Hosni Mubarak, Firaun Modern Mesir yang Tumbang di Arab Spring

25 Februari 2020 19:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak.
 Foto: REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Foto: REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
ADVERTISEMENT
Tak pernah ada di benak Hosni Mubarak untuk jadi penguasa Mesir. Namun, tewasnya Presiden Anwar Sadat mengubah nasib pria tersebut.
ADVERTISEMENT
Mubarak awalnya adalah seorang anggota militer Mesir. Ia bertugas sebagai pilot pesawat bomber.
Di tengah perjalanan hidupnya, Mubarak masuk di dunia politik. Kariernya moncer, ia bahkan terpilih jadi wapres Anwar Sadat.
Saat Sadat terbunuh pada 1981 lalu, Mubarak ada di sampingnya. Kejadian tersebut membuat Mubarak otomatis menjabat sebagai Presiden Mesir.
Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Foto: REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
Banyak yang memprediksi Mubarak tak akan bertahan lama di tampuk kekuasaan. Karena pada waktu itu, kondisi politik Mesir bergejolak besar.
Prediksi tersebut salah. Mubarak berubah menjadi penguasa absolut Mesir dan mendapat julukan Firaun dari media Barat.
Tangan besi dipilih sebagai gaya pemerintahan selama 30 tahun. Ia menawarkan opsi pada rakyat Mesir: Mubarak atau kekacauan!
Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Foto: REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
"Tidak ada yang pernah membayangkan bahwa dengan menekan tombol, kebebasan akan datang. Itu akan mendatangkan kekacauan dan membahayakan orang," kata Mubarak soal kekuasaan seperti dikutip Reuters.
ADVERTISEMENT
Bukan cuma di dalam negeri, Mubarak turut mendapat dukungan luar negeri. Amerika Serikat bahkan menggelontorkan dana besar untuk membantu Mesir saat era Mubarak.
Dana itu adalah uang terima kasih karena sikap Mesir yang menormalisasi hubungan mereka dengan sekutu dekat AS, yaitu Israel.
Saat berkuasa, hampir tidak ada yang berpikir siapa pengganti Mubarak. Bahkan banyak yang menduga Mubarak akan jadi presiden seumur hidup.
Arab Spring Tumbangkan Mubarak
Hosni Mubarak. Foto: REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
Memasuki era 2010-an, kekuasan Mubarak semakin absolut di Mesir. Penentang utama kelompok Ikhwanul Muslimin terus ditekan.
Bahkan, oleh penguasa dan lingkar dekat Mubarak, Ikhwanul Muslimin ditargetkan untuk tidak punya kursi lagi di legislatif.
Mubarak semakin merasa aman. Tetapi, perasaan itu berubah ketika Arab Spring terjadi di Tunisia dan berhasil menggulingkan penguasa bertangan besi, Zine El Abidine Ben Ali.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Mesir terinspirasi oleh apa yang terjadi di Tunisia. Mubarak mengetahui itu namun tidak mengacuhkannya.
Ia memberi ruang dengan mengizinkan ratusan orang berunjuk rasa di Tahrir Square, Kairo. Mubarak dan kroni-kroninya yakin unjuk rasa tak akan meluas.
Perhitungan Mubarak salah besar, demo semakin meluas. Jenderal-jenderal sekelilingnya berkhianat, AS sekutunya juga perlahan pergi dan menyatakan mengikuti kehendak rakyat.
Mubarak akhirnya menyerah. Mundur diambil jadi jalan terbaik untuk mencegah kekacauan terjadi di Mesir.
Tahun 2011, Mubarak resmi ditendang dari kekuasaan. Pada 2012, Mohamed Mursi dari Ikhwanul Muslimin naik jadi presiden.
Mubarak lalu ditangkap di tahun yang sama. Ia didakwa sebagai otak pembunuhan demonstran Mesir.
Hukuman kepada Mubarak tak main-main, penjara seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Tapi penjara hanya sementara waktu. Pada 2013, Panglima Militer Abdel Fatah el-Sisi menyingkirkan Mursi dan mulai membersihkan Ikhwanul Muslimin.
Kasus dan dakwaan hukuman Mubarak dihapuskan el-Sisi pada 2014. Tiga tahun kemudian, Mubarak dibebaskan.
Dan, pada Selasa (25/2) Mubarak meninggal dunia pada usia 91 tahun.