Hakim Ingatkan Saksi Kasus SYL yang Minta Perlindungan LPSK untuk Tak Bohong

27 Mei 2024 15:51 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang lanjutan kasus gratifikasi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan kasus gratifikasi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pemerasan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/5).
ADVERTISEMENT
Salah satu saksi yang dihadirkan jaksa KPK, yakni Honorer Sekjen Kementerian Pertanian, Ubaidah Nabhan. Dia disebut meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh mengkonfirmasi perihal perlindungan itu kepada Ubaidah.
"Apakah Saudara memang ada permintaan khusus untuk didampingi LPSK?" tanya hakim Rianto di persidangan.
"Betul, Yang Mulia," jawab Ubaidah.
"Saudara yang bermohon?" tanya hakim.
"Iya," timpal Ubaidah.
Ubaidah mengungkapkan alasannya meminta perlindungan LPSK lantaran ada ketakutan yang dirasakannya.
"Oh ya, kenapa Saudara bermohon ke LPSK?" tanya hakim.
"Takut ada ancaman dan intimidasi dari pihak-pihak lain, Yang Mulia," jawab Ubaidah.
Istri, anak, dan cucu Syahrul Yasin Limpo (SYL) hadir dalam persidangan kasus gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian, yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
"Apakah sebelum atau setelah Saudara menjadi saksi, diperiksa ya sebagai saksi oleh penyidik, apakah Saudara merasa ada yang mengancam Saudara atau yang mempengaruhi Saudara?" tanya hakim.
ADVERTISEMENT
"Khawatir aja, Yang Mulia, khawatir sama diri sendiri, Yang Mulia," ujar Ubaidah.
"Gimana?" tanya hakim memastikan.
"Khawatir sama diri sendiri, Yang Mulia," jawab Ubaidah.
"Makanya saya mendaftar ke LPSK," lanjut dia.
"Untuk?" tanya hakim.
"Keamanan," timpal Ubaidah.
Hakim kemudian mendalami ihwal ketakutan yang dirasakan Ubaidah, apakah dirinya pernah merasa diancam. Menurut Ubaidah, hingga saat ini tidak ada ancaman yang dirasakannya.
Lantas, hakim pun mengingatkan Ubaidah agar tetap memberikan keterangan yang benar sebagai saksi.
Jika memberikan keterangan yang berbohong, lanjut hakim, status perlindungan LPSK terhadap dirinya akan dicabut.
"Ya sebenarnya gampang, jadi saksi itu memberikan keterangan yang benar sebetulnya sudah tidak perlu ada perlindungan dari siapa-siapa sebenarnya," kata hakim.
"Siap," timpal Ubaidah.
ADVERTISEMENT
"Tapi yang justru kalau Saudara berbohong atau mau melindungi seseorang, kemudian Saudara meminta perlindungan, itu tidak bisa, [meminta] perlindungan LPSK," ujar hakim.
"Siap," jawab Ubaidah.
"Jadi penetapan Saudara itu bisa dicabut apabila ternyata Saudara berbohong dalam memberikan keterangan, ya," imbuh hakim.
"Siap," ucap Ubaidah.
"Ingat itu, ya," tegas hakim.
"Siap," kata Ubaidah.
"Intinya Saudara harus memberikan keterangan yang benar," pungkas hakim.
"Siap, Yang Mulia," jawab Ubaidah.
Adapun dalam persidangan hari ini, jaksa KPK turut menghadirkan saksi dari keluarga SYL, yakni istri SYL Ayun Sri Harahap, putra SYL Kemal Redindo Syahrul Putra, dan cucu SYL Andi Tenri Bilang Radisyah.
Selain itu, jaksa KPK juga akan menghadirkan lima saksi lainnya, di antaranya Staf Khusus Mentan Joice Triatman, Staf Biro Umum Kementan Yuli Eti Ningsih, Honorer Sekjen Kementan Ubaidah Nabhan, salah satu pengurus rumah pribadi Mentan Ali Andri, dan Accounting pada NasDem Tower Lena Janti Susilo.
ADVERTISEMENT
Kasus SYL
Dalam kasusnya, SYL diduga melakukan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan. Uang kemudian dikumpulkan SYL melalui orang kepercayaannya, yakni Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta.
Uang dikumpulkan dari lingkup eselon I, para Dirjen, Kepala Badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I.
Besarannya mulai dari USD 4.000-10.000. Total uang yang diduga diterima SYL ialah sebesar Rp 13,9 miliar. Namun, dalam akhir penyidikan KPK, nilainya membengkak menjadi Rp 44,5 miliar.
Hasil rasuah itu lalu diduga digunakan untuk keperluan pribadi. Antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL.