-undang hingga Revisi Undang-undang KPK di DPR, dan kasus-kasus lingkungan serta HAM yang tak juga tuntas membuat masyarakat berang.
Presiden Jokowi menerima keluarga korban pelanggaran HAM di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5/2018). Foto: TEMPO/Subekti
Sejumlah mahasiswa terlibat kericuhan saat berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Polisi menghalau massa saat kericuhan dalam unjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Di periode keduanya kini, Jokowi berani menggandeng lawan, Prabowo Subianto, duduk sebagai menteri. Sementara harapan akan penuntasan kasus HAM, korupsi, dan lingkungan dinilai kian jauh panggang dari api.
Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan petikan keputusan kepada calon Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri), Rabu (23/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari