Hasto: Pak Jokowi yang Melipatgandakan Kekuatan Nomor 2

7 Maret 2024 17:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto berbicara kepada wartawan pada konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (1/2/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto berbicara kepada wartawan pada konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (1/2/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyindir Presiden Jokowi saat menghadiri diskusi Election Talks #4 'Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi', di FISIP UI sore ini, Kamis (7/3). Hasto menyindir Jokowi sebagai sosok kuat yang menyokong Paslon 02 Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
Hasto mulanya membahas angka 4, yang dianalogikan sebagai kekuatan Paslon 01 dan 03 untuk menentang berbagai kecurangan pemilu. Tetapi, angka 4 juga bisa diartikan sebagai 2+2 yang dimaknai Hasto secara negatif.
"Election talk 4, 4 ini jadi angka yang istimewa. Karena ada derivatifnya. Derivatifnya itu 1 dan 3. Perpaduan kekuatan untuk menjawab tadi berbagai opsi-opsi ke depan," kata Hasto.
"Tapi saya tidak mengenal derivatif 4 itu 2 sama 2, saya nggak mengenal. Bukan karena di intimidasi, tidak, tapi 2+2 itu bukan 4, tapi sama dengan Pak Jokowi. Sebab Pak Jokowi lah yang melipatgandakan kekuatan nomor 2. Betul tidak? Nah itu yang terjadi," imbuh dia.
Presiden Jokowi groundbreaking BNI 46 di IKN, di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (29/2/2024). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
Hasto lalu membahas soal opsi-opsi kerja sama dengan kubu Paslon 01 Anies-Muhaimin di pemerintahan ke depan. Hal ini disinggung Hasto saat membahas potensi pemerintahan dikuasai parpol-parpol dengan kekuatan uang dan popularitas.
ADVERTISEMENT
"Yang populer, punya dana seperti kata Pak JK, siapa pun yang punya kekuasaan, jejaring struktural ini partai elektoral. Kalau kita tidak koreksi, maka partai ideologi dengan kepemimpinan intelektual akan hilang," kata dia.
"Tradisi politik intelektual (utamakan ideologi) dulu dalam lihat problem bangsa, Soekarno itu tradisi intelek kuat, dirikan PNI. Nah kalau kita biarkan, tidak bangun opsi, maka yang elektoral akan menang," tandasnya.