GPDRR 2022: Dunia Dorong Sistem Peringatan Dini Bencana yang Inklusif

23 Mei 2022 20:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan The Third Multi-Hazard Early Warning Conference dalam GPDRR 2022 di BICC, Bali, Senin (23/5/2022). Foto: Jemima Mubaroq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan The Third Multi-Hazard Early Warning Conference dalam GPDRR 2022 di BICC, Bali, Senin (23/5/2022). Foto: Jemima Mubaroq/kumparan
ADVERTISEMENT
Perhelatan internasional Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 resmi dimulai pada Senin (23/5/2022). Agenda khusus kebencanaan itu mendorong transformasi early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini bencana yang inklusif bagi berbagai kelompok rentan dan minoritas.
ADVERTISEMENT
EWS merupakan rangkaian sistem untuk memperingatkan akan timbulnya kejadian alam. Peringatan dini itu berupa informasi dalam bahasa yang mudah dicerna masyarakat.
Penyampaian informasi tersebut berguna untuk mendorong masyarakat agar tanggap dalam merespons risiko bencana. Sehingga, mereka dapat menyelamatkan diri.
Namun, bencana yang sama memiliki dampak berbeda bagi setiap lapisan masyarakat. Misalnya saja, penyandang disabilitas bisa menghadapi tantangan yang tidak dialami orang tanpa disabilitas.
Perempuan juga mendapati hambatan lain, seperti prevalensi kekerasan berbasis gender. Realitas bencana alam dan non-alam lantas berimbas berkali lipat terhadap kelompok rentan.
"Kita tidak boleh lupa bahwa sistem peringatan dini multi-bahaya yang berhasil harus berpusat pada orang dan karenanya harus mengenali perbedaan eksposur perempuan dan kelompok terpinggirkan di semuanya," tegas Kepala Cabang Pengetahuan Risiko, Pemantauan dan Pengembangan Kapasitas UNDRR, Loretta Hieber Girardet, saat pertemuan MHEWC-III di GPDRR 2022, Bali, pada Senin (23/5/2022)
ADVERTISEMENT
"Sistem peringatan dini multi-bahaya harus berpusat pada orang, responsif terhadap gender, inklusif, dapat diakses, dan memastikan kebutuhan semua kelompok," sambungnya.
Pertemuan The Third Multi-Hazard Early Warning Conference dalam GPDRR 2022 di BICC, Bali, Senin (23/5/2022). Foto: Jemima Mubaroq/kumparan
Maka dari itu, GPDRR 2022 mengusung 'leave no one behind' (tidak mengecualikan siapa pun) sebagai salah satu tema agenda. Forum tersebut mengedepankan identifikasi kebutuhan kelompok rentan.
Mereka perlu memiliki akses terhadap sarana dan prasarana untuk berpartisipasi dalam penanggulangan risiko bencana. Alhasil, pendekatan yang inklusif bisa diadopsi.
"Kita perlu mendesain ulang sistem manajemen bencana termasuk sistem peringatan dini untuk mengatasi risiko, termasuk menangani kebutuhan informasi dan komunikasi khusus perempuan penyandang disabilitas dan komunitas LBTQ+," tutur Manajer Regional Koalisi Shifting the Power, Sharon Bhagwan-Rolls.
"Kami memadukan pengetahuan tradisional dan pribumi dengan ilmu iklim dan informasi cuaca," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Kunci utama EWS ialah partisipasi seluruh elemen. Sistem tersebut perlu menggandeng perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia. Kelompok minoritas terlalu sering terpinggirkan dari pendekatan arus utama terhadap penanggulangan bencana global.
Area Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Minggu (22/5/2022). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/Antara Foto
Tema GPDRR 2022 pun bertajuk From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a COVID-19 Transformed World (Dari Risiko ke Ketangguhan: Menuju Pembangunan Berkelanjutan untuk Semua di Dunia yang Ditransformasi COVID-19).
Dengan demikian, EWS sendiri perlu menjangkau populasi paling rentan dan terpencil di tingkat komunitas. Masyarakat memerlukan informasi peringatan yang tepat waktu dan mudah dipahami.
"Artinya penyandang disabilitas dapat mengakses informasi dengan cara yang beragam sesuai kebutuhan mereka," ujar Bhagwan-Rolls.
Sistem yang inklusif akan menggarisbawahi sejumlah aspek. Di antaranya, teknologi tepat guna yang dapat diakses oleh kelompok rentan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perlindungan juga harus dipastikan, termasuk dalam pusat-pusat evakuasi. Sebab, sumber daya yang menipis usai bencana mungkin memicu konflik lanjutan. Sehingga, perlu adanya pencegahan dan pemantauan terus-menerus.
Menurut Bhagwan-Rolls, sistem demikian akan memastikan kebutuhan khusus anak-anak, orang tua, dan penyandang disabilitas dalam seluruh proses formal.
"Ini saatnya perubahan," pungkasnya.