news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Hakordia 2020, Hakim MA Krisna Harahap Bicara Korupsi Bencana hingga Efek Jera

9 Desember 2020 14:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Hari Antikorupsi se-Dunia (Hakordia) dirayakan tiap tanggal 9 Desember. Selama ini, Hakordia selalu identik dengan KPK, namun bukan berarti menegasikan peran lembaga lain, termasuk peradilan.
ADVERTISEMENT
Peradilan justru merupakan puncak dari upaya menghukum koruptor. Bahkan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi, memegang peran krusial agar seiring sejalan dengan KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri dalam memberi efek jera.
Salah satu hakim di MA yang kerap mengadili perkara korupsi yakni Krisna Harahap. Ia telah menjadi hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) di MA sejak 2004.
Ilustrasi koruptor. Foto: Shutter Stock

Tingkat Korupsi Semakin Tinggi

Krisna menyatakan, Hakordia di tengah pandemi corona bukannya membuat perkara korupsi yang masuk ke MA berkurang, tapi justru sebaliknya.
"Peningkatan perkara yang masuk tahun ini di MA diperkirakan meningkat hingga 5-6 persen. Perkara-perkara yang lebih banyak itu harus diperiksa dan diputus oleh para Hakim Agung di rumah mereka masing-masing sehubungan dengan adanya ketentuan work from home," ujar Krisna kepada kumparan, Rabu (9/12).
ADVERTISEMENT
"Jumlah para Hakim Agung yang sedikit itu semakin tidak memadai dan sepadan dengan jumlah perkara yang membanjir, karena banyak di antara mereka (Hakim Agung) yang jatuh sakit, tak terkecuali jadi korban corona," lanjutnya.
Bahkan menurut Krisna, tingkat korupsi di Indonesia semakin tahun terus meningkat. Sehingga membuat para hakim membawa perkara korupsi ke rumah untuk dituntaskan.
Hakim ad hoc Tipikor MA Krisna Harahap. Foto: Dok Pribadi
"Setiap hari para hakim terpaksa memboyong berkas perkara ke rumah untuk dikerjakan hingga larut malam. Kalau tidak demikian, banyak tahanan yang akan bebas demi hukum karena masa tahanannya sudah habis," ucapnya.
Tak hanya itu, ia berpandangan dalam setiap perkara yang diadili, modus korupsi juga kian berkembang. Sehingga menuntut penegak hukum bekerja lebih ekstra untuk menjerat pelaku korupsi.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara. Kini pejabat yang diduga menyalahgunakan wewenang bisa berlindung dengan UU Administrasi Pemerintahan.
Sebab terdapat instrumen hukum apabila terjadi dugaan penyalahgunaan wewenang, pengawasan dan penyelidikan terlebih dahulu dilakukan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Hal ini bisa menjadi celah bagi pelaku korupsi agar tidak dijerat secara pidana.
Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan baju tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO

Korupsi di Masa Pandemi Corona

Krisna pun mengaku ikut menyoroti soal kasus dugaan korupsi pada saat masa pandemi corona saat ini. Salah satu yang kini jadi sorotan masyarakat ialah kasus Mensos Juliari Batubara yang diduga menerima suap bansos corona senilai Rp 17 miliar.
Sorotan masyarakat ialah soal ancaman hukuman mati lantaran dugaan korupsi itu terjadi pada saat bencana.
ADVERTISEMENT
Krisna menyebut bahwa Juliari bisa saja terancam hukuman yang paling berat. Namun hal itu tergantung pembuktian KPK di persidangan nanti.
Adapun Juliari saat ini hanya dijerat oleh pasal suap oleh KPK yang ancaman maksimal hukumannya ialah penjara seumur hidup.
"Ancaman hukuman terberat memang sudah menanti. Dapat dilaksanakan atau tidak tergantung sejauh mana jaksa penuntut umum (JPU) dapat membuktikan dakwaannya," ucapnya.
Ia pun mengimbau kepada para hakim yang menangani kasus Juliari dkk agar memutus dengan rasa keadilan masyarakat.
"Periksa, adili, dan putus dengan putusan yang dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada masyarakat dan Yang Maha Kuasa berdasarkan peraturan yang ada," kata Krisna.
Mahkamah Agung (MA) Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Konsistensi Hakim Beri Efek Jera ke Koruptor

Dalam kesempatan wawancara dengan kumparan, turut disinggung mengenai konsistensi MA dalam menghukum koruptor. Sebab sejak Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun, beberapa kali MA memotong vonis koruptor, khususnya di tingkat PK.
ADVERTISEMENT
Krisna menyatakan, hukuman koruptor tidak dapat diperberat di tingkat PK. Sedangkan jika hukuman di tingkat PK lebih ringan, tidak berarti MA tidak konsisten.
"Majelis hakim di tingkat PK tentu saja sudah memutus dengan penuh pertimbangan, termasuk mempertimbangkan kembali pertimbangan-pertimbangan majelis kasasi," kata Krisna.
Ia tetap meyakini lembaga peradilan konsisten dalam memberi efek jera terhadap koruptor.
"Mereka (hakim) terikat tanggung jawab kepada peraturan-peraturan. Jangan dilupakan, lembaga peradilan juga tak luput dari pengawasan masyarakat," tutupnya.