Gubernur Sultra Nonaktif Nur Alam Dituntut 18 Tahun Penjara

8 Maret 2018 17:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang tuntutan Gubernur Sultra nonaktif Nur Alam. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang tuntutan Gubernur Sultra nonaktif Nur Alam. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam dituntut 18 tahun penjara. Dia juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair satu tahun bulan kurungan oleh penuntut umum pada KPK.
ADVERTISEMENT
Nur Alam juga dikenakan uang pengganti sebesar Rp 2,7 miliar. Jika tidak mampu membayar, maka harta benda Nur Alam akan dirampas untuk negara. Jika tetap tidak memenuhi, maka Nur Alam akan dikenakan satu tahun kurungan.
"Meyakini terdakwa Nur Alam terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut," ujar jaksa Subari Kurniawan di Pengandilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/3).
Nur Alam diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk menyetujui dan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra Tahun Anggaran 2008-2014. Perbuatannya disebut telah merugikan negara sebanyak Rp 4,3 triliun. Jaksa meyakini Nur Alam turut memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,78 miliar serta memperkaya korporasi sebesar Rp 1,59 miliar atas perbuatannya itu.
ADVERTISEMENT
Hal itu bermula saat Nur Alam meminta Direktur CV Rindang, Ikhsan Rifani, untuk mencarikan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan pada 2009. Seminggu berselang, Ikhsan memilih PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) untuk direkomendasikan ke Nur Alam.
Pada Juli 2009, Ikhsan bertemu Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas ESDP Provinsi Sultra, Burhanuddin. pertemuan dengan Burhanuddin di rumah dinas Nur Alam. Burhanuddin menyerahkan draf surat permohonan kuasa pertambangan PT AHB terkait permohonan IUP eksplorasi kepada Ikhsan. Adapun, penyerahan dilakukan agar surat itu ditandatangani oleh Dirut PT AHB.
Sekitar November 2009, Nur Alam menyetujui permohonan tersebut dengan menerbitkan surat keputusan gubernur.
Kendati demikian, IUP eksplorasi PT AHB pun menuai masalah. Sebab, IUP itu tidak dilengkapi tanda bukti jaminan kesungguhan, sehingga bertentangan dengan pasal 39 ayat (1) UU No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
ADVERTISEMENT
"Pada 17 Desember 2019, walaupun belum ada persetujuan dari Kementerian ESDM terkait IUP Eksplorasi Pertambangan yang diajukan PT AHB, terdakwa menerbitkan surat gubernur tentang persetujuan izin pertambangan eksplorasi. Padahal, penerbitan IUP yang dilalukan sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagai Pelaksanaan Undang-undang maka IUP harus diberhentikan sementara," ujar jaksa Subari.
"Lokasi pertambangan PT AHB berada pada lintas kabupaten, yaitu Buton dan Bombana. Maka, harus ada rekomendasi dari kedua bupati. Selain itu, surat permohonan eksplorasi yang diajukan tidak dilengkapi bukti penyetoran," sambungnya.
Selain itu, Nur Alam juga dinilai terbukti menerima gratifikasi. Jaksa mengungkapkan bahwa gratifikasi yang diterima oleh Nur Alam sebesar 4,499,900 dolar AS atau bila dikonversikan ke rupiah berjumlah sekitar Rp 40,268 miliar. Uang itu kemudian disebut digunakan Nur Alam untuk polis asuransi.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Nur Alam didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Gubernur Sultra nonaktif Nur Alam. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Sultra nonaktif Nur Alam. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
Jaksa pun membeberkan beberapa poin yang memberatkan tuntutan Nur Alam. Yakni, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, merusak lingkungan di Kabupaten Bombana dan Buton, tidak memberikan teladan sebagai gubernur, dan tidak mengakui perbuatannya. Sementara untuk hal yang meringankan, Nur Alam dianggap telah bersikap sopan di persidangan.
Usai mendengarkan tuntutan jaksa, Nur Alam dan penasihat hukum berniat untuk mengajukan nota pembelaan atau pleidoi pada persidangan selanjutnya.
ADVERTISEMENT