Guru Besar FK Unpad: Vaksin Efektif Turunkan Angka Sakit dan Kematian

27 Oktober 2020 19:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, dr. Cissy Rachiana Sudjana, mendukung pengadaan vaksin untuk menekan virus corona. Jika disuntikkan ke manusia, vaksin dapat menimbulkan reaksi sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus atau penyakit.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau vaksin itu adalah zatnya. Proses pemasukannya ke dalam tubuh disebut vaksinasi. Imunisasi adalah reaksi dari tubuh kita setelah mendapatkan vaksin. Badan akan dirangsang untuk membentuk anti bodi pada sistem kekebalan tubuh. Selain anti bodi, badan akan menghasilkan sel memori, jadi sistem kekebalan kita bisa memproduksi anti bodi untuk segala macam penyakit yang tidak baik,” ujar Cissy dalam dialog bersama Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di Jakarta, Selasa (27/10).
Melihat proses produksi vaksin corona di Gedung 43 Bio Farma Bandung, Jawa Barat. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Dampak imunisasi terhadap turunnya penularan penyakit tercatat sangat besar. Beberapa vaksin berhasil menekan penyebaran penyakit tertentu seperti haemophilus influenza, radang paru, penyakit gondok, rubella, hingga tifus. Semua penyakit tersebut menurun jumlah penularannya, seiring dengan dilakukannya imunisasi.
Dilansir siaran pers KPCPEN, masyarakat tidak perlu ragu dengan keamanan vaksin. Jaminan keamanan, kata KPCPEN, adalah dengan melewati fase uji klinik dari tahap I-III untuk memastikan aman, efektif, dan berkhasiat.
ADVERTISEMENT
“Fase I ditujukan untuk menguji respons imun pada sekelompok orang dengan jumlah di bawah 100. Ketika fase I aman dan efektif, maka dilanjutkan ke fase II untuk diuji keamanan dan efikasinya lebih jauh lagi pada jumlah subyek 400-600 orang," kata Cissy.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
"Apabila fase II sudah aman, bisa lanjut ke fase III untuk mengetahui apakah ada efek samping yang jarang terjadi yang biasanya muncul saat diujikan ke jumlah subyek yang mencakup ribuan atau puluhan ribu orang. Setelah melalui uji klinik fase III dan tidak terdapat efek samping, maka vaksin tersebut ditetapkan aman, efektif, dan berkhasiat," sambungnya.
Cissy menjelaskan, pada fase III, pengujian vaksin biasanya dilakukan di beberapa negara (multi center) untuk mengukur efektivitas serta efikasinya. Efikasi merupakan langkah observasi untuk mengetahui besaran daya perlindungan vaksin terhadap infeksi.
ADVERTISEMENT
Masih melansir KPCPEN, setelah melewati fase-fase tersebut, BPOM bisa menerbitkan izin edar setelah mempelajari data-data uji klinik. Survei keamanan, klaim KPCPEN, terus dilakukan, termasuk saat vaksin sudah digunakan secara resmi. Ini yang disebut fase IV atau Post Marketing Study.
Presiden Joko Widodo (kanan) meninjau fasilitas produksi dan pengemasan Vaksin COVID-19 di PT Bio Farma (Persero) Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/8). Foto: Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden
Tidak seperti vaksin lain yang pengembangannya perlu waktu bertahun-tahun, vaksin COVID-19 relatif singkat, yakni 12-18 bulan, karena telah mendapat izin dari para ilmuwan dan regulator. Untuk mempersingkat pengujian, uji klinik fase I dan II dilakukan berbarengan namun tetap mengutamakan faktor keamanan.
Menurut Cissy, imunisasi penting untuk mencegah penyakit, kecacatan, hingga kematian, juga dapat mencegah penularan penyakit ke lingkungan sosial yang lebih luas lagi. Konsep ini diperlukan untuk mencapai kekebalan kelompok alias herd immunity.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau banyak orang di sekeliling kita diimunisasi, yang tidak bisa mendapatkan imunisasi karena berbagai sebab seperti, ada penyakit, terlalu muda untuk diimunisasi, atau tidak mendapat akses ke vaksin, jadi ikut terproteksi,” ujar Cissy.
Ilustrasi vaksin corona dari Sinovac. Foto: Tingshu Wang/REUTERS
Untuk COVID-19, diperkirakan kecepatan penularannya atau Reproductive Number (Ro) mencapai 2 hingga 5 kali. Dengan daya penularan sebesar itu, imunisasi COVID-19 harus tercapai 60-70% dari populasi agar tercipta herd immunity.
“Saya mengharapkan semua masyarakat terutama media yang bisa memberikan edukasi, untuk mengedukasi masyarakat kita bahwa vaksin adalah cara paling efektif untuk menurunkan kesakitan, kematian dan juga kecacatan. Biayanya juga paling cost effective. Kita lakukan demi Indonesia, semoga anak-anak kita bisa sehat dengan imunisasi yang sesuai dengan ketentuan,” tutup Cissy.
ADVERTISEMENT