Gerak Lambat Penanganan Corona

7 April 2020 10:39 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan Terawan memakai masker saat mendampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terima alat kesehatan dari China.  Foto: Dok. TNI AU
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Terawan memakai masker saat mendampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terima alat kesehatan dari China. Foto: Dok. TNI AU
Sejumlah pasal birokratis membayangi Peraturan Menteri Kesehatan tentang penanganan pandemi COVID-19. Peraturan yang dikeluarkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bernomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 ini ditengarai kurang gesit menangani pandemi.
Pasal 4 peraturan itu misalnya, mengatur soal pengajuan PSBB oleh kepala daerah harus disertai dengan data peningkatan kasus, peta penyebaran, transmisi lokal disertai data penularan generasi kedua dan ketiga, serta kurva epidemiologi.
Syarat-syarat ini bakal sulit dipenuhi oleh kepala daerah. Sejauh ini belum ada rilis resmi mengenai jejak perjalanan pasien positif COVID-19. Informasi resmi data pasien positif masih sebatas jumlah pasien positif, pasien dalam pemantauan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien meninggal saja.
Jika pun syarat tersebut sudah dipenuhi, Pasal 7 Permenkes No. 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB menyebutkan Kementerian Kesehatan masih harus membentuk tim kajian untuk memberikan rekomendasi kepada menteri.
Hambatan birokrasi ini langsung terbukti ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan melayangkan surat permohonan ke Kementerian Kesehatan untuk memberlakukan PSBB. Surat yang dilayangkan Anies sejak sebelum Permenkes No. 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB dibuat, pada Rabu pekan lalu (1/4), dibalas dengan permintaan pemenuhan syarat. Layang dari Menteri Terawan itu bertanggal 5 April 2020.
Surat Menteri Kesehatan Terawan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Dok. Istimewa
Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kementerian Kesehatan Busroni menyebutkan persetujuan PSBB untuk DKI sudah diberikan Menteri Kesehatan pada Senin malam (6/4). Syarat administrasi tetap diminta untuk dilengkapi.
Tapi lika-liku birokrasi sudah terlanjur menghambat perkembangan pandemi ini di Jakarta.
DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan pasien positif COVID-19 terbanyak di Indonesia. Saat Anies melayangkan surat itu pada Kamis pekan lalu, angka pasien positif COVID-19 sudah mencapai 808 orang. Saat menerima surat dari Terawan jumlah pasien positif COVID-19 sudah mencapai 1.124 orang.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengungkap Permenkes No. 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB itu tidak aplikatif dan taktis untuk menangani pandemi. Kehati-hatian dalam birokrasi itu lumrah namun kondisi luar biasa, seperti pandemi, seharusnya membuat pemerintah dapat bergerak lebih cepat.
“Ada tidaknya aturan ini tidak begitu berdampak penanganan COVID-19, tidak akan jauh berbeda kondisinya. Lihat saja,” ucap Saleh ketika dihubungi di Jakarta pada Senin (6/4).
Anggota Komisi IX DPR, Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay Foto: Dok. Pribadi
Seharusnya pemerintah sigap sejak virus Corona menjadi endemi di Wuhan, China, pada akhir 2019 lalu. Paling tidak pemerintah sudah harus ancang-ancang dengan penguatan fasilitas kesehatan, seperti perlengkapan alat pelindung diri (APD), masker, dan fasilitas rumah sakit.
Namun sikap pemerintah justru terkesan menyepelekan ancaman sejak penyebaran virus ini terdeteksi di luar China. Penelitian Harvard T.H. Chan School of Public Health, Harvard University dengan metode Poisson dianggap mengada-ada oleh Menteri Terawan.
“Kalau ada orang lain mau melakukan survei, riset, dan dugaan, ya silakan saja. Tapi jangan mendiskreditkan suatu negara. Itu namanya menghina,” ucap Terawan pada Selasa 11 Februari lalu.
Penelitian itu menggunakan model Poisson, dengan menghitung jumlah kasus 2019-nCoV yang terkonfirmasi di luar daratan Cina dengan dikorelasikan jumlah penumpang penerbangan internasional langsung dari Bandara Wuhan ke negara lain. Indonesia masuk dalam pemetaan mereka karena terdapat penerbangan langsung dari Wuhan.
Lalu saja ketika pasien 01 dan 02 terdeteksi positif Corona dan mendapatkan penanganan di RSPI Sulianti Saroso di Jakarta Utara pada 2 Maret 2020, Menteri Terawan justru menyebutkan tingkat kematian penyakit itu hanya 2 persen.
Belum lagi soal kebijakan pemerintah yang justru menggelontorkan program menarik wisatawan masuk Indonesia di tengah ancaman pandemi dan sesumbar soal obat tradisonal yang membuat negeri ini ‘kebal’ virus.
Menteri Kesehatan Terawan (kedua kiri) memakai masker saat mendampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) terima alat kesehatan dari China. Foto: Dok. TNI AU
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Agus Pambagio menyebutkan sejak pandemi itu merebak, ia sudah mewanti-wanti pemerintah untuk melakukan penutupan bandara dan pelabuhan. Namun pesan itu tak didengar, pemerintah sejak awal membuang jauh karantina wilayah atau lockdown.
Menurutnya Permenkes No. 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB ini masih menunjukkan sikap menyepelekan penanganan Corona. Peraturan ini datang terlambat dan menjadi jawaban Presiden Joko Widodo ketika wabah dampak pandemi kian besar.
“Ya justru menghasilkan keterlambatan dan ketidakpastian bagi masyarakat. Lihat saja kewajiban pemerintah disana apa, minim sekali kan,” kata dia.
Pasal 13 peraturan itu menyebutkan pelaksanaan PSBB sendiri meliputi seperti peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, dan pembatasan moda transportasi.
Menurut Agus hal itu sudah dilakukan oleh beberapa kepala daerah di Jabodetabek. Makanya jika keputusan Permenkes hanya mengatur pelaksanaannya saja, niscaya hal itu tidak memberikan dampak apa pun. Birokrasi kian keruh dan tak ada kontribusi berarti.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan terkait rapid rest tenaga medis. Foto: Dok. Pemprov DKI
Sejak pertengahan 14 Maret lalu misalnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meliburkan sekolah dan mulai menyerukan kerja dari rumah (work from home/ WFH). Kota Depok sebagai penyangga ibukota juga meliburkan sekolah dan meniadakan Car Free Day.
“Apalagi yang mau dikatakan sekarang, sudah dikasih tahu lockdown tapi malah PSBB. Sekarang dibuat aturan yang nggak tahu arahnya ke mana hanya mengulang saja dan bikin bingung saja sementara pandemi terus berkembang,” tegas dia.
Dampak pandemi Corona pun mulai merambah ekonomi. Catatan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta Sabtu lalu (4/4) menyebutkan 88.835 pekerja yang di-PHK dan dirumahkan melapor ke Dinas Tenaga Kerja dan Energi DKI Jakarta. Pekerja ini berasal dari 11.104 perusahaan.
Agus khawatir jika negara tak menunjukkan tajinya menghadapi pandemi ini maka akan terjadi kekacauan. Ia menegaskan paling tidak pemerintah harus melaksanakan karantina wilayah di beberapa daerah dan menjalankan kewajibannya memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai Pasal 8 UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Sekarang orang masih ada persediaan. Kalau kelamaan, yang saya khawatirkan chaos,” tegasnya.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyebutkan presiden menekankan standar teknis dalam mengatasi perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dan daerah terkait pelaksanaan PSBB. Perbedaan metode penanganan COVID-19 antara pusat dan daerah tidak boleh terjadi.
Menparekraf Wishnutama Kusubandio (kiri) dan Ketua BNPB Doni Monardo usai memberi konferensi pers penanganan kasus COVID-19 di Jakarta, Sabtu (28/3). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
“Termasuk juga bertentangan dengan kebijakan nasional, termasuk juga kemudahan-kemudahan akses masih tetap diberikan kepada aktivitas masyarakat dengan memperhatikan social distancing dan physical distancing," jelas Doni.
Sementara itu Jubir Pemerintah Penanganan Corona Achmad Yurianto tidak menjawab pertanyaan kumparan yang diajukan melalui pesan maupun telepon.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu mencegah penyebaran COVID-19. Yuk, bantu donasi sekarang!