Hakim MK Semprot Kuasa Hukum Partai Garuda: Anda Berbelit-belit

10 Juli 2019 11:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(Kiri-kanan) Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi, Anwar Usman dan Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat sidang sengketa Pemilu Legislatif 2019, di Mahkamah Konstitusi,Selasa (9/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
(Kiri-kanan) Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi, Anwar Usman dan Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat sidang sengketa Pemilu Legislatif 2019, di Mahkamah Konstitusi,Selasa (9/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang gugatan sengketa Pileg 2019, Rabu (10/7) pukul 09.00 WIB. Total ada gugatan Pileg dari 9 provinsi yang disidangkan, salah satunya Nusa Tenggara Timur (NTT).
ADVERTISEMENT
Sidang yang dipimpin oleh Hakim MK Anwar Usman, Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih dalam panel 1 ini sempat menyorot perhatian. Yakni saat Partai Garuda membacakan pokok gugatan terkait hasil Pileg di dapil I Flores Timur.
Kuasa hukum partai Garuda, Saleh Kabakoran, mengatakan ada selisih suara antara data KPU dengan data yang dimiliki saksi dari Garuda. Namun, Saleh tak bisa membuktikan kelengkapan bukti fisik yang ia miliki.
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan terhadap 260 perkara sengketa hasil Pileg tahun 2019 mulai Selasa (9/7) hingga Jumat (12/7). Foto: Helmi Afandi/kumparan
"Bahwa termohon (KPU) diduga melanggar asas, prinsip dan tujuan pemilu sebagaimana dimaksud UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu. Dan meminta untuk mengabulkan permohonan pemohon sepenuhnya," kata Saleh dalam persidangan.
Hakim Arief lalu menyoroti perihal kelengkapan bukti dari gugatan itu. Arief menilai Garuda selaku pemohon belum menyerahkan bukti ke MK.
ADVERTISEMENT
"Saudara belum memasukan bukti fisiknya ya? Baru daftarnya saja?" kata Arief.
"Hari ini kita masukkan," ucap Saleh.
Mendengar jawaban Saleh, nada bicara Arief meninggi. Arief menegaskan gugatan pemohon harus disertai bukti fisik.
"Lha, kok, hari ini? Katanya sudah? Gimana? Kita juga keterbatasan (waktu) memutus. Tolak saja langsung, 'kan," ucap Arief.
Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat (kiri) dan Manahan MP Sitompul (kanan) saat sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
"Izinkan kami melengkapi," kata Saleh.
"Yang fair, dong. Tadi Anda katakan sudah ada bukti. Setelah kita cek, hanya ada daftar bukti. Bukti fisiknya belum ada," ucap Arief.
"Yang benar gitu, lho, karena ini disaksikan semua orang. Terbuka untuk umum, hanya ada daftar bukti, bukti fisiknya tidak ada," lanjut Arief.
Saleh kemudian memberikan pembelaan mengenai hal itu. Namun, jawaban Saleh tetap tidak dapat diterima oleh Arief.
ADVERTISEMENT
"Anda gimana? Ada, tapi kalau di rumah, bawa pulang saja, enggak usah dibawa ke sini. Anda berbelit-belit dari tadi," tegas Arief.
"Bukan begitu, Yang Mulia," kata Saleh.
"Bukan, Anda berbelit-belit. Ya sudah, sekarang serahkan buktinya. Karena bukti ini harus diverifikasi dan disahkan. Yang lain sudah ada di sini. Kenapa baru diserahkan sekarang? Kan mempersulit persidangan," tutur Arief.
"Ya, mohon maaf, Yang Mulia," tutup Saleh.
Selain NTT, delapan provinsi yang menjalani sidang gugatan hari ini yakni Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Banten, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Sidang ini dibagi menjadi tiga panel yang telah dibentuk oleh MK.