Haedar Nashir: TWK KPK Mestinya Objektif dan Sejiwa dengan Pancasila

2 Juni 2021 1:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat bertemu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat bertemu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, terus menyoroti polemik Tes Wawasan Kebangsaan penyidik KPK menjadi ASN. Dalam tes itu, sebanyak 75 orang dinyatakan gagal.
ADVERTISEMENT
Bahkan 51 di antaranya dinyatakan sudah merah dan tidak dapat lagi dibina. Mereka akan dipecat per 1 November 2021.
Terbaru, eks Jubir KPK Febri Diansyah menyinggung pertanyaan seputar TWK. Ia mengungkap ada satu pertanyaan di mana pegawai KPK diminta memilih antara kitab suci atau falsafah negara.
"Pilih yang mana: Al-Quran atau Pancasila. Mengingatkan saya pada pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan KPK," kata Febri.
Haedar Nashir menegaskan, TWK baik untuk calon penyidik KPK atau maupun ASN seharusnya dilakukan secara objektif dan sejiwa dengan Pancasila dan konstitusi.
"Termasuk dalam memposisikan agama dan umat beragama yang dijamin Pasal 29 UUD 1945," tulis Haedar dalam akun twitternya dikutip Rabu (2/6).
"Jangan ada bias, reduksi, dan politisasi oleh pihak mana pun baik yang ada di pemerintahan maupun kekuatan komponen bangsa," tegas dia.
ADVERTISEMENT
Haedar menjelaskan, jika ingin melawan paham radikal hingga ekstrem, selain harus benar dan objektif, tentu harus sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945. Kemudian sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang beragama dan berkebudayaan luhur berciri moderat.
"Tidak boleh membawa paham radikal-ekstrem lain yang bermantelkan otoritas kuasa," jelas Haedar.
Oleh sebab itu, Haedar meminta semua pihak harus tulus, jujur, adil, objektif, profesional, ilmiah, taat asas, konstitusional, bermoral utama, serta menjunjung tinggi kebenaran, kebaikan, dan kebersamaan dalam mengurus negara dan hidup berbangsa.
"Apakah kita ingin pecah sebagai bangsa karena ada yang salah kaprah dan salah langkah. Jika ada masalah ke depankan dialog dan solusi dengan jiwa kenegarawanan tinggi. Setiap pihak saling introspeksi diri. Masing-masing jangan mau menang sendiri," tutur dia.
ADVERTISEMENT