Guru Besar FKUI: Gas Air Mata Bisa Sebabkan Gagal Napas

11 Oktober 2022 12:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Pihak kepolisian mengakui penggunaan gas air mata guna menertibkan massa pada kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kab Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10). Gas air mata yang digunakan ada yang telah kadaluwarsa sejak 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Guru Besar FKUI turut memberi penjelasan mengenai bahaya penggunaan gas air mata.
Pertama, menganai bahan yang digunakan untuk membuat gas air mata. Dibutuhkan beberapa bahan kimia seperti chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) serta dibenzoxazepine (CR) untuk membuatnya.
“Kedua, secara umum dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru serta saluran napas,” ujarnya.
Gejala lain yang dapat terjadi jika terpapar gas air mata dalam jangka waktu yang cukup lama pada sistem pernapasan adalah dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas.
“Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas ("respiratory distress"). Masih tentang dampak di paru, mereka yang sudah punya penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) maka kalau terkena gas air mata maka dapat terjadi serangan sesak napas akut yang bukan tidak mungkin berujung di gagal napas ("respiratory failure"),” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya berdampak pada saluran pernapasan, Tjandra juga mengungkapkan bahwa kulit yang terpapar langsung dengan gas air mata dapat menimbulkan reaksi alergi berupa luka bakar kimiawi serta rasa terbakar di mata, mulut dan hidung.
Pandangan kabur dan kesulitan menelan juga merupakan efek samping lain yang mungkin dirasakan korban yang terpapar gas air mata.
Kontak yang lama dengan gas air mata dengan dosis tinggi juga dapat berujung dengan dampak kronik berkepanjangan, terlebih jika dilakukan di ruangan tertutup.
“Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan, dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup,” tukas Tjandra.
Reporter: Andin Danaryati