G7 Akan Donasikan 1 Miliar Dosis Vaksin COVID-19 ke Negara Ekonomi Rendah

11 Juni 2021 8:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vaksin corona.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berharap kelompok negara kaya, G7, setuju untuk menyumbangkan 1 miliar dosis vaksin COVID-19 ke negara-negara dengan ekonomi rendah hingga 2022. Hal ini tengah dinegosiasikan pada puncak KTT G7 pada Jumat (11/6).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Johnson mengatakan Inggris akan memberikan setidaknya 100 juta kelebihan vaksin ke negara-negara miskin. Hal itu ia katakan hanya beberapa jam setelah Presiden AS Joe Biden bersumpah untuk meningkatkan pertempuran melawan virus corona, dengan mendonasikan 500 juta dosis vaksin Pfizer ke sejumlah negara.
“Sebagai hasil dari keberhasilan program vaksin Inggris, kami sekarang berada dalam posisi untuk membagikan sebagian dosis berlebih kami kepada mereka yang membutuhkannya,” kata Johnson pada Jumat (11/6) dalam pernyataannya, mengutip Reuters.
"Dengan melakukan itu, kami akan mengambil langkah besar untuk mengalahkan pandemi ini untuk selamanya," imbuh dia.
Dari 100 juta dosis vaksin COVID-19 yang akan disumbangkan Inggris, 80 juta akan disalurkan ke program COVAX yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sementara sisanya akan dibagikan secara bilateral dengan negara-negara yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Donasi Inggris akan diambil dari stok yang telah dibeli untuk program vaksinasi domestiknya, serta akan datang dari pemasok Oxford-AstraZeneca, Pfizer-BioNTech, Janssen, Moderna, dan lainnya.
Johnson mengikuti jejak Biden dalam menyerukan rekan-rekan pemimpinnya untuk membuat janji serupa. Ia telah meminta para pemimpin G7 untuk berkomitmen memvaksinasi seluruh dunia pada akhir tahun depan.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson. Foto: REUTERS/Simon Dawson
Ia juga mengimbau perusahaan farmasi untuk mengadopsi model Oxford-AstraZeneca dalam menyediakan vaksin dengan biaya selama pandemi. Sebab membiarkan negara-negara miskin untuk menangani pandemi sendirian berisiko memungkinkan virus bermutasi lebih lanjut dan lolos dari vaksin.
Johnson berharap G7 bisa menjanjikan sumbangan 1 miliar dosis vaksin corona di ujung KTT di resor tepi laut Inggris, Carbis Bay, itu.
Meski, beberapa kelompok kampanye menganggap rencana itu adalah sesuatu yang tak akan memberi pengaruh besar. Mengingat Oxfam memperkirakan bahwa hampir 4 miliar orang akan bergantung pada COVAX untuk vaksin, yakni program yang mendistribusikan vaksin COVID-19 ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
ADVERTISEMENT
COVID-19 telah menewaskan sekitar 3,9 juta orang dan mengoyak ekonomi secara global. Adapun infeksi COVID-19 dilaporkan di lebih dari 210 negara dan wilayah sejak kasus pertama diidentifikasi di China pada Desember 2019.
Kini, para ilmuwan telah berhasil menghadirkan vaksin COVID-19 ke pasar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Inggris telah memberikan dosis pertama vaksin corona kepada 77 persen populasi orang dewasanya.
Seorang pria menerima suntikan vaksin corona di kantor pusat Facebook di Menlo Park, California, AS, Sabtu (10/4). Foto: Brittany Hosea-Small/REUTERS
Sedangkan Amerika Serikat sudah memvaksinasi dosis pertama 64 persen warganya. Mereka yakin pandemi hanya akan berakhir setelah semua negara divaksinasi.
Populasi global hampir 8 miliar jiwa dan kebanyakan orang membutuhkan dua dosis vaksin, terlebih untuk mengatasi varian varian baru. Sehingga para juru kampanye mengatakan komitmen tersebut menandai awal yang bagus, tetapi para pemimpin dunia perlu melangkah lebih jau, dan lebih cepat.
ADVERTISEMENT
"Tujuan G7 untuk memberikan 1 miliar dosis harus dilihat sebagai minimum absolut, dan kerangka waktu perlu dipercepat," kata Lis Wallace dari kelompok kampanye anti-kemiskinan, ONE.
"Kami sedang berlomba dengan virus ini dan semakin lama [virus] memimpin, semakin besar risiko varian baru yang lebih berbahaya merusak kemajuan global," imbuh dia.
Di sisi lain, badan amal mengatakan bahwa dukungan logistik juga akan diperlukan untuk membantu mengelola sejumlah besar vaksin di negara-negara miskin.