Kumplus- Dibekap Polusi Jakarta- Polusi Jakarta

Greenpeace: Kualitas Udara Jakarta Semakin Buruk

25 April 2019 12:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cover Story Konten Spesial:  Polusi Udara Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan dan Putri Sarah Arifira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cover Story Konten Spesial: Polusi Udara Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan dan Putri Sarah Arifira/kumparan
ADVERTISEMENT
Greenpeace Indonesia terus menyuarakan kampanye agar pemerintah menyetop pembangunan PLTU batu bara. Keberadaan PLTU batu bara dianggap sebagai silent killer yang menyebabkan tiga juta kematian dini setiap tahunnya di dunia.
ADVERTISEMENT
Jakarta sebagai Ibu Kota negara juga tak luput dari ancaman keberadaan PLTU batu bara. Hingga saat ini sudah ada 8 PLTU batu bara yang mengelilingi Jakarta. Gelombang besar polutan berbahaya disebut-sebut akan menyerbu Jakarta bila pembangunan PLTU terus dilaksanakan.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Didit Haryo. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Untuk mengetahui lebih jelas, kumparan berbincang dengan juru kampanye iklim dan energi Greenpeace, Didit Haryo, di kantornya, Kamis (18/4). Berikut kutipan wawancaranya.
Bagaimana kondisi udara Jakarta sekarang?
Kita mulai melakukan penelitian dan melakukan pengumpulan data tentang kualitas udara di Ibu Kota Jakarta ini sejak 2017. Kita menemukan kualitas udara di Jakarta ini menjadi kota dengan kualitas udara terburuk. Bahkan dari data yang kami himpun dari alat pantau yang dimiliki Kedubes Amerika Serikat. Di Jakarta ada tiga, satu milik pemerintah Indonesia, dua lagi milik Kedubes AS. Di tahun 2016 bahkan hanya ada (di kuartal kedua) di Jakarta Selatan ada 13 hari yang dikategorikan sebagai hari baik. Sejak bulan Juli-November, ada 13 hari baik, selebihnya buruk. Kita menemukan di tahun berikutnya keadaan ini juga tidak mengalami perubahan signifikan bahkan cenderung memburuk. Bahkan ketika kita ada kegiatan Asian Games tahun lalu itu menjadi salah satu puncak bulan di mana Jakarta mengalami kualitas udara sangat buruk saat itu. Hampir menyentuh angka 200 kalau menggunakan standard quality indexnya.
Cover Story Konten Spesial: Polusi Udara Jakarta. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Bagaimana kualitas udara Jakarta dibandingkan kota-kota di negara lain?
ADVERTISEMENT
Jadi di dunia ada standar yang digunakan, yaitu standard air quality index. Ini menghitung paparan, khususnya polutan-polutan yang mempengaruhi kualitas udara seperti PM2.5, NOX dan segala macam. Dia standarnya 0-50 itu baik; 50-100 moderat; 100-150 itu sensitif untuk kelompok tertentu; 150 ke atas itu buruk. Dan saya bahkan hari ini kalau enggak salah, data yang kami terima, di Jakarta hari ini menyentuh angka 212 bahkan. Berarti lebih buruk lagi, very unhealthy.
Ilustrasi PLTU. Foto: AFP/ BAY ISMOYO
Dan ini bukan hal yang tidak terlihat di mata sebenarnya. Kita dapat melihatnya secara kasat mata. Jakarta terlihat seperti ada kabut atau apa, padahal itu bukan kabut tapi itu adalah akumulasi dari polusi udara yang terkumpul di Ibu Kota. Kadang turun kadang juga tinggi. Cuman balik lagi rata-rata kalau mau masuk kategori udara yang bersih dan layak hirup itu sangat sedikit per tahunnya.
ADVERTISEMENT
Polutan apa yang mendominasi udara Jakarta?
Jadi polutannya ada beberapa kategori. Ada SOX, NOX, PM10, ada PM2.5. Yang menjadi concern kita sebenarnya adalah PM2.5. Kenapa? Karena polutannya ukurannya sangat kecil, 2,5 mikron, kalau dibandingkan ukuran rambut kita itu 30 mikron. Artinya polutan itu tidak terbau, terasa, dan juga tidak bisa tersaring oleh sistem tubuh kita sehingga dia tersaring dengan sangat mudah. Sifatnya sangat akumulatif bisa menimbulkan penyakit di masa akan datang. Ini kita hirup akan langsung sakit enggak, tapi ini akan terakumulasi akan terbawa darah dan menyerang titik terlemah manusia. Sangat berbahaya.
Apa dampak yang dihasilkan dari polutan tersebut?
Dampaknya macam-macam. Berdasarkan penelitian yang kita miliki, paparan PM2.5 jika terus dibiarkan, berdasarkan riset kita bersama Harvard menyebabkan 6.500 kematian dini setiap tahunnya. Dan ini bisa macam-macam, bisa jantung, mulai dari kanker paru-paru, terus reproduksi, menyerang tergantung titik paling lemah orang yang menghirup.
ADVERTISEMENT
Dan polutan-polutan itu diproduksi oleh pembakaran energi fosil. Ada dua kategori, pembakaran dari benda bergerak seperti transportasi, dan tidak bergerak seperti PLTU yang mengelilingi Ibu Kota kita.
PLTU Suralaya. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Bagaimana persentase polutan di Jakarta?
Sedang ada penelitian untuk menunjukkan angka langsungnya oleh ITB. Kalau sampai saat ini kita melakukan semacam modeling. Kita memasukkan data dari benda tidak bergerak, dari PLTU di sekitaran Jakarta, teknologi yang dia gunakan; batu bara yang ia gunakan; terus radius; arah angin; musim. Ini menunjukkan PLTU-PLTU ini berkontribusi polutannya itu jatuh ke Jakarta, baik yang ada di barat, Suralaya dkk, maupun yang ada di timur seperti Indramayu atau Cirebon. Jadi berdasarkan modeling ini menunjukkan buruknya kualitas udara Jakarta tak terlepas dari banyaknya tenaga listrik tenaga uap yang dioperasikan di sekitar ibu kota.
ADVERTISEMENT
Ada atau tidak perbedaan kualitas udara Jakarta sebelum dan sesudah PLTU dibangun?
Kita belum memiliki data dari sebelum karena ini sangat panjang. Kita bicara PLTU yang paling dekat, Suralaya, itu dibangun sejak 1984 bahkan. Kita tidak punya data polusi. Sekarang sudah ada 8 unit di Suralaya, itu diluar unit-unit lain di Merak energy station, dan lontar energy yang ada di dekatnya. Belum lagi ada penambahan 2 unit baru, Jawa 9 dan Jawa 10 di kompleks Suralaya. Enggak jauh dari sana ada PLTU Bojanegara yang ukurannya sangat besar, 2000 MW. Ada PLTU Lontar di Tangerang. Terus ada PLTU Indramayu di sebelah timur, terus ada PLTU Cirebon yang lebih ke timur. PLTU Indramayu akan ada penambahan 2000 MW. Dari hitungan kami, jika PLTU baru ini akan dibangun berkontribusi menghasilkan emisi yang dirata-rata akan sama dengan 10 juta kendaraan bermotor, mobil ya. Artinya ini sangat besar sekali dan kami sangat yakin beban Jakarta tidak akan sanggup menerima polutan-polutan dari PLTU tersebut.
Suasana PLTU Suralaya. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Apakah ada kesadaran dari masyarakat terkait kondisi udara Jakarta?
ADVERTISEMENT
Kesadaran saya pikir sudah lebih baik ya karena mereka merasakan secara langsung sesaknya bernapas di Ibu Kota. Meskipun kesadaran ini masih sangat minim. Dalam artian oke kalau keluar rumah kita menggunakan masker itu sudah baik.Tapi yang paling penting adalah pemilihan masker yang tepat. Masyarakat kita masih menggunakan masker standar di RS yang secara ilmiah sebenarnya masker itu digunakan untuk memastikan kuman dari mulut kita keluar. Masker yang perlu digunakan masyarakat adalah untuk menghindari PM 2.5. Masker N 95. Ini masih jarang sekali digunakan masyarakat urban sebenarnya. Karena ini masker yang spesifik diciptakan untuk memastikan partikel2 itu masuk ke dalam pernapasan kita. Sedangkan masker yang banyak digunakan itu masih memungkinkan partikel PM 2.5 itu masuk dihirup.
Suasana Pintu Masuk PLTU Suralaya. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Apa yang sudah dilakukan Greenpeace Indonesia sejauh ini?
ADVERTISEMENT
Jadi yang kita lakukan sebenarnya kalau bicara advokasi, Greenpeace menekankan, Greenpeace adalah organisasi yang menolak penggunaan batu bara sebagai sumber energi termasuk PLTU. Tapi di sisi lain juga kita bicara solusi bahwa Indonesia punya sumber energi yang lebih baik dan bersih untuk masyarakatnya. Lewat dua kampanye cerita masalah dan solusi kita menekan pemerintah untuk bisa berbuat perubahan. Yang pertama mendorong pemerintah untuk tidak membangun PLTU baru. Kedua memperketat baku mutu emisi dari PLTU.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Didit Haryo. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Bagaimana standar baku mutu emisi PLTU di Indonesia?
Standar yang dimiliki pemerintah kita itu standar yang masih sangat rendah. Jika negara lain misalkan China yang dulu sangat bergantung pada batu bara sebagai energi. Standar emisi yang dia punya misalnya 100, Indonesia standarnya masih di angka 700. Artinya masih jauh sekali. Bahkan standar (PM2,5) WHO sendiri itu ada di angka 25. Sedangkan kita harian, kita standar yang kita punya ada di angka 65. Jadi masih sangat jauh. Kami percaya memperketat standar ini menjadi penting yang artinya menjadi kewajiban perusahaan yang memiliki PLTU agar mampu menggunakan sistem dan standar yang lebih baik sehingga polusi yang dihasilkan akan lebih sedikit.
ADVERTISEMENT
Apa tantangan meningkatkan baku mutu produksi listrik PLTU batu bara?
Tapi, tampaknya ini masih belum mudah. Karena meningkatkan standar sama juga dengan meningkatkan cost produksi dari listrik tersebut. Ini kemudian kalau kita relasikan kenapa harga listrik yang kita gunakan dan selalu dipromosikan pemerintah harga listrik dari batu bara itu paling murah, karena faktor-faktor eksternalitas. Seperti sakit, pencemaran, polusi itu tidak pernah dihitung dimasukkan ke dalam harga listrik. Jika itu dihitung harga listrik dari PLTU akan sangat melambung.
Adakah solusi selain PLTU batu bara?
Kita percaya negara tropik seperti Indonesia ini dianugerahi energi bersih dan terbarukan yang sangat melimpah dari matahari, kita punya potensi angin yang sangat besar. Kita punya air yang sangat banyak, banyak anak sungai di Indonesia. Kita punya potensi gelombang. Kita punya potensi panas bumi di beberapa wilayah bahkan yang sebenarnya kita kembangkan dari kecanduan kita dari energi batu bara. Yang sayangnya hingga saat ini energi terbarukan itu masih disia-siakan. Pemanfaatannya masih di bawah 10 persen dari pemanfaatan energi nasional. Sedangkan batubara masih mendominasi energi nasional, kurang lebih 60-an persen. Padahal kalau kita mau memanfaatkan dan memaksimalkan energi terbarukan maka kecanduan kita akan batubara akan berkurang. Dan dampak yang ditinggalkannya pun lebih sedikit.
Suasana PLTU Suralaya. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Kenapa Indonesia tidak bisa lepas dari energi batu bara?
ADVERTISEMENT
Pertama ini enggak terlepas dari isu energi di negeri ini yang sebenarnya dikuasai oleh segelintir orang. Jika orang-orang tersebut memiliki kepentingan untuk memastikan batu bara digunakan dan Indonesia kemudian dijadikan pasar. Empat tahun lalu harga batu bara di Indonesia anjlok yang sangat luar biasa. Yang biasanya di atas 100 USD per ton pada saat itu 2013 bahkan menyentuh angka 55 USD per ton. Kenapa bisa seperti ini? Disebabkan karena permintaan dari negara-negara yang dulu kecanduan batu bara seperti China dan India, turun.
Kenapa turun? Karena mereka sudah merasakan pemanfaatan energi PLTU sebagai sumber energinya. Kualitas udara di China pernah menyentuh angka 900 bahkan di India 2017 pernah menyentuh angka di atas 1000. Sangat buruk dan ini berdampak pada masyarakat. Akhirnya mereka stop tidak membangun PLTU. Kayak di China dulu mereka mampu membangun dalam setahun 365 PLTU, artinya sehari 1 PLTU. Sekarang China menjadi negara pelopor yang mengembangkan energi terbarukan yang sangat masif. Energi surya yang dibuat dihasilkan oleh China ada di angka 180 GW.
ADVERTISEMENT
Simak ulasan lengkap konten spesial Menggugat Polusi di Jakarta di kumparan dengan topik Polusi Udara Jakarta
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten