Lipsus Novel Baswedan

Hendardi TGPF Kasus Novel: Risiko Kami Dicaci Jika Hasil Tak Memuaskan

15 Juli 2019 10:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keterangan Pers Tim Satgas Kasus Novel di Mabes Polri Foto: Antara Foto/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Keterangan Pers Tim Satgas Kasus Novel di Mabes Polri Foto: Antara Foto/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Hendardi menenggak jamu berwarna kuning yang sedari tadi diaduknya. Aktivis yang lama malang melintang di dunia pembelaan hak asasi manusia ini harus menjaga kebugaran. Maklum, kesibukan Hendardi sedang padat-padatnya.
ADVERTISEMENT
Ia tergabung dalam dalam tim pakar satuan tugas gabungan untuk mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Di samping itu, ia juga mendapat amanah menjadi anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023.
"Malam ini enggak pulang lagi, karena masih ada rapat konsinyering soal laporan Novel ke Kapolri. Siangnya sudah ke Pansel lagi di Setneg. Bolak-balik," kata Hendardi di kantornya, Jumat (12/7) sore.
Setelah enam bulan bekerja sejak Januari 2019, masa tugas Satgas gabungan pengusutan kasus Novel berakhir. Tim pakar menyerahkan hasil laporan temuan mereka ke Kapolri, Selasa (9/7) lalu.
kumparan menemui Hendardi di Kantor Setara Institute, lembaga swadaya masyarakat yang ia dirikan, di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sebelum memulai wawancara, ia menawarkan sepiring kudapan berisi risoles dan pastel.
ADVERTISEMENT
Meja kerjanya penuh tumpukan dokumen dan buku. Foto-foto Hendardi bersama sejumlah pejabat Polri terpajang di sisi tembok ruang kerjanya, antara lain dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Suhardi Alius.
Di samping menjadi tim pakar satgas gabungan pengusutan kasus Novel, Hendardi juga merupakan penasihat ahli Kapolri. Dalam perbincangan 45 menit dengan kumparan, Hendardi berbicara banyak soal langkah yang dilakukan satgas untuk menguak penyiraman air keras terhadap Novel. Berikut petikannya:
Apa kesulitan Satgas pengungkapan kasus Novel selama enam bulan bekerja?
Saya katakan, kami sudah menghadapi satu persoalan lagi. Apa? Yaitu adanya opini yang dikembangkan untuk seolah-olah mengecilkan tim ini, mendiskreditkan polisi, seolah-olah nggak mampu. Itu yang menjadi sebetulnya semacam kerikil-kerikil di dalam menyelesaikan kasus ini. Jadi, bukan unsur di dalam tapi lebih banyak di luarnya.
ADVERTISEMENT
Kalau di dalam kan sebenernya soal bukti. Kalau ada bukti kami pasti proses. Atau setidaknya ada petunjuk, nggak? Kalau ada petunjuk kami kejar supaya jadi bukti. Ada saksi-saksi, nggak? Itu kami lakukan semua.
Sejauh mana kewenangan Tim Pakar dalam Satgas?
Dalam rapat awal saya selalu bargain, saya ajak anak-anak untuk bargain. Bargain-nya apa? Saya bilang begini, “Pak (Tito Karnavian), kami kan namanya cuma tim pakar. Tim pakar kan seolah-olah cuma menasihati, memberi masukan. Risiko kami sama dengan tim pakar, tetap dicaci maki orang kalau misalnya hasilnya nggak memuaskan.”
Boleh judul kami tim pakar, tapi kami meminta bisa ikut memeriksa. Paling tidak itu penyidik memeriksa, kami men-support pertanyaan-pertanyaan. Kami nggak boleh ngomong nggak apa-apa. Di dua kasus ini, Freddy (Freddy Budiman, Hendardi pernah menjadi salah satu anggota TPF kasus tersebut) maupun ini, saya minta begitu.
ADVERTISEMENT
Apa yang dikatakan Pak Tito? Sama ternyata apa yang dikatakan. "Silakan bang, silakan bang. Jangankan itu, Abang mau minta periksa mereka tanpa polisi, silakan.”
Jadi di dalam dua kasus itu sama, saya punya pengalaman. Saya ngomong fakta, bukan yang ngomong abal-abal bahwa di dua pengalaman itu saya memeriksa beberapa saksi yang tanpa satu pun polisi ikut.
Demikian juga dengan kasus Novel Baswedan. Waktu di Polda Metro itu kan dihadiri rapat soal antara tim pakar, tim polisi, juga KPK waktu awal-awal. Tapi ketika sudah itu, beberapa kami minta, “Tolong polisi keluar. Kami rapat.” Karena kami nggak mau didengar untuk kemudian salah interpretasi. Bukannya kami nggak percaya, tapi nanti bisa keluar cerita yang tidak utuh.
Keterangan Pers Tim Satgas Kasus Novel di Mabes Polri Foto: Antara Foto/Reno Esnir
Sejumlah kalangan masyarakat sipil khawatir Satgas hanya mengulang penyelidikan yang telah dilakukan polisi…
ADVERTISEMENT
Kalau mereka ada petunjuk baru, kasih. Kalau nggak ada, kami cari sendiri petunjuknya sebatas kemampuan kami. Kalau ada yang baru, misalnya bilang jenderal ini terlibat, kasih petunjuknya dong. Tapi jangan dikte kami untuk menyelidiki suatu asumsi, atau tidak ada petunjuk sama sekali, atau suudzon. Nggak bisa, bukan tugas kami. Saya sudah bilang, ini tim pencari fakta bukan pencari sensasi.
Mereka juga khawatir bias kepentingan Tim Pakar dalam Satgas Gabungan…
Apakah tim ini enggak bias kepentingan? Karena misalnya saya, Prof. Indriyanto Seno Adji, dan Prof. Hermawan Sulistyo adalah tim penasihat ahli Kapolri. Ibu Poengky (Hendarti) masih lebih mending karena dia pengawas Polri dengan Kompolnas itu. Ada Ombudsman juga (sebagai) pengawas, Prof Amzulian Rifai.
ADVERTISEMENT
Saya mau jawab begini. Satu, secara teknis bahwa penasihat ahli ini bukan suatu organisasi yang menempel dalam struktur Polri. Kami pun pertemuan rutin cuma satu bulan sekali dan sebagian adalah profesor-profesor di situ membuat paper, memberikan masukan yang bisa dipakai atau tidak dipakai oleh Kapolri. Diminta atau nggak diminta kami harus membuat itu.
Tapi yang saya mau jawab secara substansi, pernyataan-pernyataan bahwa kami akan bias dan sebagainya itu mengecilkan, merendahkan kami. Saya membangun integritas itu sudah sejak puluhan tahun, bukan ketika apakah kemudian ketika karena saya duduk di penasihat ahli Kapolri yang tidak saya minta-minta tapi memang (diminta) karena kepercayaan dan juga saya percaya karena integritas saya ditarik di situ.
Kasus Novel Baswedan: Kapan Selesai? Foto: Basith Subastian/kumparan
Bagaimana Satgas bekerja?
ADVERTISEMENT
Proses penyelidikan ini kami kembangkan, bukan saja kami reka ulang TKP, (tapi) kami periksa saksi-saksi yang sudah pernah diperiksa. Karena, prinsip kami adalah kami tidak percaya pada alibi. Kami nggak percaya pada alibi yang dilakukan oleh beberapa orang yang diduga.
Mereka kan punya alibi. Ada yang di sini, ada yang di situ pada saat peristiwa itu terjadi. Kami cek ulang betul nggak pada hari itu ada di situ, sebelum itu di mana, sesudah itu di mana. Kami cek betul sampai detail, sampai betul-betul bahwa orang itu memang pada saat peristiwa terjadi tidak di situ.
Termasuk pengembangan ke empat orang yang awalnya dicurigai?
Lho kan saya bilang dasar awalnya kan penyelidikan dari polisi. Yang paling ujung waktu itu kalau nggak salah kan memang laporan terhadap mereka. Bahkan, kemudian ada sketsa. Mereka diduga. Tiga atau empat orang itu. Awalnya penyelidikan kami dari situ tentunya, kami fokuskan. Makanya kami cari lagi kembali alibi. Tapi kami dengan orientasi tidak percaya alibi mereka. Makanya kami lacak ulang, cek ulang, kembangkan lagi saksi-saksi ini semuanya.
ADVERTISEMENT
Ada empat orang yang awalnya dicurigai terlibat dalam penyerangan Novel. Belakangan pemeriksaan polisi menunjukan keempatnya punya alibi tidak berada di lokasi saat penyerangan terjadi.
Terduga pertama yang bernama Hasan mengaku saat kejadian sedang berada di Malang. Ahmad baru selesai bekerja di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Mukhlis sedang berada di Tambun, Jawa Barat. Terakhir, Niko mengaku sedang berada di Bandung, Jawa Barat.
Sketsa pelaku penyerangan air keras Novel Baswedan Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Selain orang yang dicurigai, apalagi yang diperiksa Satgas?
CCTV? Semua kami periksa. Sidik jari? Kami periksa ulang apa yang dikatakan bahwa sidik jari diakali polisi, dihapus, segala macam. Itu kan opini.
Saya ingin katakan bahwa lembaga yang dibentuk oleh Kapolri ini namanya tim gabungan pencari fakta, bukan pencari asumsi, opini, sensasi, apalagi fantasi. Jadi ini tim pencari fakta, setidak-tidaknya petunjuk untuk menjadi fakta. Karena itu yang kami kerjakan.
ADVERTISEMENT
Tantangan kami yang saya katakan tadi, lebih banyak pada pembentukan opini. Kami bukan memperoleh fakta-fakta kalau ada orang mengatakan si jenderal ini terlibat. Kasih kami petunjuk kalau nggak punya bukti, (akan) kami kejar. Tapi sepengetahuan saya selama proses ini juga tidak ada yang cukup membantu untuk memberikan fakta-fakta baru atau petunjuk-petunjuk baru. Akhirnya kami mencari sendiri dengan cara kami.
Ada jenderal polisi yang ikut menjadi terperiksa?
Muhammad Iriawan, jenderal yang selama ini (diberitakan menjalani pemeriksaan sebagai saksi), itu bener nggak? Wartawan kan nanya semua begitu kan. Benar, saya katakan. Kami periksa sebagai saksi. Kenapa kami periksa? Dalam hubungan apa? Dalam hubungan tentu saja interaksi dengan Novel. Di mana? Ya dalam kapasitas dia sebagai Kapolda pada waktu itu. Kapan saja dia pernah berjumpa, pada peristiwa itu terjadi dia bertemu nggak, pada saat apa saja mereka ada pertemuan, dialog apa saja. Tapi ini bukan ke arah TSK (tersangka) loh, ini saksi. Waktu itu ada saksinya? Setiap pertemuan mereka ada saksinya. Kami periksa saksinya juga sampai keluar kota.
ADVERTISEMENT
Jadi, nggak ada yang kami tutup-tutupi kalau semacam itu. Itu yang saya ingin coba jelaskan tentang proses dari tim ini.
Eks Kapolda Metro Jaya Komjen M. Iriawan. Foto: Reuters/Fatima El-Kareem
M. Iriawan dikabarkan memberikan Novel peringatan sebelum kejadian…
Itu Komisaris Jenderal Mochammad Iriawan. Makanya kami cek kepada Iriawan benar nggak itu, terus juga bagaimana permulaan foto orang-orang itu dari siapa? Novel bilang itu dapat dari Mochammad Iriawan atau dari polisi mana, sementara yang satu bilang dari mana itu.
Tanggal 11 April 2017, setelah menjenguk Novel di RS Mata Jakarta Eyes Center, Jakarta Pusat, Irjen M Iriawan alias Iwan Bule (saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya) mengaku memperingatkan Novel terkait aktivitas mencurigakan di sekitar kediamannya sekitar dua pekan sebelum peristiwa penyiraman air keras.
ADVERTISEMENT
Setelah satgas gabungan terbentuk, Iriawan sempat diperiksa. Pemeriksaan ini menindaklanjuti laporan Koalisi Masyarakat Sipil yang menduga Iriawan mengetahui Novel akan diserang.
“Bukan diperiksa tetapi klarifikasi atau ngobrol. Kalau diperiksa itu kan di-BAP. Tetapi pertemuan saya dengan TGPF tidak ada pemeriksaan,” ungkapnya di Jakarta, dikutip dari Antaranews, Minggu (14/7).
TKP Novel Baswedan disiram air keras. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.
Salah satu petunjuk yang paling mencolok adalah sepeda motor salah satu orang yang dicurigai ternyata milik seorang polisi. Bagaimana Satgas mengembangkan temuan ini?
Tanpa diminta kami kembangkan penyelidikan ke arah situ semua, dari mulai motor, apa sidik jari yang katanya dihapus, terus 3 orang (seharusnya empat orang) ini, kami periksa ulang semua. Jadi 4 orang yang anggota polisi ini, dia sudah nggak di Jakarta, kami periksa ke luar kota. Bahkan kalau nggak salah dua kali pemeriksaan.
ADVERTISEMENT
Apakah pemeriksaan itu berkembang sebagai petunjuk kasus?
Kalau itu tunggu tanggal mainnya karena itu sudah menyangkut hasil.
Ada informasi Satgas baru memeriksa Novel pada tanggal 20 Juni?
Ya, satu kali. Sebelumnya ada waktu kami bertemu pimpinan KPK, sempat ketemu sebentar. Bertemu, bukan pemeriksaan. Kami bertamu ke pimpinan KPK, kebetulan dia di kantor, jadi dia dipanggil sekalian. Dia cuma sebentar, setengah jam. Cuma ngobrol-ngobrol aja sebetulnya.
Tapi yang berikutnya memang kami minta dengan resmi, dengan surat, untuk melakukan pemeriksaan secara pro justitia karena kepentingannya kalau nanti ke pengadilan sudah ada.
Satgas memanggil Novel sebanyak empat kali untuk dimintai keterangan. Novel baru memenuhinya pada panggilan keempat. Novel mengaku, jadwal pemanggilan selalu berbenturan dengan jadwal pemeriksaan matanya di Singapura.
ADVERTISEMENT
“Kalau memang halnya urgensinya buru-buru, saya akan pertimbangkan. Mungkin dari jauh saya akan beri keterangan via telepon. Bisa sebetulnya. Karena, beri keterangan kan bisa dengan banyak cara,” ujar Novel kepada kumparan di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (12/7).
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Novel kooperatif?
Saya kira kooperatif. Dengan dia mau diperiksa secara pro justitia kan kooperatif. Bahkan kami tawarkan kalau Mas Novel mau didampingi pengacara, monggo. Bahkan Prof. Indriyanto yang bicara karena dia pernah di KPK. Lalu ada Yudi (Purnomo Harahap, Ketua Wadah Pegawai KPK) di dalam situ. Pengacara ada semua. Dia (Novel) menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan kami.
Apa saja yang ditanyakan kepada Novel?
Dasarnya tentu berita acara sebelumnya. Kami mengembangkan itu. Ada yang dia koreksi. Terus, kemudian dari situ juga soal pada saat peristiwa terjadi. Dia kan saksi langsung, ada penajaman terhadap itu. Kemudian hal lain adalah motif, yang dia rasakan, atau dia pikir.
ADVERTISEMENT
Satgas juga mendalami kaitan penyerangan dengan kasus yang ditangani Novel di KPK?
Pertanyaan kami umumlah. “Anda merasakan kira-kira ini ada hubungannya dengan kasus mana’. Kira-kira begitu intinya. Kami kasih contoh, misalnya kasus ini mungkin nggak. Terus, ‘Anda sebut-sebut jenderal ya jenderal mana,” misalnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten