Ilustrasi perjalanan FPI

Hitam Putih Perjalanan FPI

16 Mei 2019 12:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perjalanan FPI Foto: Argy Pradypta/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perjalanan FPI Foto: Argy Pradypta/kumparan
ADVERTISEMENT
Pelajaran tahfiz—menghafal Al-Quran—yang dipimpin Misbahul Anam di aula Pondok Pesantren Al-Umm, Tangerang Selatan, Banten, baru selesai menjelang Magrib. Empat santriwati, Minggu (12/5) sore lalu, bergantian menyetor hafalan ayat. Di sisi ruangan yang terpisah lemari kaca, terdengar suara santri dan santriwati lain mendaraskan al-Quran.
ADVERTISEMENT
Begitu sesi tahfiz ditutup, Misbahul beranjak ke tangga di pojok ruangan. Pengasuh Ponpes Al-Umm ini berjalan pelan sembari menolak permintaan wawancara kumparan soal pendirian Front Pembela Islam (FPI). “Selama Ramadan saya tidak terima wawancara wartawan,” katanya halus.
Misbahul dan Ponpes asuhannya adalah bagian tak terpisahkan dari FPI. Di halaman Ponpes yang berdiri sejak 1997 ini, FPI dideklarasikan 20 tahun lalu. Misbahul merupakan salah satu pendiri sekaligus sekjen pertama organisasi tersebut.
Foto Misbah saat berorasi di depan massa FPI. Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Meski punya kaitan sejarah, nuansa FPI tak terlalu kental di lembaga pendidikan dengan bangunan tiga lantai itu. Banyak santri Al-Umm yang kumparan temui bahkan tak tahu tempatnya menimba ilmu agama pernah menjadi tempat deklarasi FPI.
Atribut FPI di Ponpes Al-Umm cuma tampak di salah satu ruangan, semacam aula, yang digunakan untuk mengaji. Di sana, ada tiga meja kecil dengan bendera FPI. Sisi-sisi ruangan juga dipenuhi deretan foto lama Misbahul Anam dengan Rizieq Shihab, Ketua Umum pertama FPI.
Suasana di Pondok pesantren Al Umm, Ciputat. Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Dulu, menurut Muhsin bin Ahmad Al-Attas, Anggota Dewan Syuro FPI, Al-Umm dianggap representatif sebagai tempat deklarasi karena punya halaman luas. Ada 50-an dai Jakarta di balik deklarasi pendirian FPI. Mereka, menurut Muhsin, punya satu kesamaan: sikap “keras” saat berdakwah di mimbar-mimbar.
ADVERTISEMENT
Para pendakwah ini disatukan oleh figur Rizieq Shihab. Beberapa bulan sebelum deklarasi FPI, ujar Muhsin, Rizieq bergerilya menemui dai-dai. Ia menawarkan ide pembentukan wadah konsolidasi gerakan. Usul itu disambut sejumlah ulama.
“Kalau kita hanya ngomong keras di mimbar tidak ada action kan percuma,” kata Muhsin menjelaskan pertimbangan para dai. Terlebih, menurut dia, prostitusi, narkoba, miras, hingga pornografi sedang marak-maraknya saat itu.
Dewan Syuro DPP FPI, Habib Muhsin bin Ahmad Al Attas Foto: Nugroho Sejati/kumparan
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998, bertepatan dengan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Struktur awal organisasi ini di hari kelahirannya baru terdiri dari ketua umum dan sekjen. Kelengkapan dan arah organisasi baru dibahas dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Para deklarator tak membayangkan FPI menjadi ormas tingkat nasional. Semula FPI hanya didesain untuk merespons persoalan kemaksiatan di Jabodetabek. Belakangan, muncul desakan dai dari daerah lain yang menghendaki keberadaan FPI di wilayahnya. “Mereka banyak yang minta untuk didirikan di mana-mana,” tutur Muhsin yang turut membangun FPI dari nol.
ADVERTISEMENT
Kini, FPI punya cabang di hampir semua provinsi di Indonesia. Meski tak ada angka pasti, jumlah anggotanya ditaksir mencapai satu juta orang. Muhsin menilai, FPI punya basis kuat di Pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi.
Massa FPI Geruduk Kantor Gubernur Aceh Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Tetapi, sepanjang perjalanannya rekam jejak FPI tak lepas dari polemik. Sebuah petisi di laman change.org mendesak pemerintah tak memperpanjang pendaftaran FPI di Kemendagri yang habis 20 Juni 2019. Hingga Kamis (16/5) pukul 09.00 WIB, pendukung petisi sudah mencapai 416.439 orang. Respons ini tak lepas dari daftar sepak terjang kontroversial FPI sejak berdiri.
Organisasi itu selama rentang 1998-2004 identik dengan aksi sweeping tempat hiburan malam yang berujung tindak kekerasan. Ketua Umumnya Rizieq Shihab beberapa kali berurusan dengan hukum.
Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Rizieq Shihab saat melakukan pertemuan dengan Komisi III DPR. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
FPI juga pernah menyerang kantor majalah Playboy pada 2006. Rivanlee Anandar, Peneliti Kontras, mencatat aksi FPI yang paling mendapat sorotan adalah penganiayaan terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasaan Beragama (AKKB).
ADVERTISEMENT
Insiden di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, medio 2008, itu merupakan buntut dari pro-kontra keberadaan Ahmadiyah di Indonesia. Singkatnya, pengadilan memvonis Ketua Umum FPI Rizieq Shihab dan Ketua Komando Laskar Islam Munarman, bersalah dalam insiden tersebut.
Daftar kontroversi FPI, menurut Rivan, belum termasuk sejumlah aksi di tingkat lokal, “Misalkan kegiatan-sewenang-wenang yang menutup warung yang ada di daerah-daerah pas puasa dan bulan Ramadan.”
Massa FPI berorasi di depan Polda Metro Jaya Foto: Anggi Dwiky/kumparan
Ketua Umum FPI, Ahmad Sobri Lubis, tak menampik organisasinya pernah ada di fase itu. Toh, kata dia, anggotanya telah mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di depan hukum. Ia memprotes rekaman video aksi anggota FPI yang masih kerap ditampilkan di televisi. “Itu rekaman lama yang terus-terusan diputar ulang,” kata Sobri.
Baginya, tindak tanduk FPI di masa lalu tak bisa dilepaskan dari suasana alam reformasi yang menjadi konteks kelahirannya. Kekuatan pemerintahan dan penegakan hukum saat itu tak bisa diandalkan. Alhasil, dari kacamata FPI, situasi tersebut menyebabkan kemaksiatan merajalela.
ADVERTISEMENT
Pilihan FPI kala itu cuma dua: “Polisi ada di depan, kami bantu Anda dari belakang,” atau lanjut Sobri, “Kalau kamu enggak berani lawan mafia ini, kamu di belakang, saya (FPI) yang di depan.”
Seiring berjalannya waktu, kata Sobri, wajah FPI mulai berubah. Sepuluh tahun terakhir, pendekatan di masa awal FPI mulai ditinggalkan. FPI kini punya prosedur advokasi penanganan maksiat dengan 10 tahapan tindakan yang melibatkan aparat daerah dan penegak hukum.
Ketua Umum FPI, Sobri Lubis. Foto: Faisal Rahman/kumparan
Muhsin bin Ahmad Al-Attas menuturkan, FPI tak menutup telinga dari masukan publik. “Komentar-komentar orang, FPI jangan main tubruk begitu dong ini negara hukum, tempuh dong jalur hukum,” kenangnya. Maka, muncullah insisatif untuk menempuh jalur legal-formal untuk mengoreksi keadaan.
FPI mulai memperkuat organisasi dengan tim hukum. Mereka, kata Muhsin, bertugas mengkaji aturan-aturan yang dianggap bermasalah. Salah satu hasilnya adalah gugatan FPI terhadap Keputusan Presiden (Keppres) nomor 3 tahun 1997 tentang minuman keras. Aturan itu dianggap menjadi celah peredaran minuman keras di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung mengabulkan gugatan itu dalam putusan yang diketok pada Juni 2013. FPI juga berada di posisi menentang penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang dikeluarkan Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka beranggapan, substansi Perpres tak berbeda dengan Kepres yang dibatalkan MA.
Habib Rizieq menyapa massa FPI dari atas mobil Foto: Anggi Dwiky/kumparan
Selanjutnya, FPI ikut serta memberi masukan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Miras. Periode itu, menurut Muhsin, menjadi titik balik organisasi. Pergeseran metode ini diklaim membuat FPI mampu mendulang simpati dengan semakin beragamnya demografi anggota FPI.
Muhsin masih ingat betul, mereka yang bergabung dengan FPI di masa awal kebanyakan berasal dari kelompok masyarakat menengah ke bawah. “Sekarang-sekarang ini, sudah banyak eksekutif muda, banyak orang yang juga memberikan support atau bergabung,” ia berujar.
Kepadatan massa FPI di depan Polda Metro Jaya Foto: Aria Pradana/kumparan
Setelah tahun 2010, sejumlah anggota FPI juga diterjunkan ke partai politik untuk ikut mendorong perubahan lewat proses politik. Mereka umumnya masuk ke partai-partai berbasis Islam. Muhsin, sebagai contoh, pernah berkiprah di Partai Persatuan Pembangunan sebelum memutuskan keluar saat Partai Kabah mengalami perpecahan.
ADVERTISEMENT
FPI juga aktif dalam kegiatan sosial. kumparan menjadi saksi bagaimana kiprah anggota FPI di lokasi bencana Donggala, Sulawesi Tengah, usai daerah itu dihantam gempa dan tsunami. Sejumlah anggota FPI tampak membantu para korban. FPI juga turun tangan saat Aceh dihantam tsunami dahsyat pada 2004.
Infografik FPI dari Waktu ke Waktu Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Anggota FPI pun berkiprah di tengah-tengah masyarakat. Muhsin, misalnya, sudah dua periode dipercaya sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama di Depok, Jawa Barat, sejak 2008. Ia menyulap sebuah ruangan di samping rumahnya menjadi sekretariat.
Bagi Muhsin, FPI merupakan bagian dari komunitas besar umat Islam di Indonesia. Organisasinya hanya mengisi celah kosong yang belum digarap ormas Islam lain seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Kalau ada citra negatif yang disematkan masyarakat kepada FPI, Muhsin bilang, “Kan enggak ada kesempurnaan di dunia ini. Kita menyadari itu.”
ADVERTISEMENT
Simak ulasan lengkap kumparan tentang FPI dengan topik FPI di Simpang Jalan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten