Hasil Referendum Rusia: 78 Persen Dukung Perubahan, Putin Bakal Kembali Berkuasa
ADVERTISEMENT
Pintu Vladimir Putin untuk tetap berkuasa di Rusia semakin terbuka lebar.
ADVERTISEMENT
Mayoritas warga Rusia mendukung usulan perubahan konstitusi. Dengan itu, Putin dapat kembali mencalonkan diri jadi presiden setidaknya hingga 2036.
Menurut keterangan Komisi Pemilu Pusat Rusia, total sudah 98 persen suara yang sudah dihitung. Sebanyak 78 persen mendukung perubahan konstitusi dan hanya 21 persen menolak.
Kepala Komisi Pemilu Pusat Ella Pamfilova memastikan voting selama sepakan ini dilakukan transparan. Seluruh petugas juga menjaga integritas.
Sementara seorang pejabat komisi pemilu lainnya menyebut, tingkat partisipasi pemilih mencapai 65 persen.
Sejak pertama kali diusulkan hingga akhirnya digelar, referendum untuk menentukan 'ya' atau 'tidak' atas perubahan konstitusi Rusia ini menuai kontroversi.
Kritikus Kremlin menuduh Putin ingin berkuasa selamanya di Rusia. Sampai saat ini Putin adalah pemimpin terlama sepanjang sejarah Rusia modern.
Ia sudah dua dekade memimpin Rusia, baik sebagai presiden atau menjabat perdana menteri.
ADVERTISEMENT
Tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, mengatakan, referendum ini ilegal. Bahkan sudah dirancang untuk memenangkan Putin.
"Kami tidak akan pernah mengakui hasil pemungutan suara ini," ucap Navalny seperti dikutip dari Reuters.
Navalny memastikan, untuk saat ini oposisi tidak akan turun ke jalan menolak hasil referendum. Kelompok oposisi beralasan mereka menghormati panduan kesehatan yang diterapkan selama pandemi virus corona.
Saat ini Rusia adalah negara paling terdampak pandemi corona di Eropa. Oleh karenanya, Navalny berencana menggelar aksi protes pada musim gugur yang datang menjelang akhir tahun.
Aksi akan digelar besar-besar bila rezim Putin memblokir kandidat oposisi untuk ikut serta pada pemilu regional dan memalsukan hasil pemilu.
"Yang paling ditakuti Putin adalah jalanan, dia tidak akan pergi sampai kami mulai turun ke jalan bersama ratusan ribu sampai jutaan orang," ucap Navalny.
ADVERTISEMENT