HNW Tolak Rencana PPN Sekolah: Harusnya Diberi Insentif, Bukan Dibebani Pajak

12 Juni 2021 6:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menolak wacana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako dan sekolah atau jasa pendidikan. Rencana PPN pendidikan itu tertuang dalam draf Rancangan Undang-undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
ADVERTISEMENT
HNW mengatakan, kebijakan tersebut berdampak negatif kepada masyarakat kelas menengah ke bawah yang tengah dihantam pandemi COVID-19. Selain itu, kebijakan ini tidak mencerminkan pelaksanaan sila kedua dari Pancasila.
"Mereka, masyarakat menengah ke bawah, mayoritas rakyat Indonesia yang terhubung dengan sekolah dan sembako justru dikenakan pertambahan pajak," kata HNW di acara Halal Bi Halal Nasional Ikatan Dai Indonesia (IKADI) di Jakarta, Jumat (11/6).
"Sedangkan para orang kaya/konglomerat diberikan kebijakan tax amnesty, juga pajak 0% untuk PPnBM. Kebijakan seperti itu jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi, tidak sesuai dengan Pancasila pada sila ke 2 dan ke 5," sambungnya.
Ilustrasi Sekolah Dasar Islam. Foto: Shutter Stock
HNW mengatakan, pemerintah seharusnya bukan hanya terpaku pada pemenuhan pajak di era pandemi, tetapi berinovasi agar dapat melakukan kewajibannya melindungi, memakmurkan dan mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Karena pandemi COVID-19 mengakibatkan daya beli dan daya bayar rakyat menurun drastis. Mestinya pemerintah membantu rakyat, jangan malah membebani dengan pajak-pajak yang tidak adil itu," lanjutnya.
Atas dasar itu, HNW menolak apabila pengenaan PPN ini menyasar kepada jasa pendidikan swasta baik formal, non formal maupun informal. Ia menuturkan seharusnya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik individu maupun organisasi seperti Muhammadiyah, NU dan lainnya, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa diberikan insentif, bukan justru dibebani dengan dikenakan pajak.
"Seharusnya pemerintah berterimakasih, dan melindungi atau membantu pihak swasta/non pemerintah yang menjadi penyelenggara jasa pendidikan karena telah membantu pemerintah memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UUD NRI 1945," ucapnya.
Ilustrasi sekolah yang sepi karena masih menerapkan pembelajaran online di tengan pandemi corona. Foto: Dok. Istimewa
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai wacana pengenaan pajak seperti ini bisa menambah beban, sangat memberatkan lembaga pendidikan swasta baik pendidikan umum maupun keagamaan seperti madrasah hingga pesantren, yang masuk pada kategori pendidikan formal, informal maupun non formal.
ADVERTISEMENT
Karena sektor pendidikan swasta itu juga sangat terdampak akibat pandemi COVID-19. Bila merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, mencakup juga pendidikan formal, non formal dan informal, karenanya termasuk lembaga pendidikan keagamaan.
Ketentuan tersebut, kata HNW, akan ikut terimbas apabila aturan rujukannya diubah melalui revisi UU KUP yang didorong oleh pemerintah, menjadi pihak-pihak yang termasuk dalam kategori dihapus dari ketentuan tidak terkena pajak.
"Muhammadiyah, NU dan lain-lain sudah sangat lama dan sangat banyak membantu pemerintah melaksanakan kewajiban pendidikan nasional, baik umum maupun keagamaan. Pada saat mereka kesusahan akibat COVID-19 mestinya kalau pun pemerintah tidak bisa membantu, ya jangan menambah kesulitan mereka dengan memberlakukan pajak kepada mereka," kata dia.
Ilustrasi Pendidikan Anak Foto: Pixabay
"Selain itu membebani dari sisi keuangan, juga bisa mengubah paradigma pendidikan sebagai investasi untuk peningkatan SDM Indonesia, menjadi komoditas material objek pajak," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
HNW berharap agar Menkeu Sri Mulyani dalam rangka memenuhi target-target penerimaan negara dari pajak, agar berlaku adil dan profesional dengan memperhatikan kondisi keseluruhan rakyat Indonesia.
Karenanya, kata HNW, penting bagi Sri Mulyani mengkoreksi atau mencabut rancangan revisi RUU Perpajakan yang akan mengenakan pajak terhadap sembako dan lembaga pendidikan.
"Dan DPR agar benar-benar mendengarkan aspirasi publik, menghadirkan keadilan dengan dan memastikan bahwa tidak ada revisi UU perpajakan yang tidak adil yang justru menambahi beban rakyat, seperti draft revisi RUU Perpajakan yang bocor dan beredar luas itu," pungkasnya.