Habib Rizieq Sindir Jaksa: Bercerminlah Sebelum Menilai Orang Lain

17 Juni 2021 14:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Habib Rizieq diperiksa terkait kasus makar Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Habib Rizieq diperiksa terkait kasus makar Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Habib Rizieq mempertanyakan soal perbuatan keonaran dalam tuntutan jaksa. Sebab, ia menilai pengertian keonaran yang dipakai jaksa justru melebar dari arti yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Habib Rizieq dituntut 6 tahun penjara oleh jaksa kerena dinilai terbukti menyebarkan berita bohong terkait hasil data swab saat dirawat di RS Ummi.
Menurut jaksa, Habib Rizieq terbukti dalam dakwaan pertama yakni Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang berbunyi:
"Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh tahun."
Namun, Habib Rizieq mempertanyakan unsur keonaran yang menjadi acuan jaksa. Sebab salah satunya ialah demonstrasi FMPB (Forum Masyarakat Padjadjaran Bersatu) di depan Perumahan Mutiara Sentul.
Sejumlah warga aksi di depan kediaman Habib Rizieq di perumahan Mutiara Sentul. Foto: Dok. Istimewa
Menurut Habib Rizieq, Pengurus FMPB, Ahmad Suhadi dan Saksi Ikha Nurhakim, dalam persidangan mengaku melakukan aksi karena ada berita yang menyebut 'Habib Rizieq Lari dari RS Ummi'. Bukan karena rekaman wawancara dan klarifikasi serta testimoni yang menyebut bahwa dia baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Habib Rizieq menyebut jaksa kemudian ngotot menilai aksi itu merupakan bukti adanya keonaran.
"Sehingga menjadi bukti adanya pro kontra di tengah masyarakat, dimaksudkan agar jadi bukti adanya keresahan masyarakat, yang kemudian ditafsirkan oleh JPU sebagai keonaran," kata Habib Rizieq membacakan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (17/6).
"Sekadar nasihat untuk JPU yang rajin dan tekun, ketahuilah bahwa kerajinan dan ketekunan dalam kebaikan akan membawa keberkahan, akan tetapi kerajinan dan ketekunan dalam membuat intrik-intrik jahat yang memutar balikkan fakta persidangan hanya untuk menjerat Terdakwa akan membawa malapetaka," sambung dia.
Lebih lanjut, Habib Rizieq heran dengan definisi keonaran yang dipakai jaksa. Bahkan dia juga heran atas sikap jaksa yang menyebut ahli hukum pidana Muzakkir terlalu bombastis dalam memberikan definisi keonaran.
ADVERTISEMENT
Habib Rizieq menyebut bahwa kata onar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti Huru Hara, Gempar, Keributan dan Kegaduhan. Sedangkan keonaran artinya lebih khusus lagi yaitu Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.
Ia pun merujuk tafsir otentik keonaran sebagaimana termaktub dalam Penjelasan Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 menyatakan : ”Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Kekacauan memuat juga keonaran."
Maka menurut Habib Rizieq, Muzakkir kemudian menyatakan "Dengan demikian, demonstrasi, konferensi pers, dan cuitan-cuitan/tweet pro dan kontra di media sosial tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk keonaran di kalangan rakyat."
Atas argumen itu, Habib Rizieq menilai justru penafsiran jaksa bahwa pro kontra diartikan keonaran merupakan hal yang aneh. Sebab bila demikian, maka pro kontra suami istri karena masalah di rumah hingga perdebatan netizen di medsos juga bisa diartikan keonaran.
ADVERTISEMENT
"Jadi jelas bukan pendapat Dr Muzakkir yang Bombastis, justru pendapat JPU yang Bombastis karena keonaran diartikan melebar ke mana-mana tanpa pakem yang jelas," kata Habib Rizieq.
"Sekadar nasihat untuk JPU yang sangat ramah, ketahuilah bahwa menuduh orang lain dengan perbuatan yang justru kita yang melakukannya adalah hal yang sama sekali tidak elok, bahkan akan menjadi bahan tertawaan. Karenanya bercerminlah sebelum menilai orang lain," sambung dia.