Hasil Investigasi Awal KNKT soal Jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182

11 Februari 2021 8:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota tim SAR memeriksa bagian pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di Dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (21/1). Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Anggota tim SAR memeriksa bagian pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di Dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (21/1). Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
ADVERTISEMENT
Investigasi jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari terus berjalan. Pesawat yang lepas landas dari Bandara Soetta itu jatuh di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki, menewaskan 56 penumpang dan 6 kru.
ADVERTISEMENT
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya menyajikan Preliminary Report Sriwijaya Air SJ-182. Laporan ini tidak menyajikan data kesimpulan, namun hanya menunjukkan data-data yang berhasil dikumpulkan selama satu bulan proses investigasi.
Bagaimana kabar terbarunya?
KNKT: Sriwijaya Air Terbang Setinggi 10.900 Kaki, Autopilot Tak Aktif Lalu Jatuh
Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo, mengatakan, Sriwijaya Air lepas landas pukul 14.36 WIB. Pilot pesawat mengambil jalur keberangkatan yang disebut dengan ABASA 2D.
"FDR mencatat ketinggian pesawat pada 1.980 kaki autopilot aktif," kata Nurcahyo dalam konferensi pers virtual, Rabu (10/2).
"Naik ketinggian 8.100 kaki throttle kiri mesin bergerak mundur dan putaran mesin berkurang sedangkan sebelah kanan tetap," tambah dia.
Kemudian, 2 menit setelah terbang, pilot meminta izin ke ATC untuk berbelok 75 derajat dengan alasan cuaca. ATC memberi izin.
ADVERTISEMENT
ATC yang mengetahui ada pesawat lain dengan tujuan yang sama akan melintas. Karena itu, ATC meminta Sriwijaya Air untuk berhenti naik sampai ke ketinggian 11 ribu kaki.
Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan secara simbolis kepada keluarga korban kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di Dermaga EX JICT II Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (20/1). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
"Lalu pada pukul 14.39.47 WIB, pesawat yang melewati ketinggian 10.600 kaki. pesawat berbelok ke 46 derajat belok kiri. Tuas pengatur kiri bergerak mundur, kanan tetap," lanjut dia.
ATC lalu memberi instruksi kepada SJ 182 untuk naik ke ketinggian 13 ribu. Lalu dijawab pilot pada 14.39.59.
"Ini rekaman terakhir yang terekam di ATC," tutur dia.
Dari data FDR, pada 14.40.05 WIB, pesawat terekam berada pada ketinggian 10.900 kaki. setelah ketinggian ini, pesawat turun tapi posisi hidung pesawat masih menghadap ke atas.
"Ketinggian tertinggi pesawat 10.900 kaki. Setelah ketinggian ini pesawat turun, autopilot tidak aktif arah pesawat 16 derajat, sikap pesawat hidungnya naik miring ke kiri. Tuas pengatur mesin kiri mundur kecepatan berkurang, tuas kanan tetap," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, tepatnya pada 14.40.10 WIB, catatan FDR, autothrottle (sistem kontrol kecepatan pesawat) tidak aktif. Pesawat lalu berubah posisi menjadi menunduk.
"20 detik kemudian FDR berhenti merekam," ucap dia.
Sampai saat ini, CVR Sriwijaya Air juga belum ditemukan.
Personel TNI AL membawa kantong jenazah kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di Dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (21/1). Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
Autothrottle Sriwijaya Air Anomali, yang Kanan Macet
Preliminary report KNKT menunjukkan beberapa fakta. Salah satunya adalah temuan yang diunduh dari flight data recorder (FDR) bahwa pengatur daya dari mesin pesawat atau throttle mengalami anomali.
"Saya sampaikan bahwa saat ini yang kita tahu autothrottle kiri bergerak mundur tapi apakah ini yang rusak yang kiri kita belum tahu karena dua-duanya menunjukkan sikap berbeda atau mengalami anomali," kataNurcahyo.
"Anomali yang kiri mundurnya terlalu jauh. Sedangkan yang kanan tidak bergerak seperti macet. Jadi kita tidak tahu sebenarnya yang rusak yang kiri atau kanan. Ini yang belum bisa kita jelaskan hari ini apakah ada kerusakan autothrottle," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, dari data FDR, terjadi penurunan daya di mesin sebelah kiri namun tidak di sebelah kanan. Hal ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan pesawat.
"Autothrottle mendapat masukan dari 13 komponen lain yang terkait. Jadi mengapa anomali yang terjadi di throttle ini penyebabnya komponen yang mana kami belum bisa tentukan karena ada 13 komponen terkait terhadap gerakan dari autothrottle," jelas dia.
"Yang kami lihat throttle-nya bergerak tapi masalahnya di mana kami belum bisa tentukan dan salah satunya mudah-mudahan kita bisa jawab. Beberapa komponen yang kita kirim untuk penelitian selanjutnya. Apa yang terjadi kami belum tahu belum bisa jawab masalahnya apa," tutur Nurcahyo
Selain itu, KNKT mencatat, anomali itu hampir sepanjang penerbangan. Hingga akhirnya pesawat berada di ketinggian tertinggi 10.900 kaki, lalu jatuh.
Investigator KNKT memeriksa puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di posko JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/1). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
"14.39.47 WIB, ketika melewati 10.600 kaki dengan arah pesawat berada di 046 derajat, pesawat mulai berbelok kiri. Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali bergerak mundur, sedangkan yang kanan masih tetap," ucap Nurcahyo.
ADVERTISEMENT
Sekitar 20 detik kemudian, FDR mencatat autothrottle tidak aktif dan pesawat mulai menunduk. Ini merupakan awal dari jatuhnya pesawat di perairan Kepulauan Seribu.
"Sekitar 20 detik kemudian, FDR berhenti merekam data," tutup Nurcahyo.
Alasan pilot tidak bisa recovery pesawat sebelum terjatuh masih menjadi tanda tanya. Menurut Nurcahyo, pertanyaan itu baru bisa dijawab jika Cockpit Voice Recorder (CVR) ditemukan.
"Kedua kenapa pilot enggak bisa recovery, ini juga pertanyaan saya mudah-mudahan kalau CVR ketemu kita dapat jawaban apa yang terjadi di cockpit. Bagaimana diskusi antarpilot dan apa yang mereka lakukan," kata Nurcahyo
"Jadi kita tidak tahu sebenarnya yang rusak yang kiri atau kanan. Ini yang belum bisa kita jelaskan hari ini apakah ada kerusakan autothrottle," kata Nurcahyo.
Konpers penemuan Black Box Sriwijaya Air SJ-182 di JICT 2 Tanjung Priuk. Foto: Dok. Puspen TNI
CVR terus dicari
ADVERTISEMENT
Nurcahyo memastikan pihaknya akan terus mencari CVR pesawat yang difokuskan pada area titik laut seluas 25 meter persegi. Area itu kemudian dibagi dalam beberapa kotak kecil ukuran 5 meter persegi. Penyelam akan menggali lumpur yang ada untuk menemukan bagian dari black box itu.
"Dugaan kami CSMU CVR tenggelam di bawah lumpur sehingga penyelam akan menggali," kata Nurcahyo.
Selain itu, KNKT juga telah menurunkan alat peniup lumpur agar memudahkan penyelam dalam pencarian. Alat itu sudah mulai bekerja sejak Selasa (9/2) pagi.
Keberadaan CVR sangat penting untuk menjawab penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air. CVR bisa mengungkapkan tindakan yang dilakukan pilot saat pesawat mengalami masalah.
Data CVR dapat menjawab sejumlah pertanyaan yang kini masih jadi tanda tanya, salah satunya terkait anomali pada dua autothrottle pesawat.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjanto mememeriksa puing-puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (13/1). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Jangan sibuk berasumsi
ADVERTISEMENT
Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjanto, meminta agar masyarakat tidak membuat dugaan penyebab jatuhnya pesawat. Pasalnya, saat ini, investigasi masih dilakukan dan belum ada kesimpulan dari penyelidikan tersebut.
"Sebaiknya kita tidak menduga atau berasumsi. Karena KNKT tidak akan berani ber-statement atau analisa tanpa dasar atau evidence yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah," kata Soerjanto.
Soerjanto menjelaskan, data yang dimiliki KNKT masih kurang untuk menyimpulkan penyebab jatuhnya pesawat. Dalam laporan permulaan yang disampaikan hari ini, memang diketahui ada anomali pada autothrottle pesawat, namun belum diketahui penyebab anomali tersebut.
"Jadi kami minta pada saat ini untuk tidak bikin asumsi-asumsi atau perkiraan mengenai penyebab dari kecelakaan ini karena datanya masih jauh dari kurang. Kita masih tunggu CVR dan komponen-komponen yang kita kirim statusnya seperti apa dan kondisinya seperti apa," kata Soerjanto.
ADVERTISEMENT