Gratifikasi Imam Nahrawi Diduga untuk Nonton F1 hingga Buka Puasa

30 Januari 2020 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menpora Imam Nahrawi usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menpora Imam Nahrawi usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK turut mendakwa asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, menjadi perantara gratifikasi senilai Rp 8,6 miliar. Gratifikasi itu untuk Imam Nahrawi yang sumbernya dari sejumlah pihak.
ADVERTISEMENT
Salah satu gratifikasi yang diduga diterima Imam Nahrawi melalui Ulum sejumlah Rp 4.948.435.682 yang berasal dari anggaran Satlak Prima.
Gratifikasi tersebut diduga digunakan Imam Nahrawi untuk sejumlah hal, di antaranya jalan-jalan ke Melbourne pada 2016, nonton Formula 1 (F1) di sirkuit Albert Park, Melbourne, Australia pada Maret 2016, hingga membeli pakaian.
"Tanggal 17 Maret 2016 dengan nilai sejumlah Rp 100 juta diterima terdakwa (Ulum) melalui Sibli Nurjaman untuk perjalanan ke Melbourne, Bulan Maret 2016 dengan nilai sejumlah Rp 75 juta diterima terdakwa melalui Anton Asfihani untuk pembayaran tiket masuk F1 rombongan Kemenpora hari Sabtu & Minggu, 19-20 Maret 2016," ujar jaksa penuntut umum KPK saat membacakan dakwaan Ulum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/1).
ADVERTISEMENT
"Tanggal 20 Mei 2016 dengan nilai sejumlah Rp 106,4 juta atas permintaan terdakwa dibayarkan kepada Aneva JG untuk pembayaran pakaian milik Imam Nahrawi," lanjutnya.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, (21/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Selain itu, kata jaksa KPK, gratifikasi tersebut juga digunakan untuk membayar acara buka puasa bersama di rumah dinas Imam Nahrawi pada 2016 silam.
Jaksa KPK menyebut gratifikasi itu diterima Ulum dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Satlak Prima Kemenpora.
Pemberian gratifikasi senilai Rp 4,9 miliar bermula ketika Ulum meminta Alfitra Salamm selaku Sesmenpora pada 2015. Saat itu Ulum menyampaikan keinginan Imam Nahrawi agar ada dana operasional tambahan untuk mendukung kegiatan perjalanan dinas Menpora.
"Atas pernyampaian terdakwa (Ulum) tersebut, Alfitra Salamm menyampaikan hal itu kepada Bambang Tri Joko selaku Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora RI. Selanjutnya Bambang Tri Joko menyampaikan kepada Alfitra Salammbahwa untuk anggaran perjalanan dinas Menpora sudah ada dukungan resmi dari DIPA Kemenpora RI," ucap jaksa KPK.
ADVERTISEMENT
Namun Ulum menyatakan kepada Bambang bahwa Imam Nahrawi tetap meminta tambahan dana operasional yang bersumber dari anggaran Satlak Prima.
"Atas permintaan tersebut, kemudian Bambang menyampaikan kepada Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Satlak Prima Kemenpora RI untuk memberikan uang tambahan bantuan operasional kepada Imam Nahrawi sesuai dengan permintaan yang disampaikan melalui terdakwa," kata jaksa.
"Selanjutnya atas permintaan uang dari terdakwa tersebut, kemudian Lina Nurhasanah memberikan uang yang seluruhnya sejumlah Rp 4.948.435.682 kepada Imam Nahrawi melalui terdakwa," lanjut jaksa.
Terdakwa Miftahul Ulum menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Atas perbuatannya, Ulum didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT