Gugatan Ditolak, Denny Indrayana Kecewa MK Tak Berani Koreksi Putusan 90

16 Januari 2024 20:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membacakan putusan uji formil aturan syarat usia capres dan cawapres di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membacakan putusan uji formil aturan syarat usia capres dan cawapres di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Denny Indrayana kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatannya. Gugatan itu merupakan uji formil terkait putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat maju capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
Denny Indrayana mengajukan gugatan bersama Zainal Arifin Mochtar. Keduanya mempermasalahkan soal putusan nomor 90 yang terkait Pasal 169 huruf 1 uu 7/2017. Sebab, putusan tersebut diketok dalam kondisi hakim MK melakukan pelanggaran etik. Bahkan, salah satunya, Anwar Usman, disanksi etik berat.
Putusan 90 itu juga yang membuat keponakan Anwar Usman yang juga anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, bisa mendaftar sebagai calon Wakil Presiden.
Meski demikian, MK menolak gugatan dari Denny dan Zainal tersebut. Atas putusan itu, Denny kecewa.
"Seharusnya kita masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan demokrasi dan Pemilu 2024 yang lebih konstitusional. Semestinya MK memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan menyelamatkan demokrasi melalui dikabulkannya permohonan uji formil yang kami ajukan. Sangat disayangkan kemudian MK tidak mau bahkan tidak berani mengoreksi skandal Mahkamah Keluarga-gate yang mencoreng demokrasi dan konstitusi," papar Denny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/1).
ADVERTISEMENT
Kuasa Hukum Partai Ummat, Denny Indrayana menghadiri mediasi antara Partai Ummat dan KPU di Kantor Bawaslu RI, Senin (19/12). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Hal yang sama pun disampaikan Zainal Arifin. Ia menilai MK tidak berani mengkoreksi Putusan 90.
"Putusan ini akan menjadi sumber persoalan dalam beberapa hal. Pertama, MK jangankan menegakkan hukum, menegakkan UU saja tidak. Padahal ada kesempatan untuk melakukan terobosan untuk penegakan hukum dan UU, tetapi keduanya tidak dilakukan. MK membiarkan ruang kosong yang belum diisi dengan alasan yang terlalu sederhana. Kedua, MK melanjutkan kondisi ketidakjelasan konstitusional salah satu kandidat, dan itu bom waktu yang kembali akan menjadi ujian di permohonan lanjutannya termasuk sengketa pilpres," ucap Zainal.
Pakar Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar, di Info A1 kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
M. Raziv Barokah selaku Kuasa Hukum Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar pun menilai telah terjadi kematian dalam keadilan konstitusi.
"Tidak ada yang bisa kami sampaikan selain kekecewaan atas putusan ini, atas kondisi yang terjadi di Pilpres 2024 ini. Keadilan konstitusi dipaksa mati, kalau begitu, kematian keadilan-keadilan lain pun tinggal menunggu waktu," ucap Raziv.
ADVERTISEMENT
"Secara hukum putusan ini harus diterima, karena tidak ada pilihan lain. Namun secara moral konstitusi, putusan ini sulit untuk diterima, kondisi pelanggaran konstitusi yang vulgar ini tidak dapat diterima dari sudut pandang moralitas-etik konstitusi," pungkasnya.