LIPSUS FORMULA E - Krispi

Fulus di Lintasan Formula E

17 Februari 2020 17:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kemelut Formula E. Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kemelut Formula E. Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
Pemprov DKI Jakarta optimistis meraup untung dari ajang internasional Formula E. Rp 360 miliar telah digelontorkan dari kas DKI sebagai commitment fee guna menggelar balap mobil listrik itu. Di sisi lain, ada kisah Montreal selaku tuan rumah yang merugi dan akhirnya menghentikan kontrak dengan Formula E.
Rp 1,2 triliun. Itulah estimasi nilai ekonomi dari ajang Formula E berdasarkan hitung-hitungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Khusus untuk Pemprov DKI Jakarta, menurut PT Jakarta Propertindo selaku BUMD pengelola Formula E di ibu kota, dapat meraup pendapatan sekitar Rp 500-600 miliar dari ajang balap mobil listrik yang pertama kali digelar pada 2014 itu.
Formula E bahkan diprediksi meningkatkan pendapatan nasional atau produk domestik bruto sebanyak 0,02 persen. Angka-angka itu merupakan hasil riset dan studi ekonomi tim Jakpro, yang menurut Direktur Utama PT Jakpro Dwi Wahyu Waryoto, berasal dari rombongan official team peserta lomba dan turis yang akan datang ke Indonesia untuk menonton.
“Tim FEO (Formula E Organization) ke sini saja hampir 2.000 orang, tinggal di Indonesia. (Kalau) seminggu, bayangin (mereka) spending money untuk hotel, restoran, dan lain-lain,” kata Dwi di Cikini, Jumat (14/2).
Keuntungan ekonomi sudah sewajarnya jadi target tuan rumah ajang sport internasional. Jakarta, menurut Gubernur Anies Baswedan, setidaknya punya tiga sasaran dalam menghelat Formula E. Pertama, untuk mengampanyekan penggunaan kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Kedua, untuk menggerakkan perekonomian Jakarta. Ketiga, untuk menyejajarkan Jakarta dengan kota-kota besar di dunia.
Untuk semua itu, Jakarta bersedia membayar commitment fee 20 juta poundsterling atau setara dengan Rp 360 miliar setiap tahunnya selama penyelenggaraan Formula E, dan biaya penyelenggaraan sebesar Rp 934 miliar. Pengeluaran itu diambil dari APBD DKI Jakarta. Di samping itu, Dinas Olahraga dan Pemuda DKI turut mengajukan anggaran Rp 600 juta untuk sosialisasi.
Jakarta akan menjadi tuan rumah Formula E selama lima musim. Kontrak diteken untuk periode 2020 sampai 2024. Menurut Direktur Kejuaraan Formula E Alberto Longo, profit kemungkinan baru akan dikantongi pada tahun keempat atau kelima.
Keuntungan yang tertunda itu tak jadi soal bagi Anies Baswedan. Ia mengatakan sudah menghitung dampaknya untuk Jakarta, dan yakin event tahunan tersebut akan mengerek investasi di ibu kota.
“Kalau kita selenggarakan sekali (satu musim), maka kita tidak punya kesempatan untuk mengembangkannya. Kami melihat (Pemprov DKI Jakarta) bukan seperti event organizer, tapi untuk pengembangan Jakarta dengan memanfaatkan Formula E,” kata Anies.
Kemelut Formula E. Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
Tak semua menyambut gembira keputusan Jakarta jadi tuan rumah Formula E. Partai Solidaritas Indonesia sebagai salah satu pihak yang nyaring bersuara di DPRD DKI Jakarta, melontarkan kritik.
Ketua Fraksi PSI di DPRD DKI, Idris Ahmad, menyatakan Formula E tidak termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta. Ia juga mengkritisi commitment fee hingga pengeluaran yang total akan menelan biaya sekitar Rp 1,2 triliun.
Padahal, proyeksi keuntungan pada kisaran yang sama—Rp 1,2 triliun—belumlah pasti.
“Kami khawatir sebab di beberapa negara, (penyelenggaraan Formula E) malah merugi karena bukan area ring satunya. Apakah ini lomba yang benar-benar orang mau nonton?” ujar Idris.
Kekhawatiran itu ditampik oleh Ketua Ikatan Motor Indonesia Sadikin Aksa. Putra Aksa Mahmud—ipar Jusuf Kalla—itu yakin Formula E akan punya pasar besar. IMI selaku regulator balapan mendukung penuh event tersebut.
This is the future of the sport. Ke depannya, Formula 1 pun arahnya ke hybrid (gabungan mesin bensin dan motor listrik). Memang ini nggak sebesar Formula 1. Tapi Formula E sudah enam tahun, dan dia selalu ngadain (balap) di dalam kota karena mau narik banyak orang (penonton),” kata Sadikin kepada kumparan di Plaza Indonesia, Kamis (13/2).
Tarik-ulur Formula E. Desainer: Andri Firdiansyah Arifin/kumparan
Formula E pertama kali digelar di Beijing pada 2014. Selanjutnya, sejumlah kota di dunia menjadi tuan rumah ajang olahraga itu, misalnya Marrakesh, Buenos Aires, Paris, New York, dan Montreal. Kini giliran Jakarta ikut andil sebagai tuan rumah musim 2019/2020.
Gelaran Formula E sejak musim 2014/2015 sebetulnya merugi. Forbes melansir, Formula E merugi USD 140 juta atau Rp 1,9 triliun selama empat tahun terakhir. Di sisi lain, nilai jual ajang tersebut naik hingga USD 870 juta atau setara Rp 12 triliun.
Senada, The Verge mencatat bahwa Formula E selalu merugi sepanjang lima musim terakhir, meski menorehkan kenaikan pendapatan.
Berdasarkan laporan anggaran 2017, Formula E Organization mengantongi pemasukan USD 33 juta (Rp 459 miliar) dari promotor dan tim-tim yang bertanding. Ia juga beroleh pendapatan USD 21,6 juta (Rp300 miliar) dari hak siar termasuk Fox Sports. Jadi, total pendapatan FEO pada 2017 itu sebesar USD 108 juta atau Rp1,5 triliun.
Namun, jumlah itu besar pasak daripada tiang. Sebab, pengeluaran FEO untuk gelaran Formula E pada tahun itu mencapai USD 132,5 juta atau Rp1,8 triliun. Alhasil, ia merugi USD 23,9 juta (Rp332 miliar). Akibatnya, salah satu kota penyelenggara Formula E ketika itu, Montreal, tak melanjutkan perannya sebagai tuan rumah di musim berikutnya.
Balap mobil listrik Formula E. Foto: Formula E
Montreal mengaku tak punya perencanaan anggaran yang baik. Pada akhirnya, kota terbesar di Provinsi Québec, Kanada, itu merasa pengeluarannya untuk Formula E terlalu besar untuk “sekadar” mengangkat nama kota.
Seiring pergantian Wali Kota Montreal pada 2017, kontrak dengan Formula E pun dibatalkan kota itu. Apalagi, wali kota baru menerima tagihan yang belum dibayar dari balapan seri sebelumnya, dan mendapat informasi soal potensi kenaikan biaya pada seri selanjutnya.
Publik Montreal waktu itu juga mengkritisi gelaran Formula E di kota mereka yang menggunakan anggaran publik. Ini berbeda dengan beberapa kota lain seperti Berlin, Monako, Paris, Roma, dan Hong Kong yang menggunakan dana sponsor.
Sementara sponsor untuk gelaran di Jakarta, menurut Jakpro, sedang dalam proses negosiasi. Sejauh ini, pengeluaran masih ditanggung kas Pemprov DKI.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan, baju biru) bersalaman dengan pembalap Formula E. Foto: Dok. Istimewa
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten